Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Selasa, 20 Mei 2025
home edukasi & pesantren detail berita

Dari Buku Prof.Dr. Abdul Mu'ti Menjadi Manusia Bertakwa (Seri 14)

nabil Rabu, 03 April 2024 - 04:55 WIB
Dari Buku Prof.Dr. Abdul Mu'ti Menjadi Manusia Bertakwa (Seri 14)


LANGIT7.ID-, Jakarta- - Ibadah haji adalah salah satu rukun Islam. Secara bahasa kata hajja (isim mashdar), haja (fiil madzi) yang berarti menyengaja. Di dalam Alquran dan kata-kata bentukannya disebutkan sebanyak 33 kali. Sedangkan kata hajj dan hajjan disebutkan 12 kali. Dalam pengertian istilah, haji adalah ibadah mengunjungi baitullah yang dilaksanakan dengan niat karena Allah Swt. pada waktu serta syarat rukun dan cara tertentu.

Sebagian besar ulama berpendapat bahwa ibadah haji diwajibkan bagi kaum mukmin yang mampu. Mampu (istitha'ah) merupakan syarat menunaikan ibadah haji. Kewajiban haji tidak berlaku apabila syarat-syarat tidak terpenuhi. Di dalam Alquran surah Ali Imran [3]: 97 disebutkan:

فِيهِ أَيْتٌ بَيِّنَتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَنْ دَخَلَةَ كَانَ أَمِنًا وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعُلَمِيْنَ

Di dalamnya terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) Maqam Ibrahim. Siapa yang memasukinya (Baitullah), maka amanlah dia. (Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam. (Qs.Ali Imran [3]: 97)

Dalam pengertian luas, istatha'a memiliki lima aspek. Pertama, mampu secara materi (istitha'ah fi al-mali). Seorang yang menunaikan ibadah haji harus memiliki kemampuan finansial untuk memenuhi biaya haji dan untuk keluarganya. Para ulama berpendapat bahwa pemenuhan biaya haji tidak boleh berasal dari pinjaman/pembiayaan bank atau perseorangan.

Kedua, mampu secara jasmani dan rohani (istitha'ah fi al-jismi). Seorang yang menunaikan ibadah haji harus dalam keadaan sehat jasmani, mental, spiritual, dan moral. Hal ini karena sebagian besar rangkaian ibadah haji merupakan aktivitas fisik. Mereka yang tidak mampu secara fisik tidak berkewajiban menunaikan ibadah haji. Dan, jika ia sudah bernazar, dapat diwakili (badal) oleh seorang mampu. Karena tempat ibadah haji (masyair) semua ada di Mekah, maka menunaikan ibadah haji memerlukan stamina fisik yang prima. Berjuta-juta jamaah datang dari negeri-negeri yang jauh. Allah Swt. berfirman di dalam surah al-Hajj [22]: 27.

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

Wahai Ibrahim, serulah manusia untuk (mengerja- kan) haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh. (Qs. Al-Hajj [22]:27)

Ketiga, memahami dengan baik tata cara (kaifiat) melaksanakan ibadah haji dan tempat-tempat manasik haji (istitha'ah fi al-din). Di dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad r.a., Muslim r.a., dan Tirmidzi r.a. dari Jabir bin Abdillah r.a., Rasulullah bersabda:

خُذُوْا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ

Ikutilah (ambillah) dariku (bagaimana) aku menunaikan haji.

Keempat, keadaan memungkinkan untuk pelaksanaan ibadah haji baik perjalanan maupun selama ibadah. Keamanan (security) dari kejahatan, wabah penyakit, peperangan, dan gangguan keamanan lainnya. Aspek ini dapat disebut kemampuan menjamin keamanan (istitha'ah fi al-hali). Para ulama fikih berpendapat jika keadaan tidak memungkinkan karena keamanan dan keadaan tidak memungkinkan makan ibadah haji boleh tidak diselenggarakan. Dalam sejarah, haji pernah tidak diselenggarakan karena ancaman keamanan ketika terjadi pemberontakan di Arab Saudi dan wabah kolera. Haji tidak diselenggarakan pada saat wabah pandemi Covid-19.

Kelima, kemampuan pemerintah, khususnya Arab Saudi, sebagai tuan rumah dan penyelenggara haji. Selama ini, pemerintah Arab Saudi menyebut dirinya sebagai pelayan dua masjid al-haram (khadim al-haramain) yang bertanggung jawab melayani jamaah haji sebagai tamu-tamu Allah Yang Maha Rahman (dhuyuf al-Rahman). Ketersediaan dan kelayakan sarana dan prasarana haji merupakan aspek kemampuan penyelenggaraan (istitha'ah fi al-nidhami).

Istitha'ah sebagai syarat ibadah haji mengisyaratkan kompleksitas kesulitan dan beratnya ibadah haji. Di dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah r.a. disebutkan bahwa suatu ketika Aisyiyah r.a. bertanya kepada Rasulullah:

يَارَسُوْلَ اللهِ عَلَى النِّسَاءِ جِهَادُ قَالَ نَعَمْ عَلَيْهِنَّ جِهَادُ لَا قِتَالَ فِيْهِ الْحَجُّ وَالْعُمْرَةَ

Wahai Rasulullah, apakah ada jihad bagi perempuan? Rasulullah menjawab: Ya. Bagi perempuan ada jihad yang tidak ada pembunuhan di dalamnya yaitu haji dan umrah.

Selain berbekal kemampuan dan pemenuhan berbagai aspek penyelenggaraan, bekal yang paling penting bagi jamaah haji adalah takwa. Di dalam surah Al-Baqarah [2): 197 Allah Swt. berfirman:

الْحَجُّ اَشْهُرُ مَّعْلُوْمُتُ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوْقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَقِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمُهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ صلے الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُوْنِ يَأُولِي الْأَلْبَابِ

(Musim) haji itu (berlangsung pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Siapa yang mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, janganlah berbuat rafas, berbuat maksiat, dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala kebaikan yang kamu kerjakan (pasti) Allah mengetahuinya. Berbekallah karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat. (Qs. Al- Baqarah [2]: 197)

Di dalam beberapa kitab tafsir disebutkan Qs. Al- Baqarah [2]: 197 diturunkan ketika ada sekelompok orang Yaman yang ingin menunaikan ibadah haji tetapi tidak memiliki bekal yang cukup. Karena itu, sebagian mereka kemudian menunaikan ibadah haji dengan membawa dagangan atau haji sembari berbisnis. Pada saat itu, praktik demikian dimungkinkan dan diperbolehkan. Saat sekarang ini, walaupun tidak terlarang dan masih dimungkinkan, hal demikian tidak seharusnya dilakukan.

Jika dikaitkan dengan ibadah haji, bekal takwa paling tidak memiliki tiga makna. Pertama, menunaikan ibadah haji karena iman dan niat semata-mata karena Allah Swt. (ikhlas). Di dalam surah Al-Baqarah [2]: 196:

وَاتِمُوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ

Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. (Qs. Al-Baqarah [2]: 196)

Niat yang ikhlas dalam menunaikan haji sangat penting dan memiliki relevansi dengan kecenderungan saat ini. Sebagian manusia menunaikan ibadah haji semata karena motif politik atau prestise sosial. Di dalam masyarakat, haji memiliki status sosial tinggi yang sering menjadi instrumen politik.

Kedua, selain melaksanakan semua rangkaian ibadah haji dengan baik dan benar, seseorang yang menunaikan haji dan selama haji harus membekali dan membekali diri dengan akhlak yang terpuji. Allah Swt. berfirman di dalam surah Al-Baqarah [2]: 197.

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُوْمُتُ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوْقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجَ

(Musim) haji itu (berlangsung pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Siapa yang mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, janganlah berbuat rafats, berbuat maksiat, dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji.

Haji itu dilaksanakan pada bulan yang sudah ditentukan. Maka barang siapa yang menunaikan ibadah haji hendaknya dia tidak berbuat rafats, jidal (bertengkar), dan berbuat kerusakan. Seorang yang sedang haji dilarang membunuh (Manusia, binatang) dan merusak alam. Selama haji, manusia diharuskan senantiasa berbuat baik (al-bir).

Ketiga, menjaga akhlak terpuji dan kebaikan setelah ibadah haji. Inilah yang disebut haji mabrur. Di dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Rasulullah bersabda:

الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةً بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءُ إِلَّا الْجَنَّةِ

(Allah Swt. mengampuni) dosa manusia di antara ibadah umrah. Tidak ada balasan haji mabrur selain surga.

Dengan berbekal takwa, ibadah haji sejatinya adalah untuk menyempurnakan ketakwaan. Dalam pemahaman ini, idealnya, seseorang menunaikan ibadah haji apabila sudah menunaikan empat rukun Islam yang lainnya: syahadat, shalat, zakat, dan puasa. Sebagai rukun Islam yang kelima, haji merupakan puncak penyempurnaan rukun Islam.

Allahu 'alam.

(lam)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Selasa 20 Mei 2025
Imsak
04:25
Shubuh
04:35
Dhuhur
11:53
Ashar
15:14
Maghrib
17:47
Isya
18:59
Lihat Selengkapnya
QS. Al-Hadid:1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
سَبَّحَ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
Apa yang di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah. Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.
QS. Al-Hadid:1 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan