LANGIT7.ID, Jakarta - Psikolog Adriano Rusfi menjelaskan, sekolah dan rumah memiliki peran dam fungsi yang berbeda dalam
pendidikan anak. Keduanya harus berkolaborasi dalam kerangka yang disebut
Co-Parenting. Rumah atau orang tua harus tetap menjadi poros utama dalam mendidik anak, sementara sekolah berstatus sebagai pembantu pendidikan.
“Orang tua harus sadari posisi sekolah itu, agar kita tidak membebani sekolah dengan beban berlebihan atas segala sesuatu yang memang bukan kompetensi mereka. Sekolah itu hanya lembaga pengajaran, bukan lembaga pendidikan,” kata Adriano dalam webinar Kolaborasi Rumah dan Sekolah Dalam Pendidikan Anak yang digelar Sekolah Alam Indonesia (SAI), Sabtu (10/12/2022).
Sekolah lebih berorientasi pada hal-hal yang bersifat pengetahuan dan keterampilan. Sekolah tidak bisa menumbuhkan karakter. Pembentukan karakter harus dilakukan di rumah, karena karakter memang dididik bukan diajarkan.
Baca Juga: Guru Besar ITS: Tak Sebatas Sekolah Formal, Keluarga Harus Jadi Satuan Pendidikan
“Peran pendidikan ini harus dilakoni orang tua di rumah. Sekolah hanya mampu membentuk pengetahuan dan keterampilan, bukan karakter dan kepribadian,” ujar Adriano.
Maka itu, kata dia, penting menumbuhkan kesadaran untuk mengembalikan tanggung jawab pendidikan ke rumah. Sehingga, dibutuhkan sebuah kolaborasi antara sekolah dan rumah. Sebuah sinergi dan kerja sama.
"Oleh karena itu, begitu pentingnya peran dua lembaga ini dan tetap lembaga rumah itu lebih penting, maka perlu membangun komitmen pendidikan bersama, kesadaran kerjasama, dan pengembangan
parenting,” ungkap Adriano.
Secara persentase, Andriano menjabarkan porsi pendidikan anak yang harus dilakoni orang tua di rumah dan guru di sekolah. Untuk anak usia TK pembagian persentasenya adalah 90% di rumah, 10% di sekolah. Untuk SD 70%, 30% rumah sekolah. SMP itu 50% dan 50% sekolah. SMA 30% rumah, dan 70%.
Konsep Kolaborasi Sekolah dan RumahKonsep kolaborasi pendidikan anak adalah di rumah dibantu sekolah. Tidak boleh terbalik, pendidikan dibebankan kepada sekolah dan rumah (orang tua) hanya berperan sebagai pembantu.
Pendidikan kedewasaan harus dilakukan di rumah dan dibantu oleh sekolah. Kedewasaan (akil baligh) pada dasarnya adalah target tunggal pendidikan dasar atau pendidikan 0-15 tahun. Ini yang perlu disadari setiap orang tua, agar tidak serta-merta melempar tanggung jawab kepada sekolah.
Baca Juga: Antara Realitas dan Idealisme, Bagaimana Seharusnya Sekolah Mendidik Siswa?
“Ingin mendidik anak menguasai IPTEK, silakan. Tapi mendidik anak dewasa itu wajib, mendidik IPTEK bukan wajib. Jangan sampai ada target-target lain, tapi target utamanya terbengkalai. Maka itu, pendidikan di rumah dibantu oleh sekolah, ini yang saya sebut
Co-parenting,” ungkap Adriano.Co-parenting
Kolaborasi itu diikat dalam sistem
Co-parenting.
Co-parenting adalah kolaborasi antara rumah dan sekolah dalam mendidik anak. Rumah adalah penanggungjawab dan pendidik dari anak, sekolah adalah asisten ahli dan pengajar.
Rumah tempat pembentukan karakter, sekolah tempat transfer pengetahuan dan kecakapan. Rumah atau orang tua berfungsi sebagai penularan karakter dan kepribadian, sekolah atau guru hanya tempat transformasi.
Rumah penuh kehangatan penuh cinta dan sekolah jadi kawah candradimuka. Rumah jadi pengambil keputusan sementara sekolah adalah
expert opinion.
“Ayah bunda, sadarilah, potensi-potensi yang dimiliki ayah-bunda, itu potensi yang memang luar biasa, dan membuat peran ayah bunda bagi perkembangan anak dominan,” ujar Adriano.
Baca Juga: Anak Sudah Baligh tapi Pola Pikir Tak Kunjung Dewasa, Ini Penyebabnya
Untuk menguatkan
Co-Parenting itu ada prasyarat kolaborasi yang harus dipenuhi. Prasyarat itu di antaranya:
1.
Trust and respect pada guru dan sekolah
2. Pemuliaan jasa atas guru: pengajar dan pensubsidi
3. Kesepakatan antara orang tua dan sekolah adalah ijab qabul, bukan
gentlemen agreement
4. Komitmen atas akad
5. Bersepakat tentang pendidikan ramah masa depan
6. Kesadaran bahwa pendidikan itu berat dan keras
7. Insaf bahwa sekolah adalah kawah candradimuka
8. Siap menghadiri panggilan dan program sekolah
(jqf)