LANGIT7.ID, Lamandau -
Berdakwah di pedalaman, tak semudah berdakwah di kota dengan segala kemudahan fasilitas. Di pedalaman, ragam tantangan kerap ditemui. Mulai dari fasilitas, kondisi geografis hingga sosial masyarakat. Namun di balik itu semua, selalu ada hikmah dan kabar menggembirakan.
Hal itu dirasakan da'i muda, Ahmad Zailani yang mengasuh Surau Ka’bah Madani di ujung desa transmigrasi, Desa Bukit Indah E3 RT 01/ RW 01, Kecamatan Bulik, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah.
Di surau yang dibangun sederhana dengan dinding kayu dan atap seng, menjadi pusat
pendidikan Islam untuk masyarakat segala usia. Ada taman kanak-kanak, kelas tahfidz mulai dari anak-anak sampai lansia, hingga majelis taklim untuk masyarakat.
“Sebenarnya sederhana saja, mereka semakin taat kepada Allah, dan dekat dengan Quran, gemar beribadah, itu sudah capaian yang sungguh luar biasa. hanya saja mungkin caranya gimana, itu yang terus kita evaluasi, terus kita
update,” kata Zailani kepada
Langit7.id, Sabtu (17/12/2022).
Baca Juga: Geliat Surau Ka’bah Madani Jadi Pusat Belajar Quran di Pedalaman Kalimantan
Cita-cita Zailani sederhana tapi sangat bermakna. Dia hanya ingin mengajak masyarakat setempat untuk dekat dengan masjid dan mendekatkan diri kepada Allah. itu agar kehidupan masyarakat menjadi nyaman dan tentram karena hidup dengan nilai-nilai Islam.
“Makanya kajian-kajian kita lebih banyak ke Qur'an. Untuk yang ibu-ibu kita fasilitas dengan majelis sahabat quran. Itu tiap pekan rutin. Untuk bapak-bapak juga sebenarnya, Cuma kadang bapak bapak repot, jadi kebanyakan ibu ibu dan remaja putri,” ujarnya.
Upaya itu cukup berhasil. Zailani mengisahkan kelas tahfidz yang diisi bukan hanya remaja, tapi juga lansia. Mereka semangat menghafal Al-Qur’an meski usia sudah senja. Bahkan, ada seorang nenek yang aktif mengajak lansia lain.
“Bahkan, ada nenek yang sangat semangat, sebelum berangkat tahsin dia menghampiri nenek yang lain untuk mengajak, dengan jalan kaki. Alhamdulillah yang diajak itu bisa istiqomah sampai hari ini,” tutur Zailani.
Baca Juga: Kemenag Dorong Pemerataan Mutu dan Kualitas Madrasah
Nenek itu sangat menginspirasi. Dia berhasil mengajak warga untuk menghafal Al-Qur’an. Hingga pada akhirnya pada Maret 2021 nenek itu meninggal dunia. Dia meninggal dalam keadaan tengah menghafal Al-Qur’an.
“Qadarullah, nenek itu sudah dipanggil oleh Allah, sudah beberapa bulan lalu. Ketika beliau hafalan surah An-Naba di ayat 35. Allah memanggilnya,’’ ujarnya.
Kekurangan Guru NgajiAnimo masyarakat terhadap Surau Ka’bah Madani sangat tinggi. Namun sayang, animo itu tidak diikuti dengan SDM yang cukup. Zailani menyebut surau tersebut masih kekurangan guru ngaji. Sementara, banyak anak-anak yang ingin belajar mengaji.
"Nah, bagaimana kita menyikapinya? Waktu itu untuk rumah Quran, dengan santri yang cukup banyak, kita siasati warga atau siapapun yang sudah bisa ngaji dan bisa kita bina untuk dijadikan pendamping kelompok ngaji anak anak,” ujar Zailani.
Di sisi lain, Surau Ka’bah Madani juga tidak menggunakan sistem gaji. Zailani menggunakan sistem hadiah. Menurut dia, gaji bisa menggeser niat seorang guru dalam mengajar. Sementara, niat awal adalah ingin berkhidmat untuk agama Allah.
Baca Juga: Geliat Dakwah Sosial di Jayawijaya, Kampung Muslim Papua Terus Bertambah
“Kita tidak bisa menjanjikan apa apa, kecuali kita sama sama yakin dengan janji Allah. Karena sampai hari ini, kita tidak mengenal istilah gaji. Kita berikan mereka haknya berupa hadiah” ucapnya.
Meski begitu, Zailani mengaku tidak mau pusing dengan kekurangan materi itu. Dia yakin akan janji Allah, siapa yang menolong agama-Nya maka akan dicukupkan dalam urusan dunia. Dia meyakini itu sehingga bisa menjalankan Surau Ka’bah Madani sampai hari ini.
“Tapi kita juga tidak mau pusing, karena memang kondisi seperti ini, ya kita nikmati aja. Sehingga, kita bisa muluk muluk. Minimal bisa berjalan, pelan pelan ada peningkatan,” ungkapnya.
(jqf)