LANGIT7.ID-, Jakarta- - Di antara ciri manusia yang bertakwa adalah menunaikan ibadah puasa. Di dalam surah Al-Baqarah (2): 183 dijelaskan bahwa Allah Swt. memerintahkan kaum beriman untuk menunaikan ibadah puasa Ramadan agar menjadi manusia bertakwa.
يَأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Qs. Al-Baqarah [2]:183)
Di dalam Alquran, kata "shawama" dengan kata-kata bentuknya disebutkan sebanyak 13 kali. Secara bahasa "shawama" berarti diam, menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu. Maryam, ibunda Nabi Isa a.s., memilih diam, tidak menjawab pertanyaan khalayak tentang kehamilannya (Qs. Maryam [19]: 26).
فَكُلْ وَاشْرَبِي وَقَرَى عَيْنًا فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُوْلِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ ج الْيَوْمَ انْسِيًّ
Makan, minum, dan bersukacitalah engkau. Jika engkau melihat seseorang, katakanlah, 'Sesung- guhnya aku telah bernazar puasa (bicara) untuk Tuhan Yang Maha Pengasih. Oleh karena itu, aku tidak akan berbicara dengan siapa pun pada hari ini." (Qs. Maryam [19]: 26)
Sikap Maryam tersebut memiliki dua makna. Pertama, Maryam berusaha mencegah dan menghilangkan fitnah. Apa pun jawaban yang diberikan tetap akan menjadi kontroversi dan fitnah. Kedua, Maryam berusaha menghindari hal-hal yang tidak bermanfaat. Apa pun jawaban yang diberikan tidak akan mengubah opini orang-orang yang telah menyebarkan dusta dan tuduhan keji kepadanya.
Dalam kehidupan sosial sekarang ini, di era di mana manusia hidup dalam alam digital, sikap dan keteladanan Maryam tersebut sangat penting. Filosofi diam itu emas, sangat penting diakibatkan dalam kehidupan yang penuh hoaks dan disinformasi.
Kembali ke makna puasa. Dalam pengertian fikih, berpuasa adalah ibadah yang dilaksanakan karena Allah dengan tidak makan, minum, dan bersetubuh serta meninggalkan perbuatan-perbuatan yang membatalkan dan merusak kesempurnaan puasa dari terbit fajar sampai terbenam matahari.
Ahmad Mustafa al-Maraghi di dalam Tafsir Al-Maraghi menjelaskan secara bahasa "shiyam" berarti "al- imsak" dan "al-kaf": menahan diri dan mencukupkan diri atas sesuatu. Itulah substansi puasa. Al- Maraghi mengaitkan puasa dengan sabar.
الصِّيَامُ نِصْفُ صَبْرٍ
Puasa adalah separuh dari kesabaran.
Maknanya, seorang yang berpuasa harus senantiasa sabar. Puasa tidak sebatas meninggalkan makan, minum, dan bersetubuh. Puasa adalah pengendalian diri (
self-control) dan disiplin diri (
self-discipline) yang berasal dari dalam. Dengan berpuasa, manusia merasa cukup dan mencukupkan diri dengan tidak melakukan perbuatan yang melampaui batas (
self-restrain). Puasa itu tameng (junnah) yang melindungi dan menyelamatkan manusia dari berbuat maksiat.
Berbagai masalah dalam hidup dan kehidupan sehari-hari baik dalam masalah pribadi atau publik karena manusia berbuat melampaui batas. Berbagai masalah kesehatan jasmani yang diakibatkan oleh makan dan minum yang berlebihan karena ketidakmampuan manusia mengendalikan nafsu makan. Gaya hidup boros, berfoya-foya (israf), dan konsumtif membuat banyak makanan yang terbuang (mubadzir). Ketidakmampuan menahan nafsu birahi (syahwat) menjerumuskan manusia pada perbuatan zina. Keserakahan memperoleh harta menyeret manusia berbuat korupsi (fasad), merusak alam, dan menghalalkan secara cara termasuk membunuh sesama. Ketamakan akan kekuasaan dan jabatan (lust for power) mem- buat seseorang melanggar Konstitusi dan merusak norma serta moral utama.
Michael Sandel (2009) dalam buku What Money Can't Buy menjelaskan bahwa dalam kehidupan dan budaya yang serba materialistis, uang dan harta merupakan prestise dan ukuran keberhasilan. Manusia menjadi hedonis, materialistis, dan egois. Lebih dari itu, uang dan harta memungkinkan memperoleh apa pun yang diinginkan.
Ketidakmampuan menahan diri (
having mood) menjerumuskan manusia pada kehancuran dan jauh dari kebahagiaan. Bahagia, menurut Erick Fromm dalam buku To Have or To Be (1976) adalah ketika manusia merasa cukup dan menikmati apa yang dimiliki (
being mood).
Dalam konteks itulah, Alquran mengingatkan manusia agar tidak boros, konsumtif, dan hidup berfoya-foya.
يُبَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا ج وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوْا إِنَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid dan makan serta minumlah, tetapi janganlah berlebihan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebihan. (Qs. Al-A'raf [7]: 31)
وَاتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهَ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيْطِيْنِ قلے وَكَانَ الشَّيْطَنُ لِرَبِّهِ كَفُوْرًا
Berikanlah kepada kerabat dekat haknya, (juga kepada) orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya. (Qs. Al-Isra' [17]: 26-27)
Selain itu, puasa juga mendidik manusia agar senantiasa jujur. Kejujuran terbangun dari kesadaran kedekatan (intimacy) dengan Allah Swt. dan bahwa Allah Maha Mengetahui apa pun yang dilakukan oleh manusia. Dalam Hadis Qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari r.a. dan Muslim r.a dari Abu Hurairah r.a disebutkan:
الصَّوْمُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
Puasa itu urusan-Ku, dan Akulah yang akan memberikan balasan.
Puasa membentuk manusia menjadi pribadi yang terbuka dan berintegritas. Integritas terbentuk ketika manusia terbiasa jujur di mana hati, lisan, dan perbuatan seiring-sejalan. Manusia bisa memiliki kepribadian yang pecah (
split personality) apabila terbiasa dusta, mendustai diri sendiri dan orang lain. Hidup menjadi resah dan gelisah karena hati, lisan, dan perbuatan tidak sejalan.
Puasa adalah sarana dan cara yang disyariatkan oleh Allah Swt. agar manusia bertakwa. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah al-Ahzab [33]: 35, bagi mereka yang berpuasa, baik laki-laki maupun perempuan, Allah Swt. mengampuni dosa-dosanya dan menjanjikan surga.
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمُتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنُتِ وَالْقُنِتِينَ وَالْقُنِتُتِ وَالصُّدِقِينَ وَالصَّدِقْتِ وَالصَّبِرِينَ وَالصَّبِرَاتِ وَالْخُشِعِينَ وَالْخُشِعْتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقْتِ وَالصَّابِمِيْنَ وَالصُّمْتِ وَالْحَفِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَفِظْتِ وَالذَّكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّكِرْتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Sesungguhnya muslim dan muslimat, mukmin dan mukminat, laki-laki dan perempuan yang taat, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan penyabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kemaluannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, untuk mereka Allah telah menyiapkan ampunan dan pahala yang besar. (Al-Ahzab [33]: 35.
Allahu 'alam.
(lam)