langit7-Jakarta,- - Begitu ramai unggahan “Peringatan Darurat” di media sosial. Tulisan “Peringatan Darurat” tampil disertai gambar Garuda Pancasila dengan warna latar belakang biru. Apa sebenarnya makna unggahan ini dan bagaimana bisa muncul?
Bisa dibilang ini merupakan suatu gerakan yaitu gerakan “Peringatan Darurat” yang dimulai sejak kemarin, sebagai reaksi terhadap keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait undang-undang pemilu.
Begitu massif seruan ini menyebar melalui media sosial sebagai ajakan untuk menentang keputusan tersebut, bahkan ada juga yang mengartikan berupa seruan turun ke jalan. Namun di sisi lain, tak banyak juga yang mengetahui apa dan bagaimana seruan ini bisa muncul.
Baca juga:
Mahasiswa Indonesia Ramai-Ramai Serukan 'Peringatan Darurat' untuk Lawan Keputusan MK Pilkada 2024!Berikut alur masalahnya:
1. Berawal dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora terhadap UU Pilkada lewat putusan perkara No. 60/PUU-XXII/2024.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk Sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan yang digelar pada Selasa, 20 Agustus.
Dalam putusan tersebut MK memutuskan bahwa ambang batas (threshold) untuk mencalonkan kepala daerah tak lagi 25% akumulasi suara sah parpol atau gabungan parpol pada Pileg DPRD 2024 atau 20% kursi di DPRD 2020.
Dengan demikian, PDI Perjuangan bisa mengusung pasangan pada Pilgub Jakarta yang hanya membutuhkan 7,5% suara (untuk DPT 6-12 juta). Sebab pada Pileg DPRD Jakarta 2024, PDI Perjuangan meraup 14,01% suara.
Sebelumnya partai ini terganjal aturan minimal kursi untuk pencalonan gubernur-wakil gubernur.
2. Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan terkait syarat usia minimum calon kepala daerah dalam Undang-Undang Pilkada nomor 10 tahun 2016. MK Menegasakan bahwa syarat usia minimum dihitung sejak penetapan pasangan calon kepala daerah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan perkara nomor 70/PUU-XXII/2024, Selasa 20 Agustus.
MK beranggapan, pasal 7 ayat 2 huruf e UU 10/2016 terkait syarat usia tersebut sudah terang-benderang maknanya, yaitu harus dipenuhi pada masa pencalonan.
“Sehingga terhadapnya tidak dapat dan tidak perlu diberikan atau ditambahkan makna lain atau berbeda selain dari yang dipertimbangkan dalam putusan a quo, yaitu persyaratan harus dipenuhi pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon,” jelas Wakil Ketua MK Saldi Isra.
3. Keputusan DPR.
Usai putusan dari MK, DPR bereaksi. Badan Legislasi (Baleg) DPR menggelar rapat kerja (Panja) bersama pemerintah dengan agenda pembahasan RUU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, atau RUU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Dalam rapat itu menyepakati hal yang berbeda dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut di atas.
Pasal 40 di ayat 1 soal syarat batas kursi yang tadinya diubah oleh putusan MK dikembalikan lagi oleh Baleg. Jadi partai yang memiliki kursi, tetap harus memenuhi ambang batas 20 persen di DPRD.
4. Muncul protes publik
Usai pernyataan DPR tersebut muncul protes di media sosial menggunakan tagar “Peringatan Darurat” menandakan bahaya dari demokrasi di Indonesia. Alasan utamanya yakni gerakan ini sebagai reaksi atas kekhawatiran terhadap kemunduran demokrasi dan pentingnya pengawasan publik terhadap kebijakan pemerintah.
Pantauan dari beberapa unggahan di media sosial tentang “Peringatan Darurat” ini, para warga net kerap melontarkan dukungan terhadap gerakan ini.
Alasannya, bukan karena mereka pendukung kuat Anies Baswedan ataupun juga garis keras PDIP tetapi karena putusan ini membuka peluang bagi oposisi yang kuat terhadap koalisi KIM plus yang dominan dan selama ini berjalan tanpa oposisi
(ori)