LANGIT7.ID-, Jakarta- - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan suhu maksimum harian di Indonesia pada 28 - 29 September 2023 pukul 07.00 WIB berkisar di 35,8-37,8 derajat Celcius.
Mengutip Instagram resmi BMKG, Jumat (29/9/2023), suhu maksimum terendah tercatat 35,2 derajat Celcius seperti dilaporkan Stasiun Meteorologi Sultan Muhammad Salahuddin, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Sementara suhu tertinggi yaitu 37.8 derajat Celcius seperti dilaporkan Stasiun Klimatologi Jawa Tengah dan Stasiun Meteorologi Kertajati.
Peneliti Klimatologi Pusat Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin mengungkapkan penyebab dari suhu tinggi ini.
Baca juga:
Fesyar 2023 Perdalam Pemahaman Tentang Ekonomi SyariahIa mencontohkan suhu maksimum Kota Bandung yang mencapai 33 derajat Celcius. Menurut Erma, suhu tersebut tertinggi selama tiga bulan terakhir di Bandara Husein.
Erma mencatat, selama September ada 12 hari dengan suhu maksimum lebih dari 30 derajat Celcius. Kondisi ini berbeda pada Juli dan Agustus.
"Pada bulan Juli dan Agustus, sangat jarang suhu maksimum lebih dari 30C. Padahal, posisi semu matahari berada di ekuator pada 22-23 September, sehingga menjauhi Bandung atau Jawa," kata Erma, dikutip dari akun X, sebelumnya dikenal dengan Twitter.
Lalu, apa penyebab suhu maksimum lebih panas pada September? Erma kemudian mengungkapkan sejumlah penyebabnya.
"Pada September lebih sering terjadi kondisi clear sky, sehingga radiasi gelombang pendek matahari terserap oleh atmosfer di permukaan lebih maksimal dibandingkan radiasi yang dipantulkan balik oleh awan ke angkasa dalam bentuk gelombang panjang," jelas Erma.
Ia melanjutkan, meskipun awan Cumulus masih bisa terbentuk di siang hari, namun tipis dan segera meluruh.
"Ini karena dukungan kelembapan sangat minim sehingga pertumbuhan Cumulus sulit berlanjut," tambahnya.
Penyebab suhu maksimum di bulan September lainnya adalah perubahan iklim. Ini didukung data suhu selama dekade terakhir yang meningkat pesat di wilayah Indonesia.
Bahkan, lanjut Erma, ada yang mencapai 4 derajat Celcius pada Juli, yang dianggap sebagai bulan dengan suhu global terpanas.
Kemudian, pemicu ketiga adalah El Nino dan IOD positif menyebabkan atmosfer minim awan sehingga lebih kering.
"Jika dibandingkan bulan Juli dan Agustus, saat itu masih sering terbentuk awan karena IOD positif belum eksis dan El Nino baru awal terbentuk," terang Erma.
Seiring penguatan El Nino dan IOD, kata Erma, maka kondisi minim awan dapat terus berlanjut pada bulan-bulan berikutnya.
"Apalagi, ini diperparah dengan pendinginan suhu permukaan laut di wilayah Indonesia yang semakin meluas,"
"Kesimpulan, mitigasi harus dilakukan selama periode triwulan kedua kekeringan (September-November) di Indonesia," pungkas Erma.
(ori)