LANGIT7.ID-, Jakarta- - Kementerian Agama mengundang sejumlah tokoh ormas Islam untuk membahas masalah istithaah keuangan bagi jemaah haji. Hadir, perwakilan dari Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Al-Washliyah, Persatuan Islam, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU), serta Asosiasi Penyelenggara Ibadah Haji Khusus.
Direktur Bina Haji, Arsad Hidayat, mengatakan istitha'ah keuangan (maliyah) sangat penting dalam penyelenggaraan Ibadah Haji. Menurutnya, ketidakmampuan jemaah secara finansial akan menggugurkan kewajiban ibadah hajinya.
Arsad menilai hal ini perlu menjadi perhatian karena dia mensinyalir masih ada praktik dana talangan yang dilakukan lembaga keuangan dengan dalih membantu jemaah untuk bisa mendaftarkan haji. Padahal, bisa jadi jemaah yang bersangkutan tidak memiliki kemampuan finansial yang memadai. Model dana talangan ini juga pada akhirnya menyebabkan daftar antrian (waiting list) haji semakin panjang.
“Jangan sampai jemaah memaksakan diri melalui dana talangan padahal dia tidak mampu. Ini juga menjadi salah satu penyebab tambah panjangnya antrian jemaah haji,” tegas Arsad saat Diskusi Kajian Istitha’ah Keuangan Haji di Tangerang, Rabu (15/11/2023).
“Sebagaimana kesehatan, kemampuan secara finansial juga menjadi syarat penting bagi jemaah haji. Ini perlu dirumuskan agar bisa dipahami jemaah. Sehingga bagi jemaah yang tidak mampu secara finansial tidak perlu memaksakan,” sambungnya.
Rumusan istitha’ah finansial juga penting, kata Arsad, sebagai bahan pertimbangan dalam membuat komposisi yang lebih berkeadilan antara biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang dibayar langsung oleh jemaah dan biaya haji yang bersumber dari nilai manfaat. Sebagaimana diketahui, Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) terdiri dari sejumlah sumber, antara lain Bipih yang dibayar jemaah dan nilai manfaat setoran awal. BPIH 2023 misalnya, rata-rata sebesar Rp90.050.637,26. Jumlah ini terdiri atas, Bipih yang harus dibayar langsung jemaah sebesar Rp49.812.700,26 (55,3%) dan sisanya sebesar Rp40.237.937 (44,7 %) dibebankan kepada nilai manfaat.
“Komposisi antara Bipih dan Nilai Manfaat harus dirumuskan secara lebih berkeadilan. Sebab, nilai manfaat setoran awal juga menjadi hak jemaah yang masih dalam antrean. Rumusan istithaah keuangan ini penting sebagai pertimbangan dalam menetapkan komposisi tersebut,” jelas Arsad.
Pemerintah, kata Arsad, sangat concern terhadap rumusan komposisi pembiayaan haji yang berkeadilan ini. Penghitungan komposisi Bipih dan nilai manfaat harus mempertimbangkan aspek keadilan. Artinya, setiap jemaah haji mendapatkan bagian dari nilai manfaat setoran awalnya secara lebih berkeadilan. Hal ini akan menjaga keberlanjutan nilai manfaat yang juga menjadi hak jemaah yang masih dalam antrian.
“Penghitungan komposisi BPIH harus dihitung betul dan secermat mungkin, agar dapat memberikan kemanfaatan tidak hanya buat jemaah haji yang berangkat saat ini tapi juga mereka yang akan berangkat di tahun-tahun ke depan,” urainya
Arsad berharap diskusi ini memberikan sebuah perspektif Fiqh tentang Istithaah Finansial sekaligus mengkaji komposisi pembiayaan haji yang lebih berkeadilan.
Diskusi Kajian Istitha’ah Keuangan Haji ini berlangsung tiga hari, 15 - 17 November 2023. Kasubdit Bimbingan Jemaah Khalilurrahman menambahkan, kegiatan ini bertujuan untuk mengkategorisasi istitha'ah dari aspek keuangan dalam rangka menjaga stabilitas nilai manfaat keuangan haji agar berkeadilan dan berkelanjutan.
“Saya berharap kegiatan ini melahirkan rekomendasi untuk membuat kebijakan terkait keberlansungan nilai manfaat,” tutupnya
(ori)