LANGIT7.ID-, Jakarta- - Wakil Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Ahmad Tholabi Kharlie, menilai Indonesia sudah memasuki tahun politik. Pada tahun-tahun ini politik identitas marak digunakan untuk kepentingan politik sesaat.
“Tahun politik itu cirinya panas dingin. Sudah mulai panas dingin dan banyak kompor. Kalau tidak pintar-pintar, kita gampang tersulut,” kata Ahmad dalam Seminar Nasional ‘Identitas Politik dan Pencegahan Mobilisasi Kebencian Sosial’ di Kampus UIN Syarif Hidayatullah, Rabu (11/10/2023).
Ahmad membedakan antara politik identitas dan identitas politik. Itu merupakan dua hal yang berbeda. Identitas politik memiliki konotasi yang positif, sementara politik identitas berkonotasi negatif.
Baca juga:
KIBBM Minta Khatib Sampaikan Khutbah tentang Perjuangan Kemerdekaan PalestinaIdenttitas politik, kata dia, merupakan identitas yang melekat pada diri setiap individu. Misalnya identitas etnis, gender, suku bangsa, dan agama.
“Tapi kalau kalau sudah digunakan untuk hal-hal tidak selayaknya, atau kepentingan pragmatis, maka identitas tersebut menjadi suatu hal yang menjadipemicu perpecahan, itu disebut politik identitas, karena menggunakan identitas-identitas untuk kepentingan sesaat,” kata Ahmad.
Dia mengungkapkan, sejarah politik identitas sebenarnya sudah ada sejak tahun 1970-an di Amerika Serikat. Kala itu, kelompok minoritas kulit hitam merasa termarjinalkan. Mereka lalu mempertahankan diri dan membela kepentingan bersama di hadapan negara. Itu agar kepentingan mereka terakomodasi. Identitas kulit hitam itu lalu dibawa dalam rangka memperjuangkan hak.
“Jadi, dalam konteks ini maka sejatinya,m politik identitas, atau mengusung identitas untuk kepentingan bersama itu menjadi hal yang positif. Para pakar menyebutkan, selama itu untuk kepentingan bersama untuk kepeningan yang lebih besar, maka politik identitas menjadi tidak mengapa,” ucap Ahmad.
Akan tetapi, jika identitas itu diusung untuk kepentingan sesaat atau pragmatis, maka hal itu berubah menjadi politik identitas. Itu yang dilarang. Maka itu, masyarakat Indonesia sangat penting meminimalisi praktik politik Identitas.
“Seperti yang kita lihat, bahwa kecenderungan di Indonesia saat ini politik identitas. Bukan lagi identitas politik. Artinya, ketika kita muslim mencoblos partai Islam, itu tidak ada masalah, atau Kristen mencoblos partai Kristen itu tidak ada masalah. Tapi ketika itu digunakan untuk mendeskreditkan orang, maka itu sudah masuk dalam kategori politik identitas, karena itu bertentangan dengan kepentingan bersama,” ujar Ahmad.
(ori)