LANGIT7.ID-, Jakarta- - Haid dan janabah merupakan
hadats besar. Hadats ini menyebabkan seseorang tidak boleh melakukan shalat yang diwajibkan kepada setiap muslim sampai menyucikan diri dengan mandi wajib. Mandi wajib itu untuk mengangkat dua hadats besar tersebut.
"
Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati salat ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula (kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali sekedar melewati jalan saja, sebelum kamu mandi (mandi junub)." (QS An-Nisa: 43)
"Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, 'Itu adalah sesuatu yang kotor.' Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri." (QS Al-Baqarah: 222).
Baca juga:
Kunci Kebahagiaan Seorang Muslim, Bersahabat dengan MusibahPimpinan AQL Islamic Center, KH Bachtiar Nasir (UBN), menjelaskan, mengenai wanita yang sedang haid lalu junub, atau junub tetapi belum sempat mandi lalu kedatangan haid, maka para ulama berbeda pendapat.
"Apakah ia tetap wajib mandi janabah (dalam keadaan ia sedang haid), ataukah boleh menundanya sampai ia suci dari haid baru kemudian ia mandi dengan niat menghilangkan kedua hadats tersebut sekaligus, yaitu janabah dan haid," kata UBN dalam kajian di AQL Islamic Center, Tebet, Jakarta Selatan, dikutip Jumat (14/7/2023).
Jumhur ulama berpendapat, wanita tersebut tidak harus segera mandi janabah. Ketika suci nanti cukup baginya satu kali mandi untuk mengangkat kedua hadats tersebut. Hal itu berdasarkan bahwa Nabi Muhammad SAW ketika junub berulang-ulang karena menggauli para istrinya hanya mandi sekali saja.
عَنْ أَنَسٍ ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، ” كَانَ يَطُوفُ عَلَى نِسَائِهِ ، بِغُسْلٍ وَاحِدٍ
"Anas RA meriwayatkan bahwa Nabi SAW mendatangi istri-istri beliau (untuk menggauli mereka) dengan sekali mandi.” (HR Muslim).
Begitu juga jika seseorang berhadas kecil yang beragam seperti keluar angin, kencing atau buang air besar. Maka dia wajib berwudu sekali saja untuk semua hadats kecil tersebut.
Dalam kitabnya al-Umm, Imam Syafi’i menjelaskan, jika seorang wanita junub kemudian haid sebelum sempat mandi janabah, maka tidak perlu mandi janabah pada waktu haidnya itu. Itu karena mandi wajib saat hadi dianggap tidak suci.
"Jika haidnya berhenti maka cukup baginya mandi sekali. Begitu juga kalau ia bermimpi pada waktu sedang haid cukup baginya mandi sekali untuk semua itu dan ia tidak harus segera mandi. Meskipun ia sering bermimpi maka ia hanya diwajibkan mandi sekali ketiak haidnya berhenti," ungkap UBN.
Baca juga:
Bisnis, Sunnah Rasul yang Terabaikan!Ibnu Qidamah dalam kitab al-Mughni juga menjelaskan, apabila wanita haid mengalami janabah maka tidak wajib mandi sampai selesai haidnya. Demikian dinyatakan Imam Ahmad. Ini juga merupakan pendapat Ishaq.
"Karena dengan mandi pun hukum-hukum yang ada tidak bermanfaat baginya. Namun bila ia mandi janabah dalam masa haidnya, mandinya sah dan hilang hukum janabah darinya. Imam Ahmad juga mengatakan, (dengan mandi itu) hilang janabahnya, namun haidnya tidak hilang sampai berhenti darahnya," tutur UBN.
Sedangkan, sebagian ulama seperti hasan al-Basri dan Imam al-Nakh’i berpendapat, seharusnya dia mandi, jika tidak maka saat haidnya berhenti nanti harus mandi dua kali, yaitu untuk haid dan untuk janabah.
"Tetapi, bagi yang mengikuti pendapat wanita haid boleh membaca Al-Qur'an dari hafalannya, sedangkan orang yang sedang junub tidak boleh sama sekali membaca Alquran, maka tentu di sini wanita yang sedang haid lalu junub seharusnya mandi untuk mensucikan dirinya dari janabah sehingga ia bisa membaca Al-Qur'an," ujar UBN.
(ori)