LANGIT7.ID-, Jakarta- - Setiap orang tua tentu tak ingin anaknya mengetahui tentang perang. Orang tua memiliki keinginan agar anak-anak merasa aman, dicintai, dan bebas dari rasa khawatir.
Namun, hal itu tidak selalu memungkinkan. Peperangan masih terjadi di seluruh penjuru dunia. Anak-anak secara tak langsung mengetahuinya, baik lewat sekolah, teman, atau secara online.
Meski terasa sulit, namun ada saatnya orang tua perlu berbicara dengan anak-anak tentang peristiwa yang terjadi di dunia, termasuk perang.
Melansir laman Romper, Jumat (13/10/2023), ada beberapa hal yang patut dipertimbangkan saat Anda menyinggung percakapan tentang perang.
1. Pertimbangkan Usia Anak
UNICEF merekomendasikan para orang tua untuk menyesuaikan usia anak saat membahas peristiwa besar seperti perang. Sebab, bagi sebagian anak mungkin belum memiliki kemampuan untuk memahaminya.
Berbicara dengan tenang dan perhatikan bahasa tubuh Anda. Karena anak-anak sensitif terhadap isyarat emosional dan ekspresi wajah kita.
2. Tetap Update
Akan ada banyak berita tentang perang atau konflik yang mungkin saja anak Anda mengetahuinya. Karena itu, pastikan Anda selalu mengupdate dan menjadi orang pertama yang menjelaskan hal tersebut pada anak.
Psikolog anak, Harold Koplewicz, menyarankan orang tua dan pengasuh untuk menyampaikan berita sebelum anak-anak menemukan informasi yang menakutkan dari temannya.
“Jangan menunda memberi tahu anak-anak Anda tentang apa yang terjadi… Anda ingin bisa menyampaikan fakta, betapapun menyakitkannya, dan mengatur suasana emosional,” saran Koplewicz.
3. Memberi Pemahaman Sebelum Berdiskusi
Setelah memberi anak informasi awal tentang perang atau konflik yang terjadi di dunia, luangkan waktu sejenak sebelum memulai percakapan tentang hal tersebut.
Tanyakan kepada anak tentang apa yang mungkin pernah didengar. Karena derasnya informasi di media sosial membuka peluang anak mengetahui gambar-gambar yang tidak sepatutnya dilihat mereka.
“Percakapan dengan anak Anda tentang topik yang besar, menakutkan, dan agak tidak dapat dipahami bukanlah tempat yang tepat untuk mengatasi emosi Anda,” kata dokter keluarga bersertifikat Dr. Deborah Gilboa kepada TODAY.
4. Bebaskan Anak Bertanya
Anak-anak biasanya lebih bijaksana daripada yang terlihat. Jika Anda mendengarkan cara mereka mengajukan pertanyaan, Anda dapat menjadikan hal itu sebagai panduan untuk merespons.
“Biarkan mereka memimpin dengan pertanyaan mereka. Anda ingin melakukan yang terbaik untuk menjawab dengan jujur sambil berhati-hati untuk tidak membebani mereka dengan terlalu banyak informasi. Cobalah untuk tidak memberikan terlalu banyak konten grafis, atau hal-hal yang tidak sesuai dengan usia,” kata direktur program Pusat Anak & keluarga Glens Falls, Jamie Powers.
Cobalah sejujur mungkin dengan informasi Anda, tanpa berlebihan. Cara Anda menjelaskan perang kepada anak-anak dapat memengaruhi cara mereka memandang dunia di masa depan.
Mengingat hal tersebut, American Academy of Child and Adolescent Psychiatry (AACAP) merekomendasikan para orang tua untuk “menghindari stereotip terhadap sekelompok orang berdasarkan ras, kebangsaan, atau agama. Gunakan kesempatan ini untuk mengajarkan toleransi dan menjelaskan prasangka.”
5. Jangan Anggap Remeh Ketakutan Anak
Pertanyaan seperti “Apakah saya aman?” atau “Apakah kita semua akan mati?” tentu sulit untuk dijawab. Namun anak-anak perlu tahu bahwa mereka boleh bertanya.
American Psychological Association (APA) merekomendasikan orang tua untuk meyakinkan anak-anak bahwa mereka aman, tetap tenang, dan memberi tahu bahwa tidak apa-apa untuk bertanya.
6. Siapkan Dukungan
AACAP juga merekomendasikan untuk mengoordinasikan pembagian informasi dengan guru anak Anda, serta keluarga dan teman.
Cobalah membatasi jumlah gambar kekerasan atau meresahkan yang dilihat anak Anda di televisi atau internet. Jika Anda melihat tanda-tanda stres fisik atau emosional, atau keterikatan berlebihan terhadap kekerasan, AACAP menyarankan untuk menghubungi ahli kesehatan mental.
7. Hindari Sebarkan Stigma
Konflik dan perang cenderung memunculkan banyak generalisasi pada orang-orang yang tidak menguntungkan kita semua.
Orang bisa saja melakukan diskriminasi dan bahkan rasisme ketika mereka merasa takut. Sangat penting untuk menghindari kata-kata seperti “orang jahat” ketika berbicara tentang konflik.
Sebaliknya, UNICEF merekomendasikan untuk fokus pada orang-orang yang mungkin terkena dampak perang untuk mendorong rasa kasih sayang.
Orang-orang yang terpaksa meninggalkan rumahnya, atau organisasi kemanusiaan yang berusaha membantu mereka yang membutuhkan.
(ori)