LANGIT7.ID-, Jakarta- - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, KH Asrorum Niam, mengungkapkan, kehadiran Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan nikmat yang harus disyukuri.
Rasa aman dan tenteram yang dialami masyarakat Indonesia dalam menjalankan aktivitas keagamaan dengan baik merupakan kondisi yang harus disyukuri. Menurut dia, ada tiga hal yang bisa dilakukan sebagai wujud tasyakkur kemerdekaan.
Tiga bentuk tasyakkur kemerdekaan tersebut di antaranya:
1. Melaksanakan Jihad Digital
Perjuangan kemerdekaan Indonesia diraih dengan perang menghadapi penjajah. Kini, kata Niam, medan perjuangan ada di dunia digital. Maka itu, setiap muslim perlu memanfaatkan teknologi digital dengan positif untuk mempercepat lahirnya peradaban.
"Menghindarkan diri dari penyalahgunaan media digital untuk penyebaran hoax, ujaran kebencian, terlebih menebar fitnah dan kebohongan. Jika kita memperoleh sesuatu informasi, maka kita wajib untuk klarifikasi," kata Niam saat menyampaikan khutbah Jumat di Masjid Istiqlal Jakarta, Jumat (11/8/2023).
Menurut Niam, setiap muslim perlu menjadi mujahid digital. hal itu untuk memastikan seluruh konten digital berisi hal yang baik dan bermanfaat. Setiap konten yang diproduksi atau disebar lewat jemari merupakan konten yang mempersaudarakan, bukan memecah belah.
"Konten yang mendatangkan manfaat, bukan mafsadat, konten yang mengajak kebaikan, bukan mengejek dan menjelekkan, menjauhi prasangka, apalagi ghibah, fitnah, dan dusta," tutur Niam.
Dalam konteks ini, Nabi Muhammad SAW memerintahkan umatnya untuk bertutur kata yang baik, membuat meme yang baik, mengapload konten digital yang baik, serta menjadikannya sebagai salah satu indikator keimanan kepada Allah.
Dari Abi Hurairah RA dari Rasulullah saw beliau bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Menjaga Kesepakatan Nasional
Masyarakat Indonesia perlu menjaga kesepakatan nasional dengan mentaati aturan yang tidak bertentangan dengan syariat. Saat ini, era penjajahan fisik telah berlalu, tetapi agresi dalam bentuk lain tetap mengancam, seperti dalam bidang pemikiran, ekonomi, pendidikan, moral, sosial, dan budaya.
Berbagai skenario pelemahan eksistensi negara dilancarkan secara sistematis. Misalnya dengan melakukan perubahan peraturan perundang-undangan yang secara jangka panjang akan memperlemah negara.
Jihad konstitusi untuk memastikan tetap tegaknya NKRI dengan dasar Pancasila dan UUD 1945, dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Setiap aturan yang bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa harus ditolak, karena itu berarti membelokkan tujuan kemerdekaan Indonesia.
"Hal yang baik kita jaga dan kita pertahankan, sementara hal yang buruk kita koreksi dan kita perbaiki," ujar Niam.
Tatanan masyarakat bangsa yang semakin terbuka meniscayakan terjadinya kontestasi dan perang pengaruh, di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Munculnya kampanye LGBT, perkawinan sesama jenis, perkawinan beda agama, penodaan agama atas nama kebebasan.
"Di bidang ekonomi, muncul tantangan liberalisme ekonomi yang mengancam prinsip keadilan. Terkait dengan hal ini, perlu jihad konstitusi dalam upaya memperkokoh kedaulatan bangsa dan negara," ungkap Niam.
NKRI pada hakekatnya adalah wujud perjanjian kebangsaan (al-mitsaq al-wathani) yang berisi kesepakatan bersamabangsa Indonesia. Hal itu ditempuh melalui serangkaian perjuangan panjang yang dilakukan oleh para pejuang, terutama para ulama dan syuhada.
Perjuangan tersebut dilakukan demi mengikhtiarkan terwujudnya tata aturan yang menjamin terpeliharanya keluhuran agama serta kesejahteraan bagi penduduk negara-bangsa ini. Maka itu, setiap rakyat Indonesia memiliki kewajiban untuk menjaga komitmen dan kesepakatan tersebut.
Sebagaimana tuntunan baginda Nabi Muhammad SAW, “Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda: Setiap Muslim terikat atas syarat-syarat (yang telah disepakati).” (HR. Abu Dawud dan Al-Hakim)
Demikian juga, rakyat Indonesia memiliki kewajiban untuk mentaati perintah ulil amri, sebagai hasil kesepakatan nasional, melalui pemilihan umum, sepanjang kebijakannya tidak menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.
Dalam hal perkawinan, undang-undang sudah secara jelas mengatur bahwa perkawinan dilaksanakan antara laki-laki dan perempuan, serta dinyatakan sah jika dilaksanakan sesuai dengan ketentuan agama.
Maka itu, tidak ada ruang praktek perkawinan sejenis dan perkawinan beda agama di wilayah negara kesatuan republik Indonesia. Atas dasar itu pula, Mahkamah Agung, pada 17 Juli 2023 menerbitkan Surat Edaran Nomor 2/2023 yang intinya Pengadilan tidak boleh mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan.
"Ini sejalan dengan UU Perkawinan," ungkap Niam.
3. Berpartisipasi dalam Pembangunan dan Perbaikan
Setiap individu harus komitmen untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan terus melakukan perbaikan. Tidak lama lagi bangsa kita akan hajat politik lima tahunan, pemilihan umum untuk memilih Presiden dan anggota DPR serta DPRD.
"Dalam rangka meneruskan perjuangan kemerdekaan, kita memiliki tugas dan tanggung jawab untuk berpartisipasi dan mewujudkan kondisi yang harmonis serta tetap penuh persaudaraan," jelas Niam.
Pemilihan umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa. Memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan kepemimpinan dalam kehidupan bersama.
Sementara itu, kepemimpinan dalam Islam menghajatkan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan agama agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat. Kita memiliki kewajiban untuk menggunakan hak pilih dengan memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kemaslahatan umum.
"Hak pilih yang dimiliki setiap individu kita sebagai muslim adalah amanah, yang harus ditunaikan secara baik sebagai wujud tanggung jawab ketuhanan dan tanggung jawab kebangsaan," ungkap Niam.
Menurut Niam, semua itu merupakan bagian tugas dan tanggung jawab setiap muslim, untuk terus berkontribusi dalam menumbuhkan jiwa kepahlawanan, sesuai dengan kedudukan dan kompetensi kita masing-masing.
"Sebaik-baiknya kita adalah yang paling mendatangkan manfaat bagi sesama," tutur Niam.
(ori)