LANGIT7.ID-, Jakarta- - Peneliti di Institut Pemikiran dan Peradaban Islam (InPAS), Ahmad Kholili Hasib, menilai pemikiran Prof. Syed M Naquib al-Attas (Prof. al-Attas) diperlukan umat Islam zaman ini. Kesadaran tentang pemikiran cendekiawan muslim berusia 92 tahun itu mulai tertanam tumbuh dalam benak para ilmuan dan tokoh-tokoh.
Prof Al-Attas konsisten membicarakan problem sekularisme sejak lebih 40 tahun lalu. Gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer dia sampaikan pada konferensi Internasional Pendidikan Islam di Makkah, 31 Maret - 8 April 1977.
Pada saat itu Prof. al-Attas menulis paper penting berjudul "Preliminary Thoughts on the Nature of Knowledge and Definition and Aims of Education". Di konferensi tersebut Prof. al-Attas sudah menawarkan konsep-konsep pemikirannya tentang worldview Islam, pendidikan, adab, Islamisasi, universtas Islam, dll.
"Semua karya beliau hingga kini konsisten pada wacana-wacana yang telah beliau bicarakan sejak empat puluh tahun lalu," kata Kholili melalui media sosialnya, dikutip Sabtu (5/8/2023).
Beberapa ilmuan terinspirasi dengan gagasan Prof Al-Attas sejak konferensi tersebut. Terutama gagasan islamisasi ilmu pengetahuan dan pentingnya umat Islam memiliki universitas yang benar-benar berdasarkan konsep Islam.
Buku-buku yang ditulis oleh Prof Al-Attas sangat khas. Menurut Kholil tidak ada kalimat dalam semua buku-buku Prof Al-Attas yang tidak penting. Setiap kalimat yang ditulis penting dan hasil renungan kontemplasi ilmu yang tinggi.
Pada Sabtu (29/7/2023), Prof Al-Attas meluncurkan buku terbaru berjudul "Islam The Covenants Fulfilled" di Kuala Lumpur. Peluncuran buku tersebut dihadiri sekitar seribu akademisi dari berbagai negara. Suatu jumlah yang sangat besar dalam event kajian pemikiran Islam tingkat tinggi.
Menurut Kholil, buku terbaru Prof. al-Attas yang dilaunching merupakan tahapan paling penting dalam jihad ilmiah ini. Prof. al-Attas kembali menjelaskan konsep Islam dengan penjelasan yang lebih mendalam.
Prof Al-Attas menjelaskan alasan buku ini perlu ditulis. Masih ada sarjana muslim terkemuka yang keliru memahami Islam. Prof Al-Attas memberikan hujjah penting bagi mereka yang keliru memahami Islam.
Di antaranya, ada di antara sarjana yang masih menyamakan Islam dengan agama-agama lain. Prof Al-Attas menegaskan, term "al-Islam" baru ada setelah al-Qur'an diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw. Istilah "al-Islam" belum digunakan sebagai sebuah nama agama sebelum Nabi Muhammad Saw diutus.
"Kesalahan sebagian sarjana muslim adalah memaknai 'al-Islam' hanya dari segi harfiyah saja. Dengan maksud, bahwa agama Yahudi dan Nasrani pun termasuk Islam. Kesalah pahaman ini berarti mengecilkan makna 'al-Islam'. Yaitu sebagai 'millah' saja. Bukan 'din'," ujar Kholil.
Millah lebih tepat dirujukkan kepada nabi-nabi sebelum nabi Muhammad. Kedatangan Nabi Muhammad SAW dengan membawa risalah yang diberi nama langsung oleh Allah yaitu 'al-Islam' menyempurnakan millah-millah sebelumnya. Maka itu, Islam merupakan 'din' yang sebenarnya.
Prof. al-Attas telah melakukan penelusuran tentang istilah 'din'. Para ahli tafsir dan lain-lain selalu menggunakan kata tunggal "din". Adapun istilah "adyan" (din yang banyak) adalah istilah yang baru belakangan digunakan.
"Maknanya, hanya ada satu 'din' yang benar. Yaitu din al-Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW,' ujar Kholili.
Nabi-nabi terdahulu seperti Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan Nabi Isa disumpah untuk mengakui akan adanya Nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW. Mereka bahkan berdoa untuk dijadikan sebagai bagian Muslimin.
Penjelasan demi penjelasan dalam buku terbaru Prof. al-Attas ini tentu saja menarik dan lebih mendalam jika diurai satu persatu isu di dalamnya. Terkait dengan berbagai aspek perkara. Khususnya metafisika.
Hal itu karena terkait dengan berbagai isu dan sangat mendalam, maka buku ini perlu dibaca dengan merujuk kepada penjelasan orang yang cukup paham pemikiran Prof. al-Attas. Agar isu yang dipahami utuh, tidak terpotong-potong.
Isu-isu yang terdapat dalam buku ini merupakan pemikiran tinggi. Tidak sederhana. Salah satu karakteristiknya adalah pemikiran Prof. al-Attas merupakan pemikiran masa depan. Gagasan Prof Al-Attas hadir pada saat umat Islam sedang membutuhkan jawaban.
"Barangkali sudah ada beberapa ilmuan Muslim yang menjawab isu sekularisme. Tetapi, jawaban Prof. al-Attas lebih rinci, mendalam dan masuk ke jantung isu persoalan sesungguhnya," ungkap Kholili.
Dunia Islam zaman ini dipenuhi dengan persoalan-persoalan yang bermuara kepada faham sekularisme. Prof. al-Attas berhasil menemukan inti masalah umat Islam yaitu: loss of adab.
Khusus untuk kalagan intelektual dan akademisi, pemikiran Prof. al-Attas lebih dibutuhkan lagi. Sebab persoalan sekularisme menyelimuti dunia Islam dibawa oleh para sarjananya.
Sekularisasi ilmu pengetahuan telah mencengkeram dunia selama kurang lebih empat abad ini. Banyak ulama dan ahli ilmu di dunia Muslim resah dengan sekularisasi ini. Prof. al-Attas datang di abad kedua puluh memberi jawaban dengan gagasan emasnya; islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer.
Pada abad ke-5 H, dunia Islam ditantang dengan meluasnya pengaruh falsafah Yunani. Banyak ulama yang resah. Ahli ilmu Muslim terbelah menjadi dua; menolak secara mutlak dan menerima secara mutlak.
Datanglah imam al-Ghazali. Menulis jawaban dalam kitab khusus; "Tahafut al-Falasifah". Sebuah jawaban yang belum pernah terpikir oleh fuqaha, mutakallim, dan ulama-ulama sebelum beliau. Dunia ilmu pengetahuan Islam pasca imam al-Ghazali kembali normal.
Prof Al-Attas pernah mengatakan bahwa dunia Islam pada zaman ini mirip dengan keadaan yang pernah dialami pada zaman imam al-Ghazali. Maka, menurut beliau, formula yang dibuat imam al-Ghazali untuk mengobati penyakit pemikiran dapat digunakan untuk menyelesaikan problem-problem zaman ini.
"Secara umum, formula yang digagas oleh Prof Al-Attas adalah formula yang memiliki kemiripan dengan kerja yang pernah dibuat imam al-Ghazali," tutur Kholili.
Umat Islam zaman ini sangat memerlukan sosok Prof Al-Attas. Pemikiran, ide, gagasan dan wacana yang dibuat Prof Al-Attas perlu disebarkan di dunia Islam. Dengan pemahaman yang baik. Melalui sanad ilmu yang terhubung kepada beliau.
"Prof Al-Attas telah menanam benih-benih yang hari ini mulai terlihat pertumbuhan pentingnya. Di masa depan, benih-benih itu menjadi besar hingga berbuah banyak. Menjadi bagian dari benih-benih tersebut adalah suatu anugerah besar dari Allah SWT," ungkap Kholili.

(ori)