LANGIT7.ID, Jakarta - Salah satu modal para pendiri bangsa memperjuangkan kemerdekaan adalah intelektualitas dan literasi yang tinggi. Rata-rata, mereka merupakan pembaca buku yang aktif. Hal itu diungkapkan Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Suherman.
Menurutnya, seluruh pahlawan memiliki budaya literasi yang sangat luar biasa. Dia mengatakan, jika melupakan sejarah membuat Indonesia linglung, maka meninggalkan buku menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang baku.
“Peradaban yang maju adalah peradaban yang memiliki budaya literasi yang maju. Ini semacam syarat utama membangun kemajuan bangsa. Kita saksikan, bangsa kita belum semaju bangsa-bangsa lain, salah satu aspek yang terlupakan adalah karena kita kurang serius dalam membangun budaya literasi,” kata Suherman dalam Webinar yang digelar BRIN, Kamis (10/11/2022).
Baca Juga: Resmikan Serambi Buya Syafii, Muhammadiyah: Langkah Pembuka Ilmu
Suherman lalu mencontohkan beberapa pahlawan yang ‘gila’ baca, di antaranya:
1. Pangeran Diponegoro, Meramal Tahta dengan MembacaBabad Diponegoro ditetapkan sebagai salah satu warisan ingatan dunia atau
memory of the world registered in 2013 oleh UNESCO. Babad Diponegoro jadi ingatan dunia setelah didaftarkan oleh Perpustakaan Nasional dan Lembaga Bahasa Kerajaan Belanda.
Babad Diponegoro ditulis oleh Raden Mas Ontowiryo yang kelak bergelar Pangeran Diponegoro saat diasingkan ke Sulawesi Utara pada 1831-1832 M.
"Ini adalah catatan pribadi seorang tokoh kunci dalam sejarah Indonesia modern. Hal ini juga otobiografi pertama dalam sastra Jawa modern dan menunjukkan sensitivitas yang tidak biasa dengan kondisi lokal dan pengalaman,” tulis UNESCO dalam situsnya.
Selain itu, seorang ilmuwan bernama Peter Carey juga melakukan penelitian selama 40 tahun tentang sosok Diponegoro. Hasil penelitian itu lalu dibukukan dalam tiga jilid dan diberi judul
The Power of Prophecy: Prince Dipanagara and the end of an old in Java, 1785-1855.
“Dalam buku itu, Diponegoro bisa dilihat dalam perspektif literasi. Sebagai, bangsa Indonesia, kita patut berterima kasih kepada Peter Carey atas keuletan menggeluti Diponegoro selama 40 tahun. Ini luar biasa konstitusi dan kesabaran seorang ilmuwan menggeluti seorang tokoh,” kata Suherman.
Baca Juga: Perjuangan Cut Nyak Dhien di Jalan Allah, Sampai Ditakuti Belanda
Peter Carey menyebut Pangeran Diponegoro sebagai tokoh yang memiliki kebiasaan membaca. Semua tema buku dilahap, mulai dari sejarah kerajaan Nusantara dan dunia dan mitologi terutama tentang pewayangan.
Pangeran Diponegoro juga mempelajari etika yang berkembang di tengah masyarakat pada masa itu. Bahkan, dia juga membaca tentang mitos Nyi Roro Kidul dari laut selatan. Menariknya, dia merupakan tokoh yang bersemangat mempelajari literatur secara otodidak.
“Semua informasi, baik mitos, legenda, maupun ilmu pengetahuan, dan fakta sejarah diramu oleh Diponegoro menjadi justifikasi terhadap perang yang akan diembannya di kemudian hari, itu sesuai ramalan yang dia buat, sebagai raja Jawa,” kata Suherman.
Selain itu, Diponegoro memiliki perkembangan intelektual dan spiritual yang sangat pesat dibanding bangsawan Jawa pada masa itu. Hal itu membuat Diponegoro menjadi orang besar dan dikenal sebagai pahlawan nasional.
“Makanya, pada saat pengasingan ke Makassar, yang dia lakukan adalah menulis Babad Diponegoro,” kata Suherman.
2. HOS Cokroaminoto, Raja Bermahkota PengetahuanCokroaminoto digelari oleh pemerintah Belanda sebagai Raja Tanpa Mahkota. Namun, Suherman menyebut HOS Cokroaminoto sebagai Raja Bermahkota Pengetahuan. Dia adalah pahlawan yang gila baca.
Berkat bacaan itu, HOS Cokroaminoto memiliki perkembangan intelektual yang luar biasa. Bahkan, hampir semua pahlawan bangsa pernah berguru kepada sosok satu ini. Tokoh paling terkenal tentu Presiden Pertama RI, Ir Soekarno.
Baca Juga: KH Ahmad Sanusi, Ulama Pejuang Kemerdekaan Keturunan Sunan Giri
“Yang dimiliki HOS Cokroaminoto ini adalah buku dan juga daya bicara (orasi). Dia menjadi guru orasinya Soekarno. Bung Karno mengakui bahwa HOS Cokroaminoto adalah gurunya,” ujar Suherman.
Sebagai tokoh yang gemar membaca, HOS Cokroaminoto tumbuh sebagai sosok yang pandai berorasi. Suara lantang dan kalimat yang tertata rapi membuat audiens terpukau mendengar pidato pahlawan satu ini.
“Di dalam sejarah itu, kita bisa membaca bagaimana HOS Cokroaminoto kalau berpidato, di depan tiga ribu massa dia berpidato tanpa pengeras suara. Dengan intonasi yang sangat bagus,” kata Suherman.
3. Bung Karno, Menggugat Imperialisme dengan MembacaIr Soekarno adalah pembaca buku. Bung Karno menjadikan buku sebagai sahabat perjalanan intelektual. Semua perspektif ilmu pengetahuan dia baca. Mulai dari sejarah, agama, hingga artikel para pendiri bangsa lain.
“Sebetulnya, Bung Karno itu menjadi besar karena berkat bacaan-bacaanya. Kalau lihat latar belakang Soekarno, kenapa bisa seperti itu, pertama, mimpi dan kedua literasi. Para pemimpin itu adalah pemimpi,” kata Suherman.
Baca Juga: Haji Salahudin bin Talibuddin, Mutiara Islam dari HalmaheraPemimpin adalah pemimpi. Kendaraan paling akurat meraih mimpi itu adalah literasi atau ilmu pengetahuan. Itu yang membuat semangat membaca Bung Karno sangat tinggi. Kegemaran membaca Bung Karno ini juga tak lepas dari didikan sang ayah, Soekemi Sosrodihardjo.
Soekemi adalah seorang guru di Surabaya. Sejak kecil sang ayah mengondisikan rumah sebagai tempat membaca yang baik. Dia juga selalu mendidik Bung Karno membaca buku apa saja.
“Bung Karno anak seorang guru yang sangat keras dalam mendidik anaknya, sehingga di dalam sejarah itu, kita bisa membaca bagaimana orang tuanya mendidik Bung Karno.
Dalam Otobiografi Bung Karno yang ditulis Cindy Adams disebutkan, Soekemi selalu berteriak ‘Ayo Karno hafal ini, di luar kepala. Ayo Karno, ayo baca ini’. Bung Karno sampai mengatakan, ‘kepalaku yang sakit ini sampai sakit.
Baca Juga: Kisah Bung Tomo Rampas Ribuan Senjata Jepang Naik Becak
“Di samping memiliki bapak yang keras dalam bidang Pendidikan, akan tetapi dia memiliki kelembutan dari seorang ibu. Ibunya itu sangat lembut. Sehingga Soekarno pernah mengatakan, 'aku tidak memiliki apa-apa di dunia ini selain ibu. Aku melekat kepadanya, karena dia adalah satu-satunya sumber Pelepas kepuasan hatiku’,” ujar Suherman.
4. Bung Hatta, Menjadikan Buku sebagai Istri PertamaDrs Mohammad Hatta merupakan Bapak Koperasi Indonesia sekaligus Wakil Presiden RI pertama. Dia adalah tokoh yang gemar sekali membaca. Dia memiliki koleksi buku saat merampungkan kuliah di Belanda mencapai sekira 8.000 judul buku.
Kegemaran membaca buku ini bermula saat sang paman bernama Mak Etek Ayub, yang mengenalkan Hatta kepada buku. Saat itu, sang paman mengajak Hatta ke sebuah toko buku dan membelikan 3 buah buku.
Buku pertama yang dibaca Hatta adalah
Het Jaar 2000 karya Bellamy. Dia juga sengajar membuat jadwal khusus untuk membaca dan menulis. Buku juga banyak membentuk kepribadian Hatta. Jiwa nasionalismenya juga banyak terbentuk melalui proses membaca buku.
Baca Juga: 8 Pahlawan Pejuang Kemerdekaan Indonesia dari Kalangan Santri
“Bung Hatta itu kutu buku yang luar biasa. dia menjadikan buku sebagai istri pertama. Kalau tidak dibujuk oleh Bung Karno, Bung Hatta kayaknya akan sulit menikah,” kata Suherman.
Suherman menjelaskan, hal yang mengagumkan dari Bung Hatta adalah mas kawin yang saat menghalalkan Ibu Rahmi Hatta. Mas kawin itu berisi buku berjudul Alam Pikiran Yunani yang dia tulis sendiri.
“Di pembuangan itu dia ngarang buku, sehingga dia mengatakan, ‘di mana pun saya dikurung, selama di situ ada buku, saya hidup merdeka’. Dia menulis buku Alam Pikiran Yunani, yang menjadi mas kawin kepada Ibu Rahmi,” ujar Suherman.
(jqf)