LANGIT7.ID-, Jakarta- - Sociopreneurship menjadi tema yang mendapat perhatian khusus dalam konteks Ekonomi Islam di era ekonomi digital yang semakin berkembang. Kehadiran Sociopreneurship, yang menggabungkan aspek sosial dan kewirausahaan, tidak hanya berpotensi mengubah paradigma bisnis, tetapi juga memberikan kontribusi positif pada masyarakat dan ekonomi secara keseluruhan.
Dalam lingkungan bisnis yang terus berubah, penekanan pada nilai-nilai Islami dan pemberdayaan sosial menjanjikan peluang baru bagi inovasi ekonomi yang berpihak pada kemaslahatan bersama.
CEO Bayibunda, Ichlasul Amal Rangga Winata, ketika seseorang melakukan bisnis berdasarkan minat, maka saat menjalankan bisnis akan terasa nyaman dan tidak ada tekanan.
Baca juga:
Soal Pop Up Virus di M-Banking, BCA: Jangan Klik ApapunMenurut dia, bisnis memiliki tiga syarat, yaitu bisnis itu harus besar, menguntungkan, dan berkelanjutan. Dalam menjalankan bisnis, penting untuk memiliki orang yang menjadi generalis dan spesialis. Hal ini akan memastikan setiap aspek dalam bisnis dapat ditangani dengan baik dan berjalan sesuai porsinya.
“Kalau saya melihat potensi. Saya orang generalis bukan spesialis. Maka ketika saya membuka bisnis saya harus gandeng orang yang spesialis. Apa yang tidak mereka pegang itulah yang saya handle. Dan yang penting kita juga harus tau diri kita ini termasuk generalis atau spesialis untuk menjalankan bisnis itu,” kata dalam seminar bisnis Islam yang digelar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Unair yang digelar secara daring, dikutip Selasa (25/7/2023).
Dia menjelaskan, berkembangnya media sosial menjadi strategi bisnis yang menjanjikan. Setiap konten bisa disaksikan oleh jutaan orang. Berbagai kegiatan sosial terus digaungkan untuk memberikan kesejahteraan masyarakat, termasuk usaha sociopreneurship.
Sementara, Founder Malang Cerdas, dr Gamal M Biomed, menerangkan, sociopreneur bukan lahir dari masalah, tapi hasil pemikiran dari seorang ambisius. Dari proses empati dan eksplorasi menjadi inspirasi untuk dapat diadopsi.
Ide tersebut memanglah tantangan dengan mahalnya eksekusi yang harus dilakukan. Jadi buatlah bisnis yang tidak hanya untuk menarik perhatian, tapi juga memberikan dampak positif bagi orang lain.
“Jangan impress people, but Impact people to survive. Jadilah orang yang tetap low profile dengan high impact,” tutur wirausaha sosial itu.
Menjadi seorang pebisnis dengan kesadaran sosial tinggi tentu harus tangguh menghadapi dilema yang terjadi. Banyak yang tidak dapat bertahan karena tak adanya konsistensi menjalankan bisnis yang berkelanjutan.
Bahkan, sebagian besar kembali terjun ke dalam dunia bisnis konvensional. Dampak luas sosial akan lebih terasa dengan besarnya perusahaan tersebut.
“Semakin besar perusahaan semakin banyak yang kamu dapat bantu. Yang membedakan kamu seorang sociopreneurship adalah kesadaran dampak sosial yang tinggi,” kata dr Gamal.
Baca juga:
Konferensi Internasional Antar Mazhab di Teheran Gagas Ummatan WahidatanSociopreneurship dapat berjalan melalui beberapa skema yang dilakukan untuk memutar usahanya. Beberapa badan usaha sosial dapat berjalan tak hanya mengandalkan donasi semata. Mereka memiliki pendapatan mandiri lewat usaha sampingan yang berjalan dengan dampak yang berkelanjutan.
“Tak hanya itu, sistem fee for service dengan menggunakan jasa usaha misalkan dari anak jalanan maupun subsidi bagi low cost client juga merupakan wujud usaha berbasis sosial,” paparnya.
Dalam memulai bisnis tentu saja kita dapat mencari modal usaha seperti dari dana pribadi, kompetisi bisnis, maupun crowdfunding. Perlu diperhatikan juga beberapa faktor agar bisnis rintisan dapat terus berjalan.
“Banyak usaha startup rintisan karena ternyata mereka no market, kehabisan uang, dan timenya gak tepat,” ujarnya. Dia mengatakan bisnis sosial harus memiliki misi dan solusi. “Bekerjalah dalam sunyi dan muncul dalam keberhasilan.”

(ori)