LANGIT7.ID - , Jakarta -
Crash Course In Romance menjadi drama Korea atau
drakor yang sedang hits saat ini. Serial yang dibintangi Jung Kyung-ho bersama Jeon Do-yeon ini berkisah tentang seorang ibu yang menghadapi realitas kerasnya dunia pendidikan swasta.
Dosen Falsafah dan Agama Universitas Paramadina, Suratno yang juga menggemari drakor menilai Crash Course In Romance adalah drama yang bagus di samping romansa yang menyelimuti Chou Chi-Yeol dan Nam Haen-Seo.
Baca juga: Laris Manis Produk UMKM Jateng Lewat Kegiatan DrakorMenurutnya, drakor ini mengandung kritik sosial, utamanya tentang
Education Fever di Korea.
Education Fever atau demam pendidikan adalah istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi semangat dan dukungan orang tua Korea terhadap pendidikan.
Secara umum, demam pendidikan mengacu pada motivasi keterlibatan orang tua yang kuat guna mendapat pendidikan berkualitas.
“Secara positif, konsep demam-pendidikan menjelaskan salah satu alasan bagaimana Korea memulihkan kekuatan ekonomi setelah perang Korea. Mereka percaya bahwa demam itu jadi kekuatan utama yang mendukung munculnya
SDM berkualitas tinggi,” kata Suratno kepada
LANGIT7.ID beberapa waktu lalu.
Suratno menjelaskan bahwa demam pendidikan orang-orang Korea Selatan berasal dari doktrin yang berorientasi pada pencapaian akademik.
Baca juga: 5 Tokoh Peletak Pondasi Pendidikan Islam Berkualitas di IndonesiaSelain itu, elitisme yang berdasar tradisi pendidikan berbasis Konfusianisme juga turut berkontribusi pada meningkatnya gairah ini.
Kecintaan Korea Selatan terhadap pendidikan berakar pada sejarah. Pada tahun-tahun awal Dinasti Joseon, yang berlangsung dari 1392 hingga 1910.
Mereka yang lulus ujian pegawai negeri sipil dapat masuk ke kelas Yangban yang istimewa dan menjadi seorang aristokrasi terpelajar.
Para penguasa mendirikan pendidikan elit di Akademi Konfusianisme Nasional (Seongkyunkwan). Menurut Suratno, keberadaan institusi elit ini menopang masyarakat birokrasi yang berwibawa secara hierarkis melalui sistem ujian negara (Kwa- Keo).
“Dulu, sistem Kwa-Keo adalah pintu gerbang menuju kesuksesan dalam hidup bagi para Yangban muda,” kata peneliti antropologi ini.
Yangban sendiri berasal dari bahasa Korea yang artinya dua kelompok. Yangban merupakan kelas sosial tertinggi dari Dinasti Joseon yang terdiri dari Munban atau pejabat sipil dan Muban atau pejabat militer.
Baca juga: Peneliti Jerman Kagumi Sistem Pendidikan Pondok Pesantren“Jadi, pendidikan elit Konfusius dan sistem Kwa-Keo tidak dapat dipisahkan. Jika Seongkyunkwan adalah matriks dari institusi Konfusianisme, maka Kwa-Keo adalah tulang punggung pendidikan Konfusianisme,” kata Suratno.
Namun, pada akhir abad ke-19, kata Suratno, pendidikan elit Konfusianisme menurun dalam fungsi tradisional dan mulai mengubah monopoli Yangban menjadi kepentingan rakyat jelata, dengan banyaknya kekuatan asing yang memperkenalkan sistem pendidikan ala Barat.
(est)