LANGIT7.ID-, Jakarta- - Nabi Muhammad SAW sangat mencintai umatnya. Salah satu bukti hal itu adalah ajaran beliau tentang cinta. Nabi Muhammad SAW tidak hanya mengajarkan cinta kepada sesama manusia saja, tapi cinta manusia kepada seluruh mahluk yang ada di muka bumi.
Artinya, rasa cinta terhadap sesama mahluk menjadi gambaran warna dan rasa (sibghah) yang hidup dan aktif. Sibghah itu memberikan makna tambahan dalam kehidupa setiap orang. Maka itu, patut merenungi cara Rasulullah SAW menasihati seluruh umatnya untuk mementingkan kehidupan dan aktif dalam cinta sebagai etos hidup.
“Cintailah sipapun yang ada di muka bumi, niscaya yang di langit akan mencintaimu.” (HR Imam Tirmidzi dalam musnadnya, nomor 1924).
Wakil Rektor IV Universitas PTIQ-Jakarta, KH Imam Addaruqutni, menjelaskan, pada masa kenabian, Nabi Muhammad saw mengutamakan mahabbah (cinta yang besar) kepada umatnya. Dalam hadits Riwayat Muslim, tanpa disangka Nabi Muhammad SAW berkata kepada Abu Bakar, “Hai Abu Bakar, mengapa aku begitu rindu bisa bertemu dengan saudara-saudaraku”
Abu Bakar menjawab, “Apa maksudmu wahai Rasulullah, bukan kami semua saudaramu?”
Nabi SAW bersabda, “Kalian semua adalah sahabatku, bukan saudaraku. Saudara-saudaraku adalah mereka yang belum pernah melihatku apalagi menemaniku dan bersamaku, namun mereka beriman kepadaku”.
Para sahabat bertanya bagaimana Nabi mengetahui bahwa di antara mereka yang mengantri surga adalah kaumnya. Nabi SAW menjawab, “Ya, karena sesungguhnya umatku pada hari kiamat akan datang dengan wajah, ujung jari, dan kaki bersinar seolah-olah mereka pernah berwudhu semasa hidupnya”.
Nabi SAW melanjutkan: “ada orang yang wajahnya bersinar dengan pakaiannya dan mimbar telah disiapkan untuk mereka”.
Lalu teman-teman mau n tahu siapa mereka? Jawab Nabi SAW:“mereka adalah yang mampu saling mencinta sesama karena Allah”.
Dalam riwayat, Nabi Muhammad SAW juga disebut selalu mendoakan kebahagiaan umatnya di akhirat kelak. Beliau tidak ingin umatnya kesusahan.
“Bahkan berpesan kuat bagi umatnya untuk selalu kasih sayang sesamanya dan bersabar dalam kesusahan dan kesempitan dengan tidak lupa banyak bersyukur,” kata Imam saat menyampaikan khutbah di Masjid Istiqlal Jakarta, diktuip Kamis (9/11).
Pada hari kiamat kelak, Nabi Muhammad SAW juga berdiri tegak menunggu umatnya seraya memohonkan ke hadirat Allah SWT untuk mengampuni dosa mereka. Bahkan, beliau menunggu umatnya sampai yang terakhir masuk surga.
“Itu adalah tanda syafa’at Nabi yang dikabarkan akan diberikan kepada kita semua. Nabi Muhammad tidak akan pernah meninggalkan umatnya,” tutur Imam.
Mahabbah atau kebesaran cinta Nabi Muhammad SAW kepada umatnya telah mengubah seluruh lingkup (spektrum) kehidupan, khususnya Makkah dan Madinah, dari yang semula berbudaya biadap menjadi beradab, runtuhnya struktur budaya jahiliyah yang semula antara ada sebutan majikan-budak (sayyid-‘abd) menjadi bersaudara antarsesamanya (ikhwah), runtuhnya pola hidup dari yang semula di mana yang kuat menindas yang lemah berubah menjadi saling menguatkan di mana yang lebih kuat menguatkan yang lemah dan memberdayakannya.
“Cinta Nabi Muhammad SAW mampu meruntuhkan budaya dimana ego-primordialisme atau kesombongan dan rasa keperwiraan antarkabilah yang justru di antara penyebab pertumpahan darah antarsuku menjadi semacam bangsa yang bersatu padu dan saling menghormat dalam tetap tegaknya keberagaman suku dan Bahasa dan ras,” ungkap Imam.
(ori)