LANGIT7.ID-, Jakarta- - Era
digital menawarkan lalu-lintas informasi yang sangat masif. Informasi di belahan dunia bisa didapat melalui satu klik. Maka itu, sangat penting membekali diri dengan etika dan ahlak digital saat berselancar di dunia maya.
Jika tidak memiliki dua bekal tersebut, aktivitas jari yang meng-up date informasi bisa menjadi sumber kecelakaan. Kecelakaan itu disebabkan ketiadaan etika, ahlak, dan keterampilan yang menyebabkan hoaks mudah tersebar.
![Tips Hindari Kecelakaan Digital, Harus Punya Bekal Etika dan Ahlak]()
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan ‘Aisyiyah (LPPA) PP ‘Aisyiyah, Siti Syamsiatun, meminta seluruh lapisan masyarakat membekali diri dengan etika dan ahlak digital.
“Kita tidak ingin menjadi jarimu adalah celakamu, jangan sampai itu terjadi, kita fokuskan dunia digital ini untuk mengakumulasi mobilitas kita untuk kebaikan meraih surga,” kata Siti Syamsiatun dalam acara ‘Aisyiyah Update #3 yang diselenggarakan secara daring, dikutip Selasa (9/5/2023).
Baca juga:
Kisah Serma Riadi Tentara Guru Ngaji dan Lara Hati Anak-anak Pulau BuruSementara, Guru Besar Bidang HAM dan Gender, Siti Ruhaini Dzuhayatin, menjelaskan, dalam menghadapi serbuan informasi media digital, masyarakat membutuhkan digital literacy dan digital mentality.
Saat ini, imbuh Ruhaini, terjadi cultural lag di Indonesia karena masyarakat Indonesia yang memiliki akar budaya sebagai masyarakat yang bertutur melompat menjadi masyarakat visual. Hal itu terjadi karena ada proses atau tradisi membaca yang dilewatkan oleh masyarakat Indonesia.
“Kita mengalami proses melewatkan begitu saja suatu tradisi membaca yang sangat penting sekali, proses membaca yang saya sampaikan ini adalah proses memvisualkan sesuatu, memasukkan dalam pikiran kesadaran, baru mengekspresikan,” ucap dia.
Ruhaini mengemukakan, dalam konteks kehidupan digital saat ini, masih terdapat sisa-sisa pemikiran dari masyarakat yang lebih condong pada tradisi bertutur, yang berpendapat bahwa berbicara tidaklah masalah. Contohnya adalah pernyataan seperti "Saya hanya berbicara, tidak ada yang salah kan?"
“Dalam masyarakat bertutur itu memang tidak masalah karena ucapan akan hilang ditelan angin atau diluapkan, tetapi kalau dituliskan dalam lini masa digital, ini akan menjadi masalah karena jejak digital itu abadi,” ujar Ruhaini.
Menurut pandangannya, banyak masyarakat yang masih memiliki persepsi bahwa dunia digital mirip dengan era teknologi televisi, di mana komunikasinya hanya satu arah. Padahal, sebenarnya dunia digital memiliki karakteristik interaksi dua arah bahkan melalui banyak saluran komunikasi. Oleh karena itu, dia mendorong perlunya dilakukan pembangunan bangsa (nation building).
“Pembangunan nation building ini Sama halnya dengan pembangunan infrastruktur, karena kalau nation building retak, maka bisa menghancurkan seluruh bangunan yang kita miliki,” ujarnya.
(ori)