Sosok KH M Ali Manshur, Pencipta Shalawat Badar Penerima Tanda Jasa dari Pemerintah
Tim langit 7
Selasa, 13 Agustus 2024 - 10:00 WIB
KH M Ali Manshur dijadualkan menerima tanda jasa dan kehormatan dari pemerintah bersama 60 tokoh lain dalam rangka HUT ke-79 Kemerdekaan RI.
KH M Ali Manshur dijadualkan menerima tanda jasa dan kehormatan dari pemerintah. Pencipta Shalawat Badar ini akan dibri penghargaan bersama 60 tokoh lain dalam rangka HUT ke-79 Kemerdekaan RI.
Seremonial akan dilaksanakan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/8/2024) besok. Penghargaan terhadap KH Ali Manshur akan diwakili anaknya.
Siapa sebenarnya KH M Ali Manshur? Kiai ini dilahirkan pada 23 Maret 1921. Nasabnya masih menyambung ke Kiai Shidiq Jember. Kalau dari jalur ibu asli orang Tuban.
Baca juga:61 Tokoh Diberi Tanda Jasa pada HUT RI, Salah Satunya Pencipta Shalawat Badar
Menurut putra kedua Kiai Ali, Kiai Syakir Ali, abahnya terkenal haus ilmu. Dia belajar dari satu pesantren ke pesantren lain. Mulai dari Pesantren Termas Pacitan, Pesantren Lasem, Pesantren Lirboyo Kediri hingga Pesantren Tebuireng Jombang. Kiai Syakir mengisahkan, waktu kecil Kiai Ali belajar di Tuban.
Setelah itu Kiai Ali ingin belajar ke Termas namun ia hanya punya modal sepeda onthel dan nasi jagung. Akhirnya dari Tuban ke Tremas, ia naik onthel dan bekal nasi jagung. Selama di pesantren Kiai Ali menerima jasa ojek ke pasar dan hasilnya untuk membeli kitab.
“Kiai Ali suka ilmu Arrudh (Ilmu Sya’ir), dan belajar ilmu ini di Lirboyo. Ia sering diajak diskusi pengasuh masalah Arrudh. Menurut Gus Dur, Kiai Ali juga pernah belajar di Tebuireng,” ujarnya.
Seremonial akan dilaksanakan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/8/2024) besok. Penghargaan terhadap KH Ali Manshur akan diwakili anaknya.
Siapa sebenarnya KH M Ali Manshur? Kiai ini dilahirkan pada 23 Maret 1921. Nasabnya masih menyambung ke Kiai Shidiq Jember. Kalau dari jalur ibu asli orang Tuban.
Baca juga:61 Tokoh Diberi Tanda Jasa pada HUT RI, Salah Satunya Pencipta Shalawat Badar
Menurut putra kedua Kiai Ali, Kiai Syakir Ali, abahnya terkenal haus ilmu. Dia belajar dari satu pesantren ke pesantren lain. Mulai dari Pesantren Termas Pacitan, Pesantren Lasem, Pesantren Lirboyo Kediri hingga Pesantren Tebuireng Jombang. Kiai Syakir mengisahkan, waktu kecil Kiai Ali belajar di Tuban.
Setelah itu Kiai Ali ingin belajar ke Termas namun ia hanya punya modal sepeda onthel dan nasi jagung. Akhirnya dari Tuban ke Tremas, ia naik onthel dan bekal nasi jagung. Selama di pesantren Kiai Ali menerima jasa ojek ke pasar dan hasilnya untuk membeli kitab.
“Kiai Ali suka ilmu Arrudh (Ilmu Sya’ir), dan belajar ilmu ini di Lirboyo. Ia sering diajak diskusi pengasuh masalah Arrudh. Menurut Gus Dur, Kiai Ali juga pernah belajar di Tebuireng,” ujarnya.