LANGIT.ID, Jakarta - Halimah As-Sa'diyah adalah ibu persusuan
Nabi Muhammad SAW ketika masih bayi. Hidupnya mendapat limpahan berkah dari Allah SWT saat mengasuh Muhammad kecil.
Kisah Halimah itu diceritakan dalam
Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam. Halimah berasal dari suku Sa'diyah, yaitu suku Arab Badui yang tinggal di padang pasir.
Halimah hidup bersama anak-anak dan suaminya, Harits bin Abdil Uzza. Mereka tinggal dalam keadaan serba berkecukupan.
Bahkan ternaknya seperti domba dan unta, serta keledai sebagai tunggangannya pun tampak lemah, kurus dan seperti sudah tak produktif lagi.
Baca Juga: Kisah Sahabat Nabi yang Selalu Baca Surat Al Ikhlas saat Salat
Sa'diyah terkenal sebagai suku yang amanah, sehingga para wanitanya pun kerap kali dipercaya untuk mengasuh bayi-bayi dari wilayah lain, termasuk Makkah.
Karena telah menjadi kebudayaan, suatu waktu sekelompok suku Sa'diyah ini menyusuri beberapa wilayah untuk mencari bayi-bayi yang mau diasuh mereka. Tentunya dengan adanya upah sebagai imbalan.
Hingga sampai di Kota Makkah, suku Sa'diyah terus menyusuri rumah-rumah di sana untuk menawarkan jasa persusuan kepada bayi Makkah.
Seluruh wanita suku Sa'diyah mengincar bayi-bayi dari keturunan orang kaya agar bisa mendapatkan upah yang cukup. Termasuk Halimah yang juga menyasar bayi orang kaya.
Bahkan, Halimah sempat melewati Muhammad kecil karena mengetahui bahwa ayahnya, Abdullah bin Abdul Muthalib telah wafat. Wanita Sa'diyah khawatir upah persusuan anak menjadi sulit dibayarkan.
Saat itu, seluruh wanita Sa'diyah yang menawarkan jasa persusuan telah mendapatkan bayi-bayinya dan berangsur pulang, kecuali Halimah.
Sampai akhirnya, dengan arahan Harits, Halimah setuju membawa Muhammad kecil untuk diasuhnya selama dua tahun.
Keberkahan Mulai TerjadiBaru akan berangkat pulang ke padang pasir, kejadian unik sebagai tanda keberkahan dari Allah dirasakan Halimah dan Harits.
Keledai kurus nan lamban yang ditungganginya mendadak menjadi kuat dan sulit dikendalikan. Hingga akhirnya Harits turut naik ke pundak keledai untuk bisa mengendalikannya.
Padahal saking lemahnya keledai ini, sampai-sampai saat melakukan perjalanan ke Makkah, hanya Halimah yang menungganginya sementara Harits menuntun keledai itu dengan seutas tali.
Saat melakukan perjalanan kembali ke padang pasir pun, keledai ini berjalan dengan cepat dan kuat. Hingga mampu mendahului rombongan yang telah melakukan perjalanan pulang lebih dulu.
Tak berhenti di situ, sesampainya di rumah. Kejadian unik lainnya kembali disaksikan Harits dan Halimah.
Keduanya menemui ternak dua ekor domba dan satu unta betinanya yang kurus dan tak produktif tampak gagah dengan tubuh berisi. Bahkan, Harits menemui kantung susu unta betinanya membesar yang menandakan banyaknya susu.
Harits pun tak tinggal diam, dia memanfaatkan hal itu dengan memerah susu untanya, sehingga seluruh anggota keluarganya bisa menikmati susu unta tersebut.
Bahkan, setiap kali susu unta itu diperah, kantung susunya kembali terisi penuh. Sampai-sampai Harits bisa membagikan keberkahan melalui susu itu kepada orang-orang sekitarnya.
Lebih lanjut, dua pasang indukan domba yang tadinya kurus dan tak produktif itu ternyata kawin dan beranak pinak. Harits memanfaatkan hasil panennya itu untuk dijual dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dia akhirnya mampu membeli satu ekor unta jantan yang digunakannya untuk mengembangbiakkan untanya.
Pendakwah Ustadz Khalid Basalamah menyampaikan, kejadian demi kejadian yang penuh berkah ini terus berlangsung selama Muhammad kecil tinggal bersama mereka dan disusui Halimah.
"Sampai-sampai Harits dan Halimah menjadi orang paling kaya di Sa'diyah. Hingga mereka tidak butuh lagi menawarkan jasa mengambil anak-anak untuk disusui," ujar dia dalam penggalan kajiannya, Kamis (22/12/2022).
Dalam buku sejarah Islam tersebut juga, Halimah menyebutkan bahwa Muhammad kecil tidak tumbuh secara alami seperti anak-anak pada umumnya. Saat Muhammad berusia dua tahun perilaku dan pemahamannya sudah seperti anak enam tahun.
"Artinya mudah untuk diberikan penjelasan, tidak membuat orang lain marah, dan lainnya," ungkapnya.
Khalid menambahkan, biasanya kesepakatan jasa persusuan suku Sa'diyah itu dilakukan selama dua tahun. Namun, karena Halimah tahu adanya keberkahan yang dirasakan, dia meminta izin kepada Aminah untuk merawat Muhammad kecil hingga berusia enam tahun, sekalipun tanpa bayaran.
Tradisi PersusuanDalam penggalan kajian Ustadz Khalid Basalamah, dia mengungkapkan bahwa orang Arab di zaman dulu memiliki tradisi untuk menitipkan anak-anaknya yang masih bayi untuk disusui oleh orang-orang Badui, seperti suku Sa'diyah.
Hal itu dilakukan bukan tanpa alasan. Salah satu alasannya menjaga anak-anak mereka tumbuh sehat dan cerdas, serta terhindar dari kontaminasi dari luar.
"Tradisi orang Arab dulu, setiap kali ada bayi lahir selalu dititipkan untuk disusui dan dibesarkan selama dua tahun di luar kota Makkah, tepatnya di padang pasir," katanya.
Adapun alasannya antara lain untuk menjaga keaslian penggunaan bahasa Arab Fusha. Bahasa Arab Fusha ini juga lah yang digunakan dalam Al-Quran.
Pasalnya, bahasa orang-orang Arab di Makkah telah banyak menggunakan bahasa Amiyah (informal). Hal itu dikarenakan kontaminasi bahasa dari jemaah haji dan umrah yang berasal dari wilayah lain.
"Jadi yang jelas, orang Quraisy ini memang ingin generasinya menggunakan bahasa Fusha. Di mana pada masa itu, bahasa ini masih digunakan secara baik oleh orang Badui," jelasnya.
Selain soal bahasa, lanjut Khalid, orang tua di Makkah juga menitipkan anaknya demi kesehatan dan kemandirian. Sebab, orang-orang Badui banyak mengonsumsi makanan alami dan sehat, termasuk udaranya.
"Orang-orang Badui juga melatih anak-anak mereka untuk memiliki keterampilan, seperti berburu, membantu orang tua, dan lainnya," katanya.
(bal)