LANGIT7.ID-, Jakarta- - Komisi Fatwa
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa terbaru No.38/2023 tentang Hukum Wanita Menjadi Khatib dalam Rangkaian Shalat Jumat.
Fatwa tersebut menegaskan, shalat Jumat yang khutbahnya dilakukan wanita di hadapan laki-laki hukum khutbah dan shalat Jumatnya tidak sah.
Fatwa yang ditetapkan pada 13 Juni 2023 ini dikeluarkan MUI untuk menjawab keresahan masyarakat. Hal itu bermula dari pernyataan pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun, Panji Gumilang, dalam cuplikan video menyebut wanita boleh menjadi khatib saat shalat Jumat.
Baca juga:
Musuh Masyarakat, MUI Minta Khatib Jumat Sampaikan Bahaya Narkoba"Karena itu, MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum wanita menjadi khatib dalam rangkaian shalat Jumat sebagai pedoman," kata Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorum Niam Sholeh, melalui keterangan pers, Jumat (23/6/2023).
Dalam fatwa tersebut disebutkan, shalat Jumat merupakan kewajiban muslim laki-laki dan mubah (boleh) dilakukan oleh muslimah. Di dalam shalat Jumat, ada salah satu rukun yang bernama khutbah. Sebagai rukun, maka khutbah memiliki kedudukan begitu penting dan tidak dapat ditinggalkan.
"Khutbah merupakan bagian dari ibadah mahdlah yang harus mengikuti ketentuan syariat di antaranya harus dilakukan oleh laki-laki, khutbah Jumat yang dilakukan wanita di hadapan jamaah laki-laki hukum khutbahnya tidak sah," ujar Kiai Niam.
Hal itu dikarenakan posisi sebagai rukun shalat Jumat, maka khutbah yang dilakukan wanita di hadapan laki-laki juga membuat hukum shalat Jumatnya tidak sah.
“Meyakini bahwa wanita boleh menjadi khatib dalam rangkaian shalat jumat di hadapan jamaah laki-laki merupakan keyakinan yang salah, wajib diluruskan, dan yang bersangkutan wajib bertaubat,” ungkap Guru Besar UIN Jakarta itu.
Baca juga:
Arab Saudi Ingatkan Jemaah Haji Tak Terjebak PenipuanMelalui fatwa tersebut, MUI mengimbau umat Islam berpegang teguh pada ajaran agama yang lurus dan mewaspadai berbagai bentuk penyimpangan.
“Umat Islam diharapkan berhati-hati dalam memilih tempat Pendidikan untuk anak-anak mereka dan negara wajib menjamin perlindungan terhadap ajaran agama dari penyimpangan, penodaan, maupun penistaan, ”ujar Kiai Niam menyampaikan isi fatwa tersebut.
(ori)