LANGIT7.ID, Jakarta - Kasus kekerasan remaja menjadi salah satu isu yang memprihatinkan dan perlu mendapat perhatian serius dari masyarakat dan pemerintah. Kekerasan remaja dapat mengancam keamanan dan kesejahteraan masyarakat, serta mengganggu tumbuh kembang generasi muda.
Selain kasus kekerasan anak mantan pegawai pajak, ada pula kasus pembacokan anak di Sukabumi dengan pelaku tiga anak SMP dan kasus pemaksaan minuman keras yang menyebabkan satu meninggal di Makassar. Selain itu, ramai pula kasus klitih di 0 kilometer Yogyakarta.
Berdasarkan data Sistem Informasi
Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simpfoni PPA), ada 16.106 kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi pada 2022. Polda Metro Jaya mengungkapkan data selama 2022 terdapat 323 kasus kenakalan remaja di Jakarta Selatan.
Baca Juga: Banyak Konten Pornografi di Serial Remaja, Waspadai Dampak BahayanyaWakil Ketua Komisi IX DPR RI, Kurniasih Mufidayati, menilai, beberapa motif fenomena kekerasan remaja terkesan sepele. Ada motif eksistensi, pergaulan bebas, dan dampak buruk informasi di internet.
Institusi keluarga tutur bertanggung jawab untuk melakukan pencegahan terhadap kenakalan dan kekerasan remaja. Penguatan institusi keluarga diperlukan agar kebutuhan tumbuh kembang remaja bisa dipenuhi dalam keluarga.
“Kita mendorong penguatan institusi keluarga. Ini berbagai macam hal mulai dari penguatan ekonomi keluarga, penguatan interaksi antara orang tua dan anak, khususnya yang tumbuh remaja. Kualitas hubungan orang tua dan anak akan mempengaruhi seberapa imun anak saat berada di luar,” kata Kurniasih di Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Baca Juga: Orang Tua Wajib Tanamkan Nilai-Nilai Agama pada Anak RemajaMenurut Kurniasih, para remaja harus diberikan fasilitas tumbuh kembang serta aktivitas yang bisa mewadahi penyaluran eksistensi mereka dalam hal positif. Hal ini dilakukan agar anak remaja tidak bergabung ke komunitas yang bisa meningkatkan angka kekerasan remaja.
“Harus ada solusi yang ditawarkan berupa berbagai jenis wadah eksistensi remaja, mulai dari seni, kelompok hobi, pengembangan minat dan bakat dengan membentuk berbagai komunitas. Jangan sampai justru mereka tergabung dalam grup-grup yang semakin meningkatkan angka kekerasan remaja,” ujar Kurniasih.
(jqf)