LANGIT7.ID, Jakarta - Pakar Ekonomi Syariah, Dr. Imam Teguh Saptono, mengatakan,
resesi ekonomi 2023 akan berdampak langsung bagi pendapatan negara dan perekonomian masyarakat. Dampak paling mudah dilacak, semua bentuk pembiayaan dalam bentuk dolar akan mengalami kenaikan.
“Apa yang terjadi? 2023 orang yang berbelanja dengan komponen dolar harus menyiapkan dana lebih. Karena kemungkinan 2023 rupiah akan terus melemah, daya beli turun, harga-harga atau inflasi akan naik, banyak bisnis kemungkinan gulung tikar, kinerja investasi tidak tercapai,” kata Teguh dalam Kajian Online Majelis Taklim XL yang diikuti Langit7, Ahad (15/1/2022).
Baca Juga: Deretan Hal Penting yang Bakal Jadi Tren di Tengah Resesi Ekonomi
Pada Oktober 2022 lalu, IMF melakukan revisi terhadap pertumbuhan ekonomi dunia, termasuk di dalamnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada 2020 lalu, Indonesia sudah melakukan counter signical untuk mengurangi dampak krisis ekonomi akibat pandemi.
“Yang menjadi masalah, kira-kira penyelesaiannya seperti apa. Paling tidak sistem ekonomi saat ini, rawan terjadi krisis,” kata Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) itu.
Berdasarkan pengalaman krisis ekonomi yang sudah terjadi, resesi ekonomi yang terjadi selama dua tahun berturut-turut harus ‘direset’ untuk memulihkan perekonomian. Mengacu pada sistem ekonomi global, salah satu cara mereset perekonomian yang kerap dilakukan adalah peperangan.
“Apakah sistem resesi global yang akan terjadi ini akan berujung pada peperangan? Kita tidak tahu. Karena ekonomi yang dibangun ini tidak berlandaskan pada ajaran Allah, maka biasanya rawan apabila terjadi krisis,” ujar Imam.
Menurut Teguh, titik awal resesi ekonomi adalah koreksi IMF terhadap semua negara di dunia. IMF memproyeksi, perekonomian global akan mengalami tantangan yang lebih berat pada 2023 dibandingkan tahun lalu. Tantangan perekonomian global akan semakin berat.
Resesi ekonomi memiliki dampak signifikan pada perekonomian masyarakat. Teguh memprediksi nilai tukar dolar akan meningkat. Itu menyebabkan rupiah akan terus melemah, daya beli turun, harga-harga naik atau inflasi, kemungkinan banyak bisnis gulung tikar, dan kinerja investasi tidak tercapai.
Baca Juga: 3 Cara Antisipasi Ancaman Resesi, Langkah Bijak untuk Masa Depan
"Kita ambil contoh saja tentang resesi 2020 kemarin. Dampaknya, bagi UMKM cukup signifikan, 56,8% UMKM buruk kinerjanya 83% terdampak langsung terdampak corona, 64% mengalami penurunan omset 65% mengurangi kapasitas produksi, 50,5% mengurangi jumlah karyawan,” kata Imam.
Dampak dari 2020 kemarin, negara mengeluarkan
counter cyclical dengan mengurangi pengeluaran dan meningkatkan pajak. Namun saat ini, jika terjadi resesi global maka Indonesia tidak berada pada posisi nyaman untuk melakukan
counter cyclical seperti pada 2020 lalu.
“Negara mau biayai pakai apa, nambah utang lagi? Ini yang kemudian banyak ekonom mengatakan gelap. Karena kita belum tau jalan keluarnya kalau itu terjadi. Ini yang mungkin harus kita hadapi,” ujar Teguh.
(jqf)