LANGIT7.ID-, Jakarta- - Ramadhan adalah bulan suci yang disambut sukacita oleh umat Islam di seluruh dunia. Selain berpuasa, saat Ramadhan dianjurkan banyak melakukan amalan baik seperti sedekah, berdizkir, memperbanyak sunnah dan lainnya.
Begitu dengan tradisi dan keragaman budaya yang dirayakan lebih dari dua miliar umat Islam di dunia saat Ramadhan datang. Sejumlah negara, termasuk Indonesia, memiliki tradisi budaya dalam meramaikan Ramadhan.
Melansir laman
The Culture Trip, berikut sejumlah tradisi Ramadhan terindah dari seluruh dunia.
Baca juga:
Shalat Tarawih Bisa Dilakukan Sendiri di Rumah, Begini Niat dan Tata Caranya1. Lentera warna warni di Mesir
Masyarakat Mesir merayakan bulan suci Ramadhan dengan menerangi jalan-jalan pada sore dan malam hari dengan lentera warna-warni yang disebut "fanous".
Tradisi fanous ini bermuasal dari Kerajaan Fatimiyah ketika Kekhalifahan Al-Mu?izz li-Din Allah disambut dengan lentera warna-warni saat ia tiba di Kairo.
Hingga kini, tradisi fanous menjadi salah satu cara yang paling membangkitkan semangat dan penuh warna untuk meramaikan jalanan selama Ramadhan.
2. Seheriwalas di India
Tradisi Seheriwalas di India yaitu membangunkan jamaah untuk sahur dalam tradisi Mughal kuno.
“Seheriwalas” (juga disebut zohridaars) di New Delhi adalah tradisi yang sangat digemari di India, sejak zaman Mughal.
Para penjaga kota ini akan mengumandangkan doa dan nama Allah serta shalawat dalam syair yang indah. Tradisi ini memastikan semua orang di lingkungan tersebut terjaga untuk sahur sebelum shalat subuh.
3. Padusan di Indonesia
Di Indonesia sendiri banyak tradisi dalam menyambut dan merayakan Ramadhan, salah satunya adalah Padusan. Padusan berasal dari bahasa Jawa yang artinya mandi.
Tradisi padusan memiliki makna membersihkan diri secara jasmani dan rohani sebelum Ramadhan. Banyak umat Islam, khususnya di Pulau Jawa yang masih menjalankan tradisi ini.
Umumnya masyarakat akan berendam di mata air alami atau bahkan danau untuk padusan. Mata air memiliki makna spiritual yang mendalam dalam budaya Jawa dan merupakan bagian integral dari penyucian bulan suci.
Praktik ini diyakini disebarkan oleh Wali Songo. Bertahun-tahun yang lalu, merupakan praktik umum bagi para tetua dan pemuka agama setempat untuk memilih dan menetapkan mata air suci untuk padusan. Saat ini, banyak yang hanya pergi ke danau dan kolam renang terdekat, atau menyucikan diri di rumah sendiri.
4. Nafar di Maroko
Maroko juga memiliki tradisi selama Ramadhan yang disebut "nafar" atau pembawa pesan kota.
Nafar yang mengenakan pakaian tradisional gandora, sandal dan topi dengan meniup terompet membangukan warga untuk sahur. Seorang nafar dipilih oleh warga karena kejujuran dan empatinya.
Tradisi yang tersebar di Timur Tengah hingga Maroko ini dimulai pada abad ketujuh, ketika seorang sahabat Nabi Muhammad berkeliaran di jalanan saat fajar sambil menyanyikan sholawat merdu.
Ketika musik nafar terdengar di seluruh kota, hal itu disambut dengan rasa syukur dan terima kasih, dan dia secara resmi diberi kompensasi oleh masyarakat pada malam terakhir Ramadhan.
5. Midfa al Iftar di Lebanon
Di banyak negara di Timur Tengah, meriam ditembakkan setiap hari selama bulan Ramadhan sebagai tanda berakhirnya puasa pada hari itu.
Tradisi yang dikenal dengan sebutan midfa al iftar ini konon dimulai di Mesir lebih dari 200 tahun yang lalu, di bawah kekuasaan Ottoman Khosh Qadam.
Praktik ini menyebar ke banyak negara di Timur Tengah termasuk Lebanon, di mana meriam digunakan oleh Ottoman untuk menandai buka puasa di seluruh negeri.
Tradisi ini sempat hilang pada tahun 1983 usai invasi yang menyebabkan penyitaan beberapa meriam. Namun setelah perang, tradisi ini kembali dilanjutkan oleh tentara Lebanon.
Bagi generasi tua, tradisi penembakan meriam menjadi pembangkit nostalgia mengingat Ramadhan di masa kecil mereka.
6. Haq al Laila di Uni Emirat Arab
Tradisi haq al laila berlangsung pada tanggal 15 Sya'ban, sebulan sebelum Ramadhan. Pada hari itu, banyak anak-anak mengenakan pakaian warna cerah dan mengumpulkan permen atau manisan sambil menyanyikan lagu-lagu tradisional daerah setempat.
Nyanyian Aatona Allah Yutikom, Bait Makkah Yudikum, yang diterjemahkan dari bahasa Arab menjadi 'Berikan kepada kami dan Allah akan membalas Anda dan membantu Anda mengunjungi Rumah Allah di Mekah', bergema di jalan-jalan saat anak-anak dengan penuh semangat mengumpulkan hadiah mereka.
7. Chaand Raat di Pakistan
Di akhir Ramadhan, perempuan-perempuan di Pakistan mendatangi pasar setempat untuk membeli gelang warna warni. Selain itu mereka juga mengecat tangan dan kaki dengan desain henna yang rumit.
Sehubungan dengan tradisi ini, para pemilik toko mendekorasi kios mereka dan tetap buka hingga dini hari.
Para perempuan setempat mendirikan toko henna darurat di dekat toko perhiasan, sehingga mereka dapat menarik pelanggan untuk berbelanja dan langsung mengaplikasikan henna di tempat.
Suasana pasar yang ramai di Chaand Raat menjadi salah satu perayaan rakyat Pakistan dalam menyambut Idul Fitri keesokan harinya.
8. Pengamat hilal di Afrika Selatan
Berakhirnya bulan Ramadhan ditandai dengan terlihatnya hilal pertama. Meskipun hal ini dipraktikkan di seluruh dunia, keunikan tradisi ini di Afrika Selatan diilustrasikan oleh maan kykers (bahasa Afrika untuk ‘pengamat bulan’).
Umat ??Muslim dari seluruh Afrika Selatan menghadiri acara di Cape Town untuk melihat bulan baru. Namun hanya maan kykers, yang ditunjuk oleh Dewan Peradilan Muslim Afrika Selatan, yang dapat mengumumkan penampakan resmi tersebut.
Para maan kykers berdiri di sepanjang pantai di Sea Point Promenade, di Three Anchor Bay atau bahkan di puncak Signal Hill, untuk mengamati hilal.
Bulan harus terlihat dengan mata telanjang, dan pada malam yang cerah di Cape Town, tidak ada pemandangan yang lebih indah.
9. Penabuh genderang saat sahur di Turki
Tradisi ini berlangsung sejak masa Kesultanan Utsmaniyah, di mana penabuh genderang berkeliling di jalan-jalan untuk mengingatkan waktu sahur.
Para penabuh genderang mengenakan kostum tradisional Ottoman, termasuk fez dan rompi yang keduanya dihiasi motif tradisional. Saat mereka berkeliling dengan davul (gendang berkepala dua Turki), para penabuh genderang Ramadhan mengandalkan kemurahan hati warga untuk memberi tip (bah?i?) atau bahkan mengundang mereka untuk berbagi makanan sahur.
Bah?i? ini biasanya dikumpulkan dua kali di bulan suci, dan banyak pemberi yang percaya bahwa mereka akan menerima keberuntungan sebagai balasan atas kebaikan yang diberikan.
10. Bermain mheibes di Irak
Pada dini hari, setelah berbuka puasa, para pria dari berbagai generai berkumpul untuk bermain permainan tradisional mheibes. Permainan ini melibatkan dua kelompok yang terdiri dari sekitar 40 hingga 250 pemain, yang semuanya bergiliran menyembunyikan mihbes, atau cincin.
Permainan tipu daya, mheibes diawali dengan ketua tim memegang cincin, tangannya dibungkus selimut. Anggota lainnya harus duduk dengan tangan erat di pangkuan, saat pemimpin memberikan ring kepada salah satu pemain lain secara rahasia.
Dalam pertarungan yang menegangkan, lawan harus menentukan siapa di antara lusinan pria yang menyembunyikan cincin itu hanya melalui bahasa tubuh.
Meskipun asal muasal permainan ini tidak diketahui secara pasti, permainan ini memiliki nilai budaya dan sejarah yang mendalam.
11. Lagu-lagu tradisional di Albania
Selama berabad-abad, umat Muslim Roma, yang berasal dari Kekaisaran Ottoman, mengumumkan awal dan akhir puasa dengan lagu-lagu tradisional.
Setiap hari selama bulan Ramadhan, mereka akan berjalan mondar-mandir di jalan memainkan lodra, sebuah drum silinder berujung ganda buatan rumah yang dilapisi kulit domba atau kambing.
Keluarga Muslim sering mengundang mereka ke dalam rumah untuk memainkan lagu balada tradisional untuk merayakan dimulainya buka puasa.
12. Membuka pintu di Kamerun
The Muslim Vibe menuliskan bahwa umat Muslim di Kamerun menjalankan tradisi membuka pintu untuk menyambut siapa pun yang berbuka puasa. Tradisi ini dilakukan untuk mengundang siapa pun dari luar yang mungkin perlu mencari tempat untuk berbuka puasa.
13. Baca puisi religius di Maladewa
Umat Muslim di Maladewa akan membacakan puisi Ramadhan berjudul “Raivaru”.
Sebuah bentuk puisi kuno dengan ritme dan pola garis yang berbeda, bagi banyak Muslim Maladewa, Ramadhan menjadi lebih istimewa dengan bentuk puisi indah yang dibacakan dalam ibadah.
(ori)