Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Selasa, 17 Juni 2025
home global news detail berita

Begini Cara Islam Melihat Demokrasi

Muhajirin Jum'at, 19 Januari 2024 - 15:00 WIB
Begini Cara Islam Melihat Demokrasi
Pendiri Ghazalia College, KH. Ulil Abshar Abdalla
LANGIT7.ID-, Jakarta- - Demokrasi sebagai teori maupun sebagai praktik politik memang muncul dari pengalaman negara-negara Barat. Demokrasi sebagai sistem politik juga datang dari Barat. Tetapi sebagai esensi, demokrasi bukan monopoli milik bangsa Barat. Demokrasi adalah suatu kekuasaan yang dibangun dengan dasar musyawarah. Kekuasaan bukan merupakan urusan semata-mata penguasa itu sendiri.

Di dalam tradisi monarki tradisional termasuk monarki yang berkembang di dunia Arab atau dunia Islam dulu dan juga dunia-dunia yang lain, raja menempati posisi yang paling sentral. Kekuasaan, politik, dan negara identik dengan raja. Seperti kata seorang Raja Perancis Louis ke XVI L’État, c’est moi “Negara adalah Aku”. Itulah praktik di dalam monarki tradisional.

Pendiri Ghazalia College, KH. Ulil Abshar Abdalla, menjelaskan, Islam sebetulnya menginginkan kekuasaan tidak seperti itu. Kekuasaan itu harus diikat oleh suatu aturan dan batas yang bukan merupakan ciptaan penguasa.

Aturan dan batas ini berasal dari wahyu. Maka itu, di dalam Islam ada gagasan tentang syariah dan hukum. Di dalam Islam dikenal dengan hukum fikih, termasuk hukum fikih yang mengatur kekuasaan.

“Hukum ini bukan ciptaan penguasa, ia bersumber dari wahyu kemudian dirumuskan oleh para ulama. Penguasa terikat oleh aturan fikih ini,” kata Ulil Abshar dalam acara Ruang Tengah di kanal cariustadz, dikutip Rabu (17/1/2024).

Baca juga:Polda Jatim dan UM Surabaya Deklarasi Wujudkan Pemilu Damai 2024

Abdul Hamid al-Ghazali, seorang pemikir besar Islam abad ke-10 M pengarang Ihya Ulumuddin, mengatakan, kekuasaan dan agama itu saudara kembar. Al-Ghazali juga mengatakan, agama adalah pokok yang artinya sumber moral, aturan, dan hukum. Sementara kekuasaan adalah penjaga yang memastikan supaya hukum moral ini berjalan dalam masyarakat. Itulah visi politik dalam Islam.

Dalam konsepsi Islam raja bukan satu-satunya aktor dalam sistem politik, dia harus mendengarkan rakyatnya. Raja harus menyertakan pihak-pihak lain untuk memberikan usulan, pendapat, kritik, dan seterusnya.

“Jadi pada intinya musyawarah adalah dasar pengelolaan hidup bersama yang dicita-citakan Islam. Al-Quran menyatakan, wa amruhum syura bainahum, perkara-perkaranya orang-orang beriman itu dipercakapkan, dimusyawarahkan di antara mereka,” kata Ulil Abshar.

Merujuk pada Pancasila kita yaitu sila ke-4 adalah Musyawarah Mufakat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Ini sebetulnya diinspirasi oleh ajaran penting dalam Islam yaitu Musyawarah. Musyawarah itu artinya pendapat yang diberikan oleh banyak pihak dan mereka saling memberikan masukan untuk merumuskan kemaslahatan bersama.

“Jadi demokrasi dalam pandangan Islam esensinya adalah musyawarah, pendapat dari semua pihak ditampung untuk merumuskan kemaslahatan bersama,” tutur Ulil Abshar.

Maka itu, demokrasi secara moral dan etis bukan sesuatu yang asing bagi Islam. Islam sendiri sudah mengajarkan tentang pentingnya musyawarah. Oleh karena itu, musyawarah di dalam konteks modern kita bisa terjemahkan dalam bentuk demokrasi.

Atas dasar itu, Ulil Abshar berpendapat bahwa demokrasi adalah prinsip pengelolaan politik yang diterima dalam Islam. Maka itu, masyarakat Islam perlu mempertahankan demokrasi ini.

“Alhamdulillah Negara kita Negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia dan sekaligus Negara yang demokratis. Kita bersyukur bahwa Islam dan demokrasi kompatibel, cocok antara satu dengan yang lain. Ini adalah salah satu sumbangan penting dari pengalaman umat Islam di Indonesia kepada dunia bahwa Islam dan demokrasi bisa jalan bareng di Negara Muslim terbesar di dunia ini,” ujarnya.

(ori)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Selasa 17 Juni 2025
Imsak
04:29
Shubuh
04:39
Dhuhur
11:57
Ashar
15:18
Maghrib
17:50
Isya
19:04
Lihat Selengkapnya
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ تَعَالَوْا اِلٰى كَلِمَةٍ سَوَاۤءٍۢ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ اَلَّا نَعْبُدَ اِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهٖ شَيْـًٔا وَّلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ
Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim.”
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan