LANGIT7.ID-, Surabaya- - Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin beserta pejabat pemerintahan beberapa waktu melakukan kunjungan ke Selandia Baru.
Wapres membawa misi diplomasi industri halal dan potensi penguatan kerja sama antara Indonesia dan Selandia Baru. Kunjungan tersebut selaras dengan cita-cita Indonesia menjadi negara hub halal dunia.
Dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Airlangga (Unair) Citra Hennida SIP MA (IR) membagikan opininya.Indonesia.
Citra mengatakan, Indonesia masih tertinggal dalam memanfaatkan potensi industri halal. Hal itu yang hendak diubah oleh pemerintah. Jadi, Indonesia bukan hanya sebagai pasar dan konsumen saja, tetapi juga produsen dari industri halal itu sendiri.
Dia menambahkan, Selandia Baru bukanlah satu-satunya mitra industri halal bagi Indonesia. Namun, Selandia Baru tampaknya masih menjadi mitra strategis Indonesia sebab hampir setengah nilai perdagangan kedua negara berkaitan dengan aspek halal, termasuk produk pertanian dan peternakan.
Baca juga:
Kisah dan Perjuangan Pasangan Muda Membangun Rumah Sakit Syariah“Kerja sama dengan Selandia Baru juga untuk memastikan jaminan halal produk-produk yang datang dari Selandia Baru. Perlu dipastikan apakah sudah tersertifikasi halal atau belum, baik dari sumber maupun prosesnya. Kalau yang mudah diamati itu ya produk daging dan susu. Yang masih sulit diamati seperti penggunaan gelatin, bahan-bahan makanan, dan kosmetik,” jelasnya.
Produk-produk halal justru banyak didatangkan dari negara-negara non-muslim, seperti Thailand yang lebih berkembang industri halalnya.
“Kalau Indonesia mau menjadi hub halal dunia maka diperlukan pembangunan rantai produksi dan memastikan Indonesia ada dalam rangkaian rantai produksi tersebut. Sudah saatnya Indonesia memproduksi barangnya sendiri dan dilengkapi label halal. Pasar-pasar potensial untuk memasarkan produk halal Indonesia ada di Middle East and North Africa (MENA) dan negara-negara non muslim,” terang Citra.
Menurut Citra, memasarkan produk halal di negara-negara non-muslim dapat mendorong sustainable industry kedepannya. Konsumen muslim di negara-negara non-muslim akan aware dengan produk-produk yang diberi label halal. Hal itu tentunya bisa menjadi ceruk pasar yang potensial bagi Indonesia.
Di sisi lain, Indonesia juga memiliki potensi wisata halal yang menjanjikan apabila dikembangkan dan digarap serius oleh pemerintah. Promosi wisata halal akan memudahkan wisatawan asing muslim yang memerlukan amenities halal di lokasi wisata.
“Bisa dibilang Indonesia memiliki potensi yang menjanjikan tapi belum digarap maksimal. Hal itu masih menjadi PR bagi pemerintah yang perlu segera diselesaikan, termasuk sentimen-sentimen negatif di dalam negeri yang mengaitkan industri halal dengan upaya islamisasi,” ungkapnya.
Industri halal saat ini masih dikuasai oleh negara-negara non-muslim dengan lima pemain utama, yakni Amerika, India, Rusia, Argentina, dan Brazil. Di level Asia Tenggara, industri halal masih dikuasai oleh Thailand. Posisi Indonesia saat ini masih menjadi konsumen keempat terbesar dunia di bawah Arab Saudi, Malaysia, dan UEA.
“Siapapun presiden yang akan terpilih nanti, diplomasi halal perlu terus dilakukan. Mengingat potensi industri halal yang menjanjikan, Indonesia harus segera berbenah agar dapat menjadi hub halal dunia seperti yang dicita-citakan. Selain itu, kalau mau mengembangkan industri halal, Indonesia juga perlu bermitra dengan para pemain dari lima negara non muslim itu,” tutupnya
(ori)