LANGIT7.ID-, Jakarta- - Pendiri Sekolah Rumah Tangga, Febrianti Almeera, menjelaskan, Islam memiliki konsep pendidikan yang selaras dengan fitrah manusia. Hal itu akan mengantarkan anak menjadi pemuda atau syabab.
Dalam Islam, pemuda diidentikkan dengan karya kontribusi dan dediasi, sehingga diharapkan tidak banyak rentang peralihan dan supaya menjadinya sosok yang berkarya, berdedikasi juga berkontribusi.
“Kenapa timelinenya adalah 15 tahun? karena nanti akan dipakai ini untuk mempelajari bagaimana menumbuhkan rasa kecintaan anak pada Allah di rentang masa anak 0-15 tahun. Dalam prosesnya dibagi-bagi lagi 0-2 tahun 2-7 tahun 7-10 tahun 10 sampai 15 tahun,” kata Febrianti dalam kuliah daring Edufic, Ahad malam (29/10/2023).
Baca juga:
Goes to Pesantren, Alumni FK Unair Ajak Santri Kenali dan Cegah StuntingUsia 0-2 Tahun
Orang tua harus memahami, proses pendidikan yang dilakukan di setiap rentang usia yang ada berbeda-beda. Usia 0-2 tahun dilandaskan pada Surah Al-Baqarah ayat 233. Allah SWT berfirman:
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang menyempurnakan penyusuan.”
Maka itu, dalam rentang usia tersebut orang tua harus mengasuh anak untuk menumbuhkan keimanan kepada Allah SWT.
“Usia 0-2 tahun dijadikan acuan untuk melakukan sesuatu yang mana sesuatu ini berhubungan dengan keimanan, memupuk keimanan anak untuk cinta sama Allah,” ujar Febrianti.
Usia 2.7 Tahun
Usia 2-7 tahun ini adalah pra-tamyiz sebelum tamyiz. Masuk usia 7 tahun fase tamyiz, di mana fase tamyiz ini anak dianggap sudah bisa mulai diisi, mulai berpikir logis, bernalar dan sudah bisa berpikir runut untuk siap belajar.
“Setelah tamyiz anak akan masuk fase mumayyiz yaitu orang yang bisa membedakan harapannya, minimal membedakan baik - buruk, benar - salah dalam level-level sederhana. Itu tanda Anak kita sudah masuk mumayyiz yang sudah bisa membedakan hal-hal sederhana,” ujar Febrianti.
Usia 7-10 Tahun dan Usia 10-15 Tahun
Usia 7 - 10 tahun adalah proses lagi dan usia 10-15 tahun ada proses lagi. Timeline ini memiliki landasan dalam rumusan yang ditulis almarhum Ustad Hari Santoso Hasan dalam literatur pendidikan berbasis Fitrah.
“Jadi Insya Allah ini memudahkan untuk cepat dipahami bagi kita dalam proses mendidik anak,” ujar Febrianti.
Apabila Pendidikan anak belum terpenuhi pada usia tersebut, maka orang tua bisa evaluasi pembelajaran di hari ini. Orang tua bisa mengevaluasi apa yang sudah dan apa yang belum diberikan kepada anak. Sebab, itu adalah hak anak sebagai bentuk pendidikan keimanan.
“Terdapat satu quotes yang mengikat pembelajaran kita hari ini yaitu ‘cinta dapat melahirkan rasa takut, tapi takut tidak dapat melahirkan rasa cinta’. Contoh saja, kecintaan kita dengan pasangan kita yang membuat kita takut mencederai hatinya, takut mencederai kepercayaannya. Jadi, rasa takut itu bisa lahir dari perasaan cinta. Namun, jika sudah takut lebih dulu, maka belum tentu nantinya akan lahir rasa cinta,” ujar Febrianti.
(ori)