LANGIT7.ID, Jakarta - Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia Prof. Rokhmin Dahuri memberikan Kuliah Umum “
Blue Economy sebagai Pondasi Bangsa” kepada mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad di Auditorium Bale Santika, Jumat (10/3/2023).
Kepada mahasiswa, Prof. Rokhmin Dahuri mengatakan bahwa dari perspektif ekonomi, menggapai Indonesia Emas 2045 dapat dilakukan melalui dua hal, yaitu memiliki daya saing dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi.
“Kita harus menghasilkan pertumbuhan ekonomi dengan tiga syarat. Pertama adalah harus lebih besar dari 7 persen per tahun. Kedua, harus berkualitas, artinya harus bisa menerap tenaga kerja lebih banyak. Ketiga, dia harus inklusif, pertumbuhan ekonominya tidak hanya dinikmati oleh segelintir orang, tetapi oleh seluruh rakyat Indonesia secara berkeadilan,” kata Prof. Rokhmin, melansir laman resmi Universitas Padjajaran, Sabtu (11/3/2023).
Baca Juga: Ekonomi Bukan Satu-satunya Indikator Keberhasilan PembangunanSelain syarat tersebut, Prof. Rokhmin juga mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi perlu memperhatikan faktor keberlanjutan. Pada kesempatan tersebut, dirinya mengatakan bahwa Indonesia memiliki modal dasar pembangunan, di antaranya jumlah penduduk yang besar, sumber daya alam yang kaya, serta posisi geoekonomi dan geopolitik yang sangat strategis.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan RI 2001-2004 ini pun menyayangkan penerapan
blue economy di Indonesia yang masih belum optimal, padahal memiliki potensi yang sangat besar untuk pembangunan bangsa. Dia memperkirakan ada sejumlah hal yang mendasarinya. Salah satunya adalah masyarakat Indonesia yang enggan keluar dari zona nyaman.
“Orang Indonesia senang di zona nyaman. Nyaman dengan budi daya konvensional lalu tidak ada pengembanganan,” ujarnya.
Baca Juga: Desa Wisata Dinilai Mampu Mengakselerasi Pemulihan EkonomiProf. Rokhmin Dahuri menilai, masyarakat Indonesia perlu dipaparkan keteladanan atau cerita kesuksesan untuk menghilangkan blok zona nyaman tersebut. Selain itu, Prof. Rokhmin menilai teknologi untuk penerapan konsep tersebut belum optimal. Manajemen pun belum terintegrasi dengan baik, antara pra-produksi, produksi, industri pengolahan atas pascapanen, dan pemasaran. Kebijakan makro dari pemerintah juga perlu dibuat lebih baik.
Prof. Rokhmin juga berpendapat bahwa saat ini di Indonesia belum ada kesepakatan yang pasti mengenai konsep ekonomi biru. Masih banyak penafsiran yang berbeda dari konsep tersebut.
“Konsep ekonomi biru pun harus dikumpulkan, disusun, apa sih kesepakatan kita mengenai ekonomi biru,” ujar Prof. Rokhmin.
(jqf)