LANGIT7.ID, Jakarta - Ketua PW Pelajar Islam Indonesia (PII) Jawa Timur, Chamid, menilai kasus ratusan
pelajar hamil di luar nikah di Ponorogo harus menjadi perhatian besar seluruh elemen masyarakat. Terlebih pelajar hari ini merupakan wajah masa depan Indonesia.
“Pelajar saat ini terpelajar namun nir moral. Sekiranya dari waktu ke waktu terus bermunculan kasus serupa, maka hal ini menjadi evaluasi keras bagi Bangsa Indonesia, mengingat kondisi pemuda pelajar hari ini merupakan representasi dari masyarakat Indonesia masa depan,” kata Chamid kepada
Langit7, Sabtu (14/1/2023).
Chamid mengungkapkan, kasus pelajar hamil di luar nikah bukan kali ini saja terjadi. Selain di Ponorogo, kasus serupa sering terjadi di daerah lain pada tahun-tahun sebelumnya. Berarti, kata dia, ada sesuatu yang salah dalam menyelesaikan kasus demikian.
Baca Juga: MUI: Hamil di Luar Nikah Masalah Agama, Bangsa, dan Kemanusiaan
Padahal, jika merujuk pada amanat UU No 20 tahun 2003 tentang Tujuan Pendidikan Nasional, salah satu tujuan pendidikan adalah menjadikan peserta didik sebagai manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
“Maka, sudah semestinya kurikulum pendidikan nasional harus mengarah kesana,” ucap Chamid.
Namun, realitas yang tertuang pada Kurikulum Merdeka berdasar Peraturan kemendikbudristek no 56/M/2022 hanya ada dua jam pelajaran Pendidikan Agama di SMA dalam satu pekan. Satu jam pelajaran 45 menit. Berarti hanya ada 90 menit pelajaran agama dalam satu pekan.
“Kalau kita asumsikan satu tahun ada 36 pekan pembelajaran aktif maka hanya ada 108 JP atau 81 Jam pembelajaran Agama di SMA, mana mungkin dalam waktu yang relatif terbatas tersebut mampu membentuk manusia yang bertakwa serta berakhlak mulia?” tutur Chamid.
Baca Juga: Hamil di Luar Nikah, Bagaimana Hukum Pernikahannya? Ini Kata KUA
Maka itu, Chamid menilai perlu ada evaluasi serius mengenai jam pelajaran agama di sekolah-sekolah umum. Ini untuk menanamkan karakter beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia kepada setiap siswa.
“Perlu evaluasi serius mengenai jam pelajaran agama yang terbatas serta perlu adanya integrasi satu mapel dengan mapel yang lain untuk menekankan muatan norma sosial keagamaan dalam setiap proses pembelajaran,” ungkap Chamid.
(jqf)