LANGIT7.ID-, Jakarta- - Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) menolak lingkungan pesantren dijadikan lokasi kampanye politik. Hal itu diputuskan dalam merespons pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Direktur P3M, Sarmidi Husna mengatakan, seluruh pengasuh pesantren di Indonesia bersepakat, kegiatan kampanye politik di pesantren akan berdampak negatif. Dampak negatif itu terkhusus kepada para santri dan para alumni.
"Para pengasuh pesantren, menolak pelaksanaan kampanye di lingkungan pesantren dengan mempertimbangkan madaratnya jauh lebih besar daripada kemanfaatannya," ujar Kiai Sarmidi melalui keterangan resmi yang diterima Langit7.id, Selasa (26/9/2023).
Alasan itu didasari atas pengalaman yang selama ini terjadi. Kampenye di pesantren hanya untuk mendulang suara saja, bukan untuk pendidikan politik. Maka itu, pimpinan pondok pesantren sepakat menolak kampanye politik di lingkungan pesantren.
"Situasi ini menurut para pengasuh pesantren bisa menimbulkan gejolak dan ketegangan, baik antar pesantren, alumni pesantren maupun masyarakat secara luas," kata Sarmidi.
Baca juga:
Perobekan Alquran di Den Haag, MUI Ajak Semua Pihak Cegah IslamophobiaKeputusan itu diambil dalam Halaqah Nasional Pengasuh Pesantren bertema "Fiqih Siyasah: Penguatan Kemandirian Pesantren untuk Stabilitas Nasional" di Pesantren Al Muhajirin Purwakarta, Jawa Barat pada 22-24 September 2023.
Sarmidi melanjutkan, meski Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa fasilitas lembaga pendidikan boleh digunakan untuk kampanye, termasuk pesantren, namun pelaksanaannya tetap harus dengan izin dari penanggung jawab atau pengasuh pesantren.
Dia mengatakan, para pengasuh pesantren juga meminta pemerintah untuk bisa memfasilitasi penguatan infrastruktur dan ekosistem digital di pesantren secara menyeluruh. "Saat ini transformasi digital bukan lagi pilihan, tapi telah menjadi keharusan, sementara pesantren saat ini masih belum melek dunia digital," katanya.
Sarmidi juga meminta agar pemerintah mempertimbangkan kembali soal pembebanan pajak pondok pesantren yang dinilai memberatkan. Itu karena pesantren selama ini memiliki kontribusi besar terhadap negara dalam mencerdaskan anak bangsa.
“Alih-alih mendapatkan reward dari pemerintah, justru pesantren malah dibebani dengan membayar pajak, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah," katanya.
(ori)