LANGIT7.ID-, Jakarta- - Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Koentjoro, menyamapaikan,
buku pada era digital saat ini tidak bisa lagi dijadikan alat utama dalam pembelajaran. Lembaga pendidikan harus mengikuti perkembangan zaman agar kualitas pendidikan di Indonesia bisa meningkat.
Perkembangan teknologi digital berjalan begitu pesat dan masif. Itu membawa pengaruh dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satunya budaya membaca buku yang mengalami perubahan besar di era digital saat ini.
Koentjoro menyampaikan, saat ini terlihat adanya kecenderungan penurunan minat membaca, terutama membaca buku pada generasi muda. Itu dipengaruhi keberadaan media sosial yang menawarkan beragam konten yang dikemas menarik secara audio dan visual serta up to date. Itu menjadikan lebih banyak digemari sebagai media pencarian informasi dibandingkan buku cetak.
Baca juga:
4 Poin Hasil Pertemuan PP Muhammadiyah dan PBNU"Digitalisasi ini sebenarnya bisa kita sikapi untuk back to nature yaitu kembali ke tradisi budaya tutur. Membaca memang bukan kultur masyarakat kita, tetapi budaya tutur. Secara sistem dan di keluarga diajari kembali untuk merenung dan titen (hasil berulang-ulang mempelajari tanda-tanda alam)," papar Koentjoro di laman resmi UGM, dikutip Jumat (26/52023).
Koentjoro mengingatkan, buku bukan lagi sebagai alat utama pembelajar masyarakat maupun lembaga pendidikan. Namun, buku menjadi salah satu referensi dalam pencarian informasi maupun memahami persoalan.
"Belajar bukan hanya buku. Buku-buku tersebut hanyalah referensi, bukan yang utama," ujarnya.
Dia menjelaskan, membaca tulisan maupun buku menghasilkan manusia yang cerdas dan menjadikan berpikir secara rasional. Namun, dia mengingatkan lagi, buku bukan alat utama pembelajaran.
"Meskipun buku memberikan beragama informasi, namun tidak mengajarkan untuk berpikir kritis, karena tidak terjadi dialog di dalamnya untuk menjawab berbagai keingintahuan pembacanya," ungkapnya.
(ori)