LANGIT7.ID-, Jakarta- - Pusat Riset Politik (PRP) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menilai masyarakat Indonesia saat ini semakin dewasa dalam berpolitik. Banyak kelompok sosial yang tadinya pasif, sekarang aktif dalam politik/.
Mewakili Kepala Pusat Riset Politik BRIN, Peneliti Ahli Utama BRIN, Firman Noor, mengatakan, kondisi demokrasi sebuah bangsa akan memberikan dampak pada pelaksanaan Pemilu.
"Kita harus bekerja keras dan tetap waspada di dalam mengawal pelaksanaan Pemilu 2024," ucapnya dalam webinar berjudul Enhancing the Role of Civil Society in Monitoring the 2024 Simultaneous Election, dikutip Rabu (17/1/2024).
Berdasarkan kajian riset dari IDEA, penilaian demokrasi di Indonesia memiliki optimisme terkait konteks peran masyarakat sipil. Hal itu melihat karena dalam sisi partisipasi dinilai masih cukup baik.
Baca juga:
Rencana Perjalanan Haji 1445 H, Kloter Pertama Berangat 12 Mei 2024"Kita bisa lihat bahwa sambutan dari masyarakat terhadap konteks pemilu 2024 sangat menarik. Karena banyak kantung-kantung yang tadinya pasif dalam berpolitik sekarang mulai bermunculan. Termasuk telah masuk ke berbagai platfom media sosial secara marak masyarakat menggunakan rasionalitasnya dalam menilai secara objektif," ujar Firman.
Profesor Ilmu Politik dari Lund University Swedia, Anders Uhlin menyatakan, peran masyarakat sipil sangat penting. Itu karena mereka menempati posisi sebagai salah satu unsur untuk mengawasi pelaksanaan demokrasi itu sendiri. Anders pun membeberkan berbagai tantangan dalam menghadapi Pemilu 2024, yaitu isu politik uang, kelas bias, gender bias, disinformasi, dan hak asasi manusia.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati memperhatikan isu-isu krusial dalam penyelenggaraan Pemilu 2024. Di antaranya mengenai peraturan yang dipakai sama dengan pemilu sebelumnya yaitu Undang-Undang Pemilu 2019.
Namun, terdapat peraturan teknis yang mengalami kemunduran, seperti partai politik diperbolehkan untuk tidak mencalonkan 30% perempuan di setiap daerah pemilihan. Selain hal tersebut, ia juga mengungkapkan isu krusial lainnya yaitu pergantian sistem pemilu yang sempat marak, netralitas penyelenggaraan pemilu, dan transparansi.
"Begitu pula dengan pencalonan mantan terpidana yang mengalami perubahan," tuturnya.
Maka dari itu, menurutnya masyarakat sipil memiliki peran dalam reformasi elektoral menjadi kekuatan penyeimbang. Namun diperlukan faktor pendukung seperti media dan jejaring untuk menjadi faktor penting dalam kerja advokasi untuk bisa melanjutkan reformasi elektoral.
Peneliti PRP BRIN lainnya, Defbry Margiansyah berpendapat walaupun peran masyarakat sipil mengalami stagnansi, tetapi terdapat momen kritis yang menjadi pemersatu peran masyarakat sipil. Seperti halnya dalam menanggapi mengrnai isu Putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023 mengenai usia Capres-Cawapres.
Peran msyarakat sipil disebutkan Defbry, memberikan kontribusi dalam memperkaya ruang publik dengan informasi independen. "Diharapkan pemilu menjadi momen kolektif kita dan masyarakat sipil untuk menjaga nilai-nilai demokrasi," ucapnya.
(ori)