LANGIT7.ID, Jakarta - Indonesia kehilangan sosok ulama yang pakar di bidang fikih. Saat umat Islam masih memperdebatkan fikih ibadah, sosok
KH Ali Yafie tampil sebagai pakar mempopulerkan fikih lingkungan atau
Fiqh al-Bi’ah.Intelektual Muda Nahdlatul Ulama (NU), Nadirsyah Hosen, mengenangan KH Ali Yafie sebagai sosok ahli fikih. KH Ali Yafie lahir pada 1926 dan aktif di Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersama Prof KH Ibrahim Hosen pada masa orde baru.
“Kedunya ahli fikih. Keduanya berakrobat secara fikih menjaga agar kebijakan pemerintah Soeharto tidak merugikan dan menyengsarakan umat Islam,” tulis Gus Nadir di akun media sosialnya, dikutip Senin (27/2/2023).
Baca Juga: Kiai Ali Yafie Ulama yang Santun dan Bergaya Hidup SederhanaKeterlibatan Kiai Ali Yafie yang merupakan asli produk pesantren di panggung nasional membawanya pada gagasan Fikih Sosial. Berbeda dengan KH Sahal Mahfud, yang menjadi Ketua Umum MUI dan Rais Aam PBNU, gagasan Fikih Sosial KH Ali Yafie bercorak sturuktural. Sedangkan, KH Sahal lebih bercorak kultural. Namun, muara keduanya sama yakni kemaslahatan umat.
Dulu, kata Gus Nadir, para ulama di PBNU dan MUI sangat menonjol di bidang keilmuan. Karya dan pemikiran mereka jelas terekam dalam tulisan maupun forum ilmiah. Bisa dibayangkan, saat menerima gelar profesor dari Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta pada 1991, KH Ali Yafie sudah berbicara fikih lingkungan hidup.
“Saat umat masih sibuk soal fikih ibadah, beliau sudah melempar gagasan yang melampaui kajian fikih klasik. Sepeninggal abah saya, beliau didaulat menjadi rektor IIQ Jakarta,” kata Gus Nadir.
Baca Juga: Kiai Ali Yafie Ulama yang Santun dan Bergaya Hidup SederhanaMengutip
bincangsyariah, KH Ali Yafie menyuarakan urgensi lingkungan melalui karya ilmiah yang terbit pada 1995 dengan judul Menggagas Fikih Sosial: dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi hingga Ukhuwah.
Dia lalu menjadikan kajian fikih lingkungan itu sebagai diskursus pada 2006 dengan menulis buku berjudul
Merintis Fikih Lingkungan Hidup. Dia aktif mengampanyekan pandangan tersebut, bahkan membuat gebrakan baru dalam bidang hukum Islam.
Dalam buku itu, KH Ali mengembangkan konsep
Maqashid Asy-Syari’ah atau
Cum Maghza. Dia menambah satu komponen maqasid yang awalnya ada lima yakni menjaga agama, jiwa, akal, kehormatan, dan harta (
kulliyat al-khamsah).
Baca Juga: Din Syamsuddin: Kiai Ali Yafie Sosok Ulama yang FakihBukan lagi
al-kulliyat al-khams, tapi
hifdz al-bi’ah yakni perlindungan terkait lingkungan hidup. Ini menjadi gebrakan baru. Dia memandang, tidak kalah penting menjaga keberlangsungan lingkungan. Lingkungan sehat akan menunjang
kulliyat al-khams.Awal Mula Gagasan Fikih LingkunganPemikiran fikih Lingkungan bermula dari kegelisahan KH Ali Yafie yang tidak menemukan wacana lingkungan hidup tidak dibahas dan dikaji secara khusus dalam bab tersendiri. Wacana itu hanya tersebar di berbapa bagian dalam pokok-pokok bahasan literatur fikih. padahal, kesadaran atas lingkungan sangat urgent.
KH Ali mendefinisikan Fikih Lingkungan dengan “Hukum perilaku yang bertanggung jawab atas persoalan perilaku manusia yang berguna untuk mengatur kehidupan bersama, sehingga kemaslahatan dapat terwujud yang berorientasi pada misi konservasi dan restorasi lingkungan.”
Baca Juga: Jenazah KH Ali Yafie Dimakamkan di TPU Tanah Kusir Bakda ZuhurDia memandang, sumber daya alam seperti air, tanah, dan udara sangat diperhatikan oleh Islam untuk kelestarian semua mahluk hidup. Bahkan, dijadikan sebagai sarana penting untuk menyempurnakan iman, karena banyak ibadah berkaitan dengan air.
Maka itu, jika lingkungan hidup tidak terpelihara atau rusak, maka berbahaya bagi komponen dasar kehidupan yakni keselamatan jiwa, keharmonisan keagamaan, perlindungan kekayaan, keturunan, kehormatan, dan kesehatan akal.
KH Ali lalu menegaskan, hukum pelestarian lingkungan hidup adalah fardhu kifayah (kewajiban kolektif). Artinya, semua orang baik individu maupun kelompok dan perusahaan bertanggungjawab terhadap pelestarian hidup, dan harus dilibatkan dalam penanganan kerusakan lingkungan hidup.
Baca Juga: JK Kenang Sosok Kiai Alie Yafie sebagai Ulama Rendah Hati dan Lemah LembutPemerintah sebagai pengemban rakyat lebih bertanggung jawab dan menjadi pelopor atas kewajiban itu. Pemerintah juga memiliki seperangkat kekuasaan untuk menggerakkan kekuatan menghalau pelaku kerusakan lingkungan.
Kewajiban masyarakat adalah membantu pemerintah dalam menyelesaikan masalah lingkungan hidup. Intinya, diskursus fikih lingkungan yang digaungkan KH Ali Yafie beroientasi pada pemeliharaan lingkungan serta menjaganya dari kerusakan dan kepunahan.
(jqf)