LANGIT7.ID-, Surabaya- - Kasus perundungan (bullying) di kalangan siswa sekolah dasar hingga sekolah menengah atas belakangan ini meresahkan orang tua. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan angka 87 kasus bullying pada trisemester 2023.
Psikolog Universitas Airlangga (Unair), Tiara Diah Sosialita SPsi Msi menyebut kasus bullying telah terjadi sejak lama. Namun permasalahan tersebut belum tertangani dengan baik hingga kini.
Tiara mengungkapkan, masalah ini seharusnya mendapatkan perhatian khusus. Melihat, dampak yang ditimbulkan oleh kasus bullying berdampak besar dari sisi korban, pelaku dan sanksi. Jika tidak segera ditangani bisa menjadi bad memories dan akan melekat hingga dewasa serta berdampak pada keberlangsungan hidup.
“Permasalahan yang menahun ini sudah saatnya segera diberantas hal ini akan berdampak pada generasi muda sebagai penerus bangsa kita. Perlu adanya kolaborasi berbagai pihak untuk menyelesaikan masalah tersebut, kita tidak dapat tinggal diam saja,” paparnya.
Baca juga:
Program Madrasah Pandai Berhitung Target 3 Juta Guru dan Siswa Madrasah Ahli MatematikaTiara Diah menjelaskan, merujuk pada perspektif psikologi sosial salah satu penyebab kasus bullying adalah karena adanya kesalahan pada norma sosial yang menormalisasi kasus bullying. Hal itu merupakan kesalahan yang fatal pada lingkungan sekolah.
Menurutnya, tidak ada ketegasan kebijakan sekolah kepada pelaku kasus bullying. Hal itu dapat mengakibatkan tersedianya ruang bagi pelaku untuk bebas dan tidak memberikan efek jera. Sebaiknya, setiap sekolah dan instansi manapun harus menegakan kebijakan yang tegas dalam memberantas tindakan bullying.
Tiara melanjutkan, tidak adanya alur yang jelas bagi korban untuk melaporkan kasus bullying. Hal itu menimbulkan rasa keraguan pada korban untuk berani speak up dan memberikan ruang nyaman untuk membagikan kejadian traumatisnya.
“Permasalahan bullying di sekolah merupakan hal yang sangat kompleks. Perlu adanya, kesadaran dari pihak sekolah untuk menangani hal ini. Ditambah, adanya media sosial yang menjadi sasaran empuk untuk melakukan cyberbullying di luar sekolah,” ungkapnya.
Peran Orangtua dan Sekolah Pada kasus ini, adapun dua pihak yang memegang peranan penting dalam pencegahan bullying. Yakni, peran orang tua dan sekolah. Sekolah harus membangun budaya aman bullying pada sekolah. Hal tersebut dapat dimulai dari hal terkecil, dengan cara intoleransi dengan tindakan bullying sekecil apapun oleh berbagai lapisan baik dari petinggi dan siswa di sekolah.
Orang tua juga memegang peran penting agar anak terhindar dari bullying. Salah satunya dengan komunikasi dua arah. Memberikan ruang nyaman pada anak untuk menceritakan apa yang telah terjadi serta tidak memberikan justifikasi pada anak.
“Kita sadari bahwa dalam penanganan bullying ini memerlukan berbagai pihak untuk turun tangan. Sudah bukan zamannya untuk menyalahkan satu sama lain pada permasalahan tersebut dan harus membentuk kerja sama yang baik dari berbagai lapisan,” tuturnya.
(ori)