LANGIT7.ID, Jakarta - Pengarah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Prof Sarwidi mengatakan, rumah semi-engineered (semi teknis) atau hunian berdinding tembok pada umunya terutama yang berada di wilayah rawan bencana mudah runtuh terhadap guncangan gempa. Sebab umumnya cenderung lebih mengedepankan bentuk atau fashion desain bangunan ketimbang memprioritaskan ketahanan terhadap guncangan gempa.
"Bangunan semi-engineered semacam itu sebagaian sudah menggunakan teknologi yang modern (semen dan baja tulangan) tapi tidak lengkap penerapan secara esensial, perhitungannya juga tidak lengkap, desainnya juga tidak lengkap, dan dibangun juga oleh orang-orang yang belum terlatih dan sebagainya," kata Prof Sarwidi saat dihubungi
Langit7.id, Kamis (1/12/2022).
Inovator rumah tahan gempa Indonesia ini mengungkapkan bahwa pembangunan rumah semi-engineered yang biasa dibangun oleh banyak person yang belum bisa dikategorikan professional sepenuhnya, walaupun material dan proses pembangunan telah menggunakan pendekatan engineer (teknis).
Baca Juga: 5 Tips Dekorasi Kamar ala Drama Korea, Ciptakan Suasana Romantis "Misalnya, profesional dalam membangun iya, tapi dalam pengawasan tidak juga, atau sebaliknya. Terus masyarakat penghuni juga cenderung menambahkan dan mengurangi desain awal dengan konsep rumah tumbuh, tapi tanpa konsep struktur yang aman gempa yang jelas," ujarnya.
Berdasarkan pengalamannya menimba ilmu bangunan tahan gempa di Amerika Serikat. Menurut dia, rumah masyarakat di sana yang berada di wilayah rawan gempa dibangun sedemikian rupa dengan perhitungan matang dan konsep ketahanan gempa yang jelas oleh profesional dengan penegakan hukum yang ketat.
Hal tersebut, lanjut Prof Sarwidi, sangat kontras dengan pembangunan rumah yang dilakukan tersebar di wilayah Indoensia yang rawan bencana gempa. Serta belum bisa diimplementasikan secara lengkap dan menyeluruh di Indonesia untuk saat ini.
"Karena ahli bangunan semi engineered tahan gempa yang menekuninya hingga puluhan tahun sangat sedikit, di antaranya adalah hanya saya dan Dr. Teddy Boen," tuturnya.
Selain itu, terang Prof Sarwidi, umumnya masyarakat pun belum terlalu peduli dengan profesionalitas dalam membangun struktur bangunan tahan gempa meski berada di wilayah-wilayah yang rawan gempa. Kebanyakan juga masih lebih mementingkan aspek keindahan bangunan yang dibeli dari pada aspek kekuatannya.
"Misalnya beli rumah yang penting bagus, ya kuat ataupun tidak kuat tetap dibeli. Yang jual juga gitu yang penting laku mau kuat atau tidak kuat ya tidak apa-apa wong ada pembelinya. Yang beli gapapa yang jual gapapa, itu yang menjadikan fenomenan seperti sekarang ini, yaitu kalau ada gempa-gempa kuat, ya banyak rumah yang ambruk-ambruk begitu," ujarnya.
Selain itu, Prof Sarwidi menerangkan, tipe golongan bangunan dibagi menjadi tiga, yakni bangunan engineer (teknis) seperti gedung di kota-kota besar, bangunan semi engineer (semi engineered) seperti hunian berdinding tembokan pada umumnya, dan non-engineer (tradisional) yakni rumah-rumah adat tradisional.
Baca Juga: Resesi Seks Terjadi di Jepang dan Korsel Akibat Pengabaian Agama(zhd)