LANGIT7.ID-, Jakarta- - Ilmu memiliki kedudukan yang tinggi dan memiliki aturan atau konsepnya sendiri. Ada yang disebut sebagai ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang tidak bermanfaat. Konsep ilmu juga didasarkan atas keyakinan di dalam Islam. Ilmu adalah cahaya yang berasal dari cahaya Allah SWT.
Posisi orang berilmu sangat tinggi, karena merupakan para pewaris nabi. Posisi ulama sangat tinggi karena keilmuanya bisa memfasilitasi tujuan utama manusia yakni untuk beribadah kepada Allah. Itu yang menyebabkan segala hal yang berkaitan dengan memiliki posisi yang tinggi pula.
Founder Formula Hati, Ustadz Muhsinin Fauzi, menjelaskan beberapa hal penting yang terkait dengan konsep ilmu. Pertama, ilmu yang dimaksudkan dalam islam adalah ilmu yang bisa memfasilitasi tujuan utama hidup yakni beribadah kepada Allah.
“Diluar itu tidak dimaksudkan di dalam ilmu ini. Terlebih lagi, ilmu yang bertentangan dengan tujuan ibadah justru diharamkan. Orang yang menggeluti ilmu itu ibarat menggeluti satu proses kesempurnaan dalam hidup yakni untuk beribadah,” kata Ustadz Fauzi dalam kajian Formula Hati, dikutip Rabu (4/10/2023).
Baca juga:
Tingkatkan Kontribusi pada Bangsa, Unair Tambah 7 Guru Besar BaruKedua, ilmu yang diinginkan oleh islam adalah ilmu yang mendukung ibadah seorang manusia kepada Rabb-nya. Dari konsep ini lahir konsep ilmu yang bermanfaat, yakni ilmu yang bisa menambah ketakwaan kepada Allah.
“Sebaliknya, ilmu yang tidak bermanfaat adalah ilmu yang justru menjauhkan manusia dari ketaqwaan,” tutur Ustadz Fauzi.
Ketiga, ada ilmu yang hukumnya fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Ilmu yang hukumnya fardhu ‘ain adalah ilmu yang wajib dimiliki oleh setiap pribadi dalam rangka menyempurnakan keimanan sesesorang.
Beberapa ilmu fardhu ‘ain seperti ilmu yang mendekatkan kepada iman, ilmu yang membahas tindakan hukum, ilmu yang berguna untuk memperbaiki akhlak, dan ilmu yang secara dekat mendukung hal di atas (ilmu tauhid, fiqih, akhlak). Secara umum, ilmu fardhu ‘ain adalah ilmu agama.
Ilmu yang hukumnya fardhu qifayah yakni ilmu yang tidak setiap orang wajib mengetahuinya. Tapi, harus ada yang tahu dalam rangka menyempurnakan hal yang fardhu ‘ain. Secara umum, manusia memiliki satu visi, satu fungsi dan satu tugas.
“Visi manusia adalah beribadah, fungsi manusia untuk menjadi khalifah yakni memakmurkan alam semesta dan tugas manusia adalah berdakwah yakni menyebar-nyebarkan aturan Allah SWT. Ilmu yang berguna untuk melayani keseluruhan visi, fungsi dan tugas tadi itulah yang dibutuhkan oleh umat Islam. Struktur ilmu yang seperti ini yang akan mendatangkan kebaikan,” ujar Ustadz Fauzi.
Keempat, ilmu yang diinginkan oleh Islam adalah ilmu yang lekat dengan amal. Di dalam Islam, ilmu itu berorientasi kepada amal dan bukan hanya sebagai wacana karena ilmu ini digunakan untuk mendukung ibadah seseorang kepada Allah.
“Ilmu itu harus berbuah menjadi amal. Ilmu yang tidak berbuah menjadi amal itu akan menjadi petaka. Barangsiapa yang ilmunya tidak menjadikannya lebih bertaqwa itu akan dijadikan oleh Allah untuk semakin menjauh dari-Nya,” ungkap Ustadz Fauzi.
Kelima, ilmu merupakan karunia Allah yang bahkan wajib dibagi, apalagi ketika ada yang meminta. Ilmu wajib dibagikan dan disebar-sebarkan, karena adanya tugas dakwah supaya orang-orang semakin baik.
“Tidak ada istilah seseorang itu pintar sendiri dan yang lain dibiarkan tetap dalam kebodohan. Islam justru mengajak setiap orang lebih baik sehingga mencapai kemakmuran bersama. Sebaik-baik seseorang adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkan Al-Qur’an,” tutur Ustadz Fauzi.
Tradisi mengajar sudah ada sejak zaman sahabat. Mereka mengajarkan anak-anaknya sejarah di samping juga mengajarkan Al-Qur’an. Karena konsep ilmu itu belajar mengajar dan posisinya tinggi sekali, maka prosesnya juga tinggi sekali.
“Majelis ilmu dan semua proses penyebaran ilmu itu tinggi sekali. Ilmu itu wajib dikuasai dan wajib disebarkan. Ilmu itu untuk dibagi dan bukan untuk disimpan. Kalau ilmu itu disimpan sendiri, maka bisa mendatangkan azab,” ucap Ustadz Fauzi.
Keenam, ilmu yang bertentangan dengan syariat wajib dijauhi. Sementara, ilmu yang bersifat netral itu diperbolehkan. Semua orientasi ilmu harus dalam rangka kebaikan. Ketujuh, ilmu dalam islam itu terkait kepada seluruh hal dan tidak berdiri sendiri.
“Karakter islam dalam menyikapi seluruh hal di alam semesta itu bersifat holistik dan saling melengkapi. Satu ilmu dengan ilmu yang lainnya tidak boleh saling menegasikan. Setiap ilmu itu saling mendukung,” tutur Ustadz Fauzi.
(ori)