LANGIT7.ID -
Sudah berapa banyak “singkatan plesetan” yang Anda tahu tentang PPKM? Saya punya puluhan yang saya baca dan ikuti di group-group pesan instan yang saya punya. Juga di media sosial. Ada yang lucu, ada yang sinis, ada yang pasrah, ada yang marah, ada pula yang menyemangati.Oleh: Muhamad AliPerpanjangan demi perpanjangan
PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) sejak bulan Juli lalu, termasuk dengan perubahan istilah darurat menjadi berjenjang (level) dari 1-4, memang menimbulkan akibat atau konsekuensi yang berbeda-beda dalam masyarakat yang plural segala-galanya -ekonomi, sosial, pandangan politik, geografis, pendidikan-- dan segala kategori yang dapat kita buat.
Dalam kurun waktu yang bersamaan, kita juga mengetahui, negara-negara yang tadinya relatif berhasil mengendalikan penyebaran virus
Covid-19, ternyata sekarang harus menjalankan kebijakan pengetatan sampai pada level lockdown. Vietnam, New Zealand adalah dua contoh nyata. Sementara negara tetangga seperti Malaysia juga masih mengalami penutupan ketat akibat naiknya kasus penularan.
Baca Juga: Mendigitalkan Kehidupan Kerja dari Ujung ke UjungDalam situasi seperti itu, di televisi kita menyaksikan negara-negara Eropa telah menggelar kompetisi sepakbola yang hingar-bingar, dan untuk pertama kali setelah lebih dari 500 hari, stadion-stadion di negara-negara Eropa telah dipenuhi penonton untuk menyaksikan liga sepakbola. Tanpa masker, dan seakan-akan kehidupan sudah kembali normal.
PersepsiSatu peristiwa yang sama ternyata dimaknai dan ditangkap secara berbeda-beda. Itu kenyataan yang tidak dapat dimungkiri. Penting untuk menempatkan perbedaan persepsi ini dalam konteks yang lebih luas, yaitu bagaimana persepsi itu menimbulkan konsekuensi tertentu, terutama dari sisi
ekonomi.
Dari sisi ekonomi, yang sudah pasti terjadi adalah rantai pasokan yang hancur lebur di seluruh dunia. Kehancuran rantai pasok tercermin dari berantakannya distribusi kontainer sebagai tulang punggung pergerakan barang antarkota dan antarbangsa.
Kita juga melihat bahwa mobilitas manusia sudah mulai terjadi. Demikian juga di dalam negeri. Beberapa kota di Pulau Jawa sudah turun status PPKM-nya sampai level 2. Namun sebagian lagi, terutama di kota-kota di luar Pulau Jawa, justru sedang parah-parahnya.
Pulau Jawa dengan jumlah penduduk terpadat yang sudah mulai menggeliat tentu adalah pertanda baik. Tapi belum bisa dijadikan pegangan bahwa level itu akan turun ke level 1, lalu pada pekan-pekan selanjutnya situasi kembali normal.
Bagaimana seharusnya kita mengantisipasi perubahan yang terjadi setiap pekan?
Pilihan terbaik adalah menyiapkan skenario atau proyeksi terburuk. Itu semacam pil pahit yang harus kita telan, tetapi kita belum bisa memastikan apakah dengan meminum pil itu, kita bakal sembuh.
Saya memperkirakan bahwa organisasi yang sudah menyiapkan worst case scenario di dalam organisasinya adalah organisasi yang lebih siap atas setiap perubahan-perubahan status PPKM itu setiap pekannya.
Beberapa analis, ekonom, akademisi, dan juga praktisi, bahkan menyebutkan bahwa kondisi ini bisa-bisa akan terus berlangsung sampai setidaknya pertengahan tahun 2022. Jika itu yang terjadi, perekonomian masih akan sangat berat, sekalipun kondisi hari ini masih jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu.
Baca Juga: Meneropong Kesehatan Mental dalam OrganisasiMaka, pelonggaran mobilitas manusia yang berarti makin mudahnya orang bepergian, harus menjadi perhatian untuk mengungkit kondisi ekonomi yang murung. Masalahnya adalah, apakah organisasi –juga anggota-anggota masyarakat masih memiliki cukup uang untuk mendorong terjadinya mobilitas masyarakat yang lebih intensif. Apabila organisasi dapat menjadikan penurunan level pembatasan mobilitas ini secara tepat, maka ia akan menjadi ujung tombak untuk terjadinya pemulihan ekonomi.
Akan tetapi, jika momentum penurunan level itu ternyata masih membuat masyarakat enggan atau takut untuk memanfaatkannya, maka perekonomian akan cenderung stagnan, setidaknya dalam rentang waktu beberapa bulan ke depan. Dan jika itu yang terjadi, sungguh sangat berat untuk mencari pintu masuk bagi perbaikan ekonomi di sektor riil.
* Pengamat Human Capital Management(jak)