LANGIT7.ID - , Jakarta - Doa seorang ibu adalah doa mustajab yang didambakan anak-anaknya. Dalam Islam, banyak keutamaan seorang ibu yang dijelaskan dalam Alquran dan hadist.
Doa ibu pula yang dirasakan Muhammad Hanifudin yang membagikan kisah ibunya di Twitter. Hanif berkisah tentang ibunya, Wasitah yang bukan keturunan kyai ataupun priyayi. Tidak pernah mondok ataupun berlatar belakang santri.
"Ibuku hanyalah penjual tempe dan bapakku seorang petani," cuit Hanif mengawali kisahnya melalui akun @SejarahUlama.
Baca juga: Sosok Syaikh Nawawi yang Namanya Menjadi Nama Jalan di Jakarta"Tapi ibuku sangat suka mendengarkan pengajian, setiap hari kaseh KH Zainuddin MZ diputar berulang-ulang. Hingga aku hampir hafal setiap detail urutan perkataan yang disampaikan. Suatu hari ibuku mendengar keterangan dari kitab Ta'limul Muta'allim," jelasnya.
Hanif melanjutkan dari keterangan kitab tersebut disebutkan jika ingin mempunyai keturunan yang ahlil 'ilmu (santri) maka harus rajin sedekah ke santri. Satu hal ini dipegang dengan teguh sang ibu untuk kemudian mengamalkannya.
"Sering ibu mengirim makanan ke santri yang ada di dekat rumah, pondok pesantrennya Kyai Charir (almarhum). Bahkan, sengajara mengundang santri untuk datang ke rumah," kisahnya.
Hanif melanjutkan, keinginan untuk mempunyai keturunan yang ahlil 'ilmi tersebut mulai menemukan jalan, anak-anaknya ingin mondok tanpa diminta dan tanpa paksaan. Lima orang anaknya mondok di tempat berbeda," lanjut cuitan Hanif.
Saat dihubungi melalui pesan eletronik, Hanif bercerita dari 10 anak ibu Wasitah, dimana diantaranya sudah meninggal dunia, sebagian besar berhasil belajar di pondok pesantren dan bahkan membangun pondokan sendiri.
"Ibu saya dikaruniai 10 orang putra, tapi sekarang tersisa 4 saja. Beberapa meninggal ketika masih kecil dan ada juga yang meninggal ketika sudah dewasa dan berkeluarga," kata Hanif menjawab pertanyaan dari Langit7, Sabtu (19/2/2022).
Anak Wasitah yang berhasil melalui pendidikan di pondok pesantren antara lain Umi Nafi'ah yang mondok di Pesantren Bangsari Cilacap hingga akhirnya menikah dengan Kyai Mohammad Thoyfur bin Kyai Muhyiddin dari Purworejo. Kyai Thoyfur mendirikan Pondok Pesantren Darussalam yang bertempat di Bantarsari Cilacap dengan santri putra putri berjumlah puluhan.
"Namun sayang, Mbak Umi Nafi'ah dan mas Thoyfur sudah meninggal dunia dan meninggalkan 2 orang puteri (yang alhamdulillah hafidzah) dan 1 orang putera (masih mondok di Magelang)," jelas Hanif.
Selanjutnya, ada Kholidun atau Mukhlisin Chasbulloh yang melalui pendidikan santrinya di Pondok Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi.
Baca juga: Mengenang Hasanuddin AF, Sosok Bersahaja Berkontribusi Besar bagi Fatwa MUI"Sekarang diambil menantu oleh KH. Chabib Ma'shum dan menjadi pengasuh Pondok Pesantren Roudlotul Huda Kedunglegok Tinggarjaya Jatilawang Banyumas dengan santri putera puteri berjumlah ratusan," imbuhnya.
Kemudian Muhammad Taufikurrohman yang menuntut ilmu di Pondok Pesantren Roudlotul Huda Kedunglegok Banyumas. Dan saat ini menjadi penerus ponpes Darussalam Bantarsari sekaligus menjadi Ketua MWC NU Bantarsari.
"Saya sendiri mondok di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. Sekarang menjadi Sekretaris Pimpinan Cabang MDS Rijalul Ansor Kota Kediri," terang Gus Hanif.
Terakhir, anak Wasitah yang berhasil melalui pendidikan di pondok pesantren adalah Siti Zulaikha yang menuntut ilmu di Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo Putri. Sekarang menjadi aktivis Fatayat NU di Kemranjen Banyumas.
Dalam cuitannya, Hanif melanjutkan "Bisa dibayangkan berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mengirimi mereka setiap bulan. Apalagi ketika datang krisis moneter, ekonomi keluarga mengalami kemunduran drastis. Aku menawarkan diri untuk pulang, membantu ibu di rumah. Atau ikut teman-teman kerja di Jakarta, agar bisa mengirimi uang,".
Namun, keinginan Hanif tersebut ditolak keras oleh ibunda. Bahkan, Hanif bercerita, terlihat aura marah dari wajah sang ibu.
"Kemudia dengan nada memelas beliau memintaku untuk tetap berangkat ke pondok, untuk urusan biaya biar ibu yang memikirikannya. Hasilnya, sekarang anak-anaknya telah menjadi orang yang dihormati," tambah Hanif.
Baca juga: Meniru Nabi Ibrahim Sebagai Sosok Ayah dan Pendidik HebatPerjuangan sang ibu pun membuahkan hasil, beberapa di antara anak-anaknya menjadi pengasuh pondok pesantren.
"Doa yang ibu amalkan setiap hari, sekarang terkabul :
اللهم احينا بحياة العلماء وامتنا بموت الشهداء
Dalam akhir cuitannya, Hanif bercerita saat sang ibu meninggal dunia, ribuan orang bertakziah dan berduka atas kehilangannya.
"Semasa hidupnya beliau dikelilingi oleh santri dan meninggal dunia dengan senyuman terukir di wajahnya, diiringi tangisan ribuan orang yang takziah. Ya, ribuan orang mengantar kepergian ibu ke peristirahatan terakhirnya. Sebuah hal yang mustahil bagi penjual tempe," tutup Hanif yang meneruskan usaha tempe ibunya dengan sang kakak.
(est)