LANGIT7.ID-, Jakarta- - Awal Muharram lekat dengan proses hijrah Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassallam, dari Mekkah ke Madinah, ditemani oleh sang sahabat laki-laki, Abu Bakar ash Shiddiq.
Para sahabat ini dikisahkan memiliki keberanian kala menemani Rasulullah berdakwah. Namun, tahukah Anda bila ada juga sahabat wanita (shahabiyah) yang juga dikenal pemberani dan salehah selama hijrah?
Ada tiga sosok shahabiyah hijrah yang berani dan hebat untuk menjaga keimanan tetap hidup.
1. Asma' binti Abu Bakar
Asma adalah putri dari Abu Bakar ash Shiddiq yang lahir di Kota Mekkah. Asma' termasuk orang ke-18 yang memeluk Islam.
Ia termasuk salah satu sahabat wanita yang perjalanannya ke Madinah penuh dengan bahaya. Saat meninggalkan Mekkah, Asma' menghadapi perlawanan besar.
Dalam buku "Seri Shahabiyah Asma binti Abu Bakar", beliau dikenal dengan sebutan dzatun nithaqain atau pemiliki dua ikat pinggang. Ketika itu ayahnya dan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam sedang bersembunyi di Gua Tsur, menghindari orang-orang yang hendak membunuh Rasulullah SAW. Mereka dalam perjalanan menuju Madinah.
Asma' yang berperan dalam mengantarkan makanan dan perbekalan untuk Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar. Ikat pinggangnya ia sobek menjadi dua. Satu untuk mengikat perutnya yang sedang hamil dan satu lagi untuk mengikat makanan.
Abu Jahal, salah seorang pemimpin yang ingin membunuh Nabi SAW, mulai curiga bahwa Asma’ adalah kaki tangan yang menyembunyikan Rasulullah. Abu Jahl pun mendekatinya dan memaksa Asma' memberitahukan di mana ayahnya dan Nabi bersembunyi.
Namun Asma’ radhiallahu anhu menghadapi amukan Abu Jahl dengan diam dan berani. Ketika Abu Jahl menyadari bahwa omelannya tidak menggugah Asma’ untuk memberitahukan lokasi orang-orang yang bersembunyi dari usaha pembunuhannya, dia menampar Asma’ yang sedang hamil dengan begitu kuat hingga kalungnya terlepas.
Saat sampai di Madinah, Asma' melahirkan bayi pertama dari komunitas Muslim di sana. Asma' termasuk wanita yang meriwayatkan hadits Rasulullah. Ia meninggal dunia di usia 100 tahun.
2. Ummu Salamah
Ummu Salamah adalah salah satu istri Nabi Muhammad SAW. Sebelum hijrah ke Madinah, Ummu Salamah bersama mendiang suaminya hijrah lebih dulu ke Abisinia demi agama.
Bagi Ummu Salamah, hijrah ke Abisinia berarti meninggalkan kampung halamannya dan melepaskan ikatan tradisional garis keturunan dan kehormatan demi sesuatu yang baru, mengejar keridhaan dan pahala Allah SWT.
Sekembalinya Ummu Salamah dari Abisinia ke rumahnya di Mekkah, ia melihat keadaan belum membaik seperti yang diperkirakan para imigran. Ummu Salamah pun memutuskan untuk berangkat ke Madinah dan meninggalkan segalanya.
Hanya saja, beliau dan suami serta anak-anaknya dipisahkan karena tentangan keluarga.
Ingin menyatukan kembali seluruh keluarganya di tanah baru—tanah harapan—jauh dari penindasan Mekah, dia bertekad untuk melakukan perjalanan berbahaya ke Madinah sendirian.
Bepergian melalui gurun di zamannya membutuhkan waktu dan sangat berbahaya. Tetapi, Ummu Salamah berani berangkat sendirian bersama anaknya ke Madinah dengan mengandalkan Allah SWT.
Dan Allah memberinya keselamatan ketika dia bertemu dengan ‘Utsman bin Talhah ‘Abdari dalam perjalanannya, yang menemaninya sepanjang perjalanan.
3. Aisyah RA
Aisyah radhiallahu anhu adalah anak pertama yang lahir dalam komunitas Muslim di Mekkah. Karena itu, beliau tergolong masih muda saat hijrah ke Madinah.
Meskipun usianya masih muda, tidak hanya melakukan perjalanan berbahaya, Aisyah juga menceritakan banyak hal yang terjadi di sekitarnya sebelum, selama, dan setelah migrasi. Sehingga kita dapat mengetahui seperti apa migrasi tersebut.
Salah satu riwayat hijrah mengkisahkan kedekatan antara ayahnya, Abu Bakar dengan Nabi Muhammad SAW.
Aisyah menceritakan apa yang dilakukan Rasulullah dan Abu Bakar saat tiba waktunya meninggalkan gua menuju Madinah.
Aisyah mengatakan, “Rasulullah dan Abu Bakar telah mempekerjakan seorang pria dari suku Bani Al-Dil dari keluarga Bani `Abd ibn `Adi sebagai pemandu ahli, dan dia bersekutu dengan keluarga Al-`As bin Wa'il Al-Sahmi, dan dia berada pada agama kaum Quraisy.”
Rasulullah dan Abu Bakar memberi kepercayaan pada Aisyah untuk membawakan dua ekor unta untuk Rasulullah dan Abu Bakar tiga malam kemudian.
Dan ketika mereka berangkat, `Amir bin Fuhairah dan pemandunya ikut bersama mereka, dan pemandu membawa mereka menyusuri pantai.” (Al-Bukhari)
Begitu mereka memasuki Madinah, Aisyah ra meriwayatkan semua yang dilihatnya. Dia mendokumentasikan situasi yang membahayakan hidup bahkan setelah perjalanan berakhir.
Aisyah berkata, “Kami datang ke Madinah dan itu adalah tanah Allah yang paling tercemar. Air di sana berbau busuk.”
Dia berkata: “Ketika Rasulullah datang ke Madinah, Abu Bakar dan Bilal keduanya jatuh sakit. Aku mendatangi mereka dan bertanya: ‘Ayahku! Bagaimana Anda menemukan diri Anda sendiri? Bilal! Bagaimana kamu menemukan dirimu sendiri?”
Aisyah meriwayatkan, “Aku mendatangi Rasulullah dan aku memberitahunya, dia berkata: ‘Ya Allah! Jadikan Madinah menyayangi kami seperti kami mencintai Mekkah dan banyak lagi.
Melihat peranan para sahabat wanita atau shahabiyah yang berani menghadapi kesulitan saat hijrah, memberi kita gambaran sekilas tentang kehidupan para sahabat Nabi (SAW) dan pengorbanan mereka untuk melindungi dan mewariskan agama Islam
(ori)