LANGIT7.ID, Jakarta - Mayoritas publik hanya tahu Indonesia baru memiliki 7 Presiden. Padahal jika melihat fakta sejarah, ada 8 orang yang pernah menjadi Presiden Republik Indonesia. Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Armaidy Armawi, mengungkapkan sosok Syafruddin Prawiranegara adalah Presiden RI yang hampir dilupakan generasi bangsa saat ini.
Syafruddin merupakan presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) saat ibu kota negara, Yogyakarta, jatuh ke tangan Belanda pada 1946. Dia diberi amanah memimpin Indonesia selama 200 hari lebih.
“Walaupun beberapa saat tetap saja dia presiden Republik Indonesia,” kata Armaidy dalam webinar Akademi Hikmah yang diikuti Langit7, Rabu (28/12/2022).
Syafruddin merupakan tokoh di balik penetapan Hari Bela Negara berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia pada 18 Desember 2006. Sejarah bela negara dimulai di Kota Bukittinggi yang semula merupakan Agam Tuo.
Baca Juga: Gelora Takbir Bung Tomo Jadi Energi Pertahankan Kemerdekaan
Pada masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Kota Bukittinggi berperan sebagai kota perjuangan dan ditunjuk sebagai ibu kota negara Indonesia setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda.
"Peristiwa ini dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dibentuk pada 19 Desember 1948 di Bukittinggi, Sumatera Barat oleh Syafruddin Prawiranegara,” kata Armaidy.
Syafruddin Prawiranegara memiliki nama kecil ‘Kuding’ yang berasal dari kata Udin pada nama Syafruddin. Lahir di Serang, Banten pada 28 Februari 1911 dan wafat di Jakarta pada 15 Februari 1989.
Tokoh ekonomi syariah itu menempuh pendidikan
Europeesche Lagere School (ELS) pada 1925. Dilanjutkan ke
Meer Uitgebreid Loger Onderwijs (MULO) di Madiun pada 1928, dan Algemeene Middelbare School (AMS) di Bandung pada 1931.
Pendidikan tingginya diambil di
Rechtschoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) di Jakarta (sekarang Fakultas Hukum Universitas Indonesia) pada 1939. Dia berhasil meraih gelar
Meester in de Rechten (Magister Hukum).
Baca Juga: Punya Literasi Tinggi, Ini Para Pahlawan Bangsa yang Gila Baca
Latar belakang pendidikan dan sepak terjang dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia membuat Syafruddin diangkat menjadi Presiden/Pemimpin Tertinggi Indonesia. Pengangkatan itu terjadi pada masa darurat selama 207 hari sebelum dikembalikan mandat secara resmi kepada Ir Soekarno pada 14 Juli 1949.
“Tidak boleh kita meninggalkan jasa baik dari Syafruddin ini. banyak yang dia lakukan, dia Gubernur Bank Indonesia pertama. Beliau juga seorang Masyumi, di mana Masyumi pada masa itu salah satu kekuatan politik yang diperhitungkan,” ujar Armaidy.
Syafruddin Prawiranegara memegang mandat penuh untuk menjalankan pemerintahan darurat di Bukittinggi. PDRI memiliki peran penting dalam mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia.
“Jika dalam keadaan pemerintah tidak dapat menjalankan kewajibannya lagi, presiden dan wakil presiden menguasakan kepada Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran Republik Indonesia untuk membentuk Pemerintah Republik Indonesia Darurat di Sumatera,” ujar Armaidy.
Sejak hari Ahad, 19 Desember 1948 pukul 06.00 pagi, Belanda telah memulai serangan ke Ibu kota Yogyakarta. Kemudian PDRI dibentuk di Halaban, selatan Payakumbuh di daerah perkebunan teh pada 22 Desember 1948. Pembentukan PDRI sebelumnya dibicarakan pada 19 Desember dalam pertemuan Syafruddin dengan T.M. Hasan (Gubernur Sumatera, Komisariat pemerintah pusat) di Bukittinggi.
Baca Juga: Mengenang Abdoel Moeis, Pahlawan Nasional Pertama di Indonesia
Syafruddin kemudian memimpin roda administrasi pemerintahan melalui PDRI dari hutan dan bergerilya dari satu nagari (desa) ke nagari lain di wilayah Minangkabau. Pemerintahan darurat berlangsung dari 22 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949. Dedikasi para pemimpin PDRI menyatu dengan bantuan masyarakat setempat.
“Saya bisa katakan bahwa seluruh rakyat Indonesia mendukung adanya PDRI. Artinya, PDRI ini merupakan jalan keluar yang terbaik bagaimana posisi antara Jawa dan luar Jawa sangat besar sekali pada masa itu,” kata Armaidy.
Dalam sebuah siaran radio, Syafruddin Prawiranegara mengatakan, “Negara Republik Indonesia tidak tergantung kepada Soekarno-Hatta sekalipun kedua pemimpin itu adalah sangat berharga bagi bangsa kita. Patah-tumbuh hilang berganti. Hilang pemerintah Soekarno-Hatta, sementara atau selama-lamanya, rakyat Indonesia akan mendirikan pemerintahan yang baru, hilang pemerintah ini akan timbul lagi yang baru.”
Peran PDRI sangat penting dalam mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. Tidak hanya mengisi kekosongan pemerintahan, PDRI berhasil menjalin hubungan dengan negara-negara lain. Di mana informasi-informasi tentang keberadaan dan perjuangan Indonesia disebarluaskan ke berbagai penjuru dunia.
“Sehingga, negara-negara lain tahu mengenai keadaan Indonesia yang sesungguhnya,” kata Armaidy.
Gubernur Bank Indonesia Sekaligus Da'iSyafruddin merupakan pencetus gagasan tentang pencetakan Uang Republik Indonesia. Oeang Republik Indonesia (ORI) mulai berlaku sebagai alat pembayaran yang sah mulai 30 Desember 1946.
Baca Juga: Perjuangan Cut Nyak Dhien di Jalan Allah, Sampai Ditakuti Belanda
“Makanya dia adalah Gubernur Bank Indonesia pertama. Pada 30 Desember 1946,” ujar Armaidy.
Syafruddin Prawiranegara tokoh generasi awal pembuka wawasan Ekonomi Islam/ekonomi syariah. Dia menulis tentang ekonomi Islam jauh sebelum lahirnya gerakan ekonomi syariah dan Bank Syariah Indonesia.
Syafruddin juga seorang da’i yang hebat. Pemikirannya selalu berlandaskan kepada iman. Saat menjadi ketua aktif Korps Mubaligh Indonesia, dia menganjurkan agar para da’i tidak sekadar menyalahkan, namun juga hendaknya mencerahkan, memahamkan, penyadaran, serta pertobatan.
“Perannya dalam bela negara betul-betul setulus hati. Ikhlas. Dia berbuat baik adalah untuk kebaikan itu sendiri,” ungkap Armaidy.
(jqf)