LANGIT7.ID-, Jakarta- - Islam memiliki ajaran yang sempurna. Bahkan, standar kebaikan dalam Islam tidak ditentukan satu variabel saja. Dalam menjaga kebaikan para ulama berkata, seseorang itu tidak disebut alim atau sholeh apabila ia tidak detail soal (mengelola) harta.
"Kalau setan mengetahui bahwa seseorang itu makan makanan haram, maka setan tidak akan bekerja keras dalam menggodanya. Dengan demikian, menjaga makanan yang dikonsumsi agar terhindar dari hal yang haram adalah penting," kata Founder Formula Hati, Ustadz Muhsini Fauzi, dalam kajian tematik yang disiarkan secara daring, dikutip Rabu (6/9/2023).
Ustadz Fauzi menjelaskan, orang yang dikatakan baik berfokus kepada ibadah. Namun, orang tersebut harus dipertanyakan lagi dari sisi akhlak. Menjadi orang baik perlu kerja keras. Bahkan, menjadi orang shaleh punya kerja keras tersendiri.
"Salah satu konten menjadi orang baik adalah bahwa seseorang harus menpunyai peran untuk memperbaiki keadaan. Tidak sempurna kebaikan seseorang itu tatkala tidak bisa memperbaiki keadaan," ucap Ustadz Fauzi.
Baca juga:
Putri Ariani Tampil Bak Diva di AGT 2023, Kenakan Gaun Sequin dan Hijab TurbanRasulullah SAW pernah mengingatkan, manusia akan binasa jika banyak orang shaleh tetapi banyak juga keburukan di sekitarnya. Artinya, tidak cukup menjadi orang baik saja tatkala tidak mengambil peran menjadi orang baik.
"Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash Shaff: 2-3).
Makna Ayat tersebut tidak menunjukkan seseorang yang tidak mengamalkan ilmunya berarti telah meninggalkan amar ma'ruf nahi munkar secara total. Tapi, ayat itu hanya menunjukkan ketercelaan karena seseorang meninggalkan dua kewajiban.
Manusia memiliki dua kewajiban yaitu memerintahkan (mendakwahi) orang lain dan mengajak pula diri sendiri. Jika seseorang meninggalkan salah satunya, maka bisa saja dia meninggalkan yang lain.
"Yang sempurna memang seseorang melakukan kedua-duanya. Jika kedua-duanya ditinggalkan berarti itu kekurangan yang sempurna. Jika hanya menjalankan salah satunya, berarti tidak mencapai derajat pertama (derajat kesempurnaan), namun tidak tercela seperti yang terakhir (derajat ketidaksempurnaan)," ujar Ustadz Fauzi.
Ustadz Fauzi menjelaskan, kualifikasi orang sholeh atau orang baik di antaranya akidahnya benar, tindakan hukum dan muamalahnya benar, pemikirannya islami, dan akhlaknya mulia. Orang yang mendakwahkan kebaikan, apabila dikatakan muslih dan shaleh, maka dia mampu berbuat kebaikan di sekitarnya dan sanggup mengubah keadaan menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Lalu, mengapa tidak cukup menjadi orang baik?
Hal itu dikarenakan kebaikan dan keburukan tidak pernah berada dalam keadaan steril. Cara terbaik mempertahankan kebaikan adalah mengembangkan kebaikan. Salah satu hikmah dalam mengembangkan kebaikan yaitu orang-orang kafir tidak sempat mengembangkan pengaruhnya.
"Tentang besarnya pahala yang menyebarkan kebaikan. Ibarat mendapatkan pahala kebaikan seperti air bah," ucap Ustadz Fauzi.
Dakwah dalam agama tidak boleh tasyaddud dan tasahul. Tasyaddud berarti terlalu kencang atau keras, sehingga semua serba tidak boleh dan hanya dirinya yang boleh. Seorang muslim tidak boleh tasyaddud (memberat-beratkan) urusan lebih-lebih urusan fiqih.
Dalam sejarah, orang shaleh tidak dimusuhi orang, tapi orang baik yang menyebar kebaikan akan banyak dimusuhi orang lain. Menjadi orang shaleh itu pilihan, tapi kewajiban seorang muslim harus menjadi orang muslih.
"Kelelahan menjadi orang muslih untuk menjadi sholeh buat diri sendiri itu jauh lebih berat dibanding lelahnya menjadi muslih dalam mengajak kebaikan kepada orang lain," ucap Ustadz Fauzi.
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ
"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah." (QS Ali-Imran: 110)
Baca juga:
KH Miftachul Akhyar: Semua yang Kita Miliki Harus Ada InfaqnyaSeorang muslim yang hendak meraih keistimewaan tersebut, maka harus memenuhi syarat yang ditetapkan Allah. Syarat yang dimaksud adalah amar ma'ruf nahi munkar. Perintah amar ma'ruf nahi munkar bisa ditemuka di banyak ayat dalam Al-Qur''an.
Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk mengambil peran menjadi penyeru kebaikan. Persiapan itu dilakukan untuk naik kelas dari orang baik menjadi orang muslih. Di antaranya; pertama, berniat mengambil peran di area ini. Berniat menapaki jejak Nabi karena jejak Nabi adalah berdakwah.
Kedua, mau berkomitmen untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas ilmunya. Ketiga, tidak berhenti memperbaiki diri karena dalam berdakwah tidak ada yang sempurna sehingga kita mau terus untuk memperbaiki diri. Keempat, kalau ketiga persiapan ini bisa dijalankan, maka insya Allah kita akan bisa mengambil peran sebagai muslih.
"Fokus di dalam dakwah itu adalah bagaimana bisa mengubah keadaan menjadi lebih baik. Esensi dari dakwah yaitu bagaimana terjadi perubahan. Oleh karena itu, kita harus mencari cara & metode yang bagus sehingga hasilnya maksimal," ujar Ustadz Fauzi.
Ada lima variabel dalam berdakwah yang harus diperhatikan. Pertama, pelaku dakwah. Pelaku Dakwah hanya sukses kalau yang dibawa hukum-hukum Allah, maka jadilah orang yang mempunyai kepribadian yang mempunyai kapasitas besar. Menjadi Dai itu pun harus mempesona.
Kedua, memahami objek Dakwah. Orang yang kita ajak dalam berdakwah adalah paling dekat dahulu, minimal kepada keluarga dan orang-orang sekeliling. Ketiga, memahami tujuan dakwah. hal yang harus engkau capai dalam berdakwah adalah mengajak pada kebaikan. Keempat, metode atau cara dakwah, yakni penuh hikmah dan ketepatan dalam menemui cara. Kelima, materi atau konten dakwah.
"Rumus Dakwah, kalau ada orang yang menolak dakwahmu, maka koreksi dirimu dalam berdakwah. Kita mulai berdakwah dengan memberikan peringatan kepada orang yang terdekat yaitu keluarga kepada suami atau isteri dan anak-anak," ujar Ustadz Fauzi.

(ori)