LANGIT7.ID-Iraq; Kamis pagi buta (22/8), saya mendarat di Bandara al Najaf International. Najaf adalah ibukota di Irak bagian tengah. Terletak sekitar 160 km di selatan Baghdad. Najaf terletak di punggung bukit di sebelah barat Sungai Efrat. Dan kota ini merupakan salah satu dari dua kota suci utama Islam Syiah, dan secara luas dianggap sebagai tempat peristirahatan imam Ali ibn Abī Ṭālib, tokoh utama Islam Syiah yang paling dihormati, yang makamnya terletak di dekat pusat kota.
Saudaraku... baik di Najaf maupun di Karabla, menjadi pusat destinasi wisata syariah (religi). Tentu, nilai kapitalisasinya miliaran dolar US setahun untuk Irak. Sumber pendapatan terbesar kedua bagi dua propinsi itu (Najaf n Karbala) adalah sektor minyak. Saudaraku... tentu Iran memiliki kepentingan. Iran telah lama masuk ke negara bagian Irak. Orang Iran, bahkan makin menggunakan kekuatan lunak (soft power) ikatan agama mereka, yang bisa jadi lebih penting daripada ikatan politik.
Pemerintah Irak memberikan privilige untuk proyek-proyek keagamaan, termasuk pembebasan pajak atas impor semen, baja, dan material Iran lainnya. Menurut pelbagai rujukan sumber, banyak dari barang-barang dibawa ke Irak dgn tujuan membangun tempat suci, tetapi kemudian dijual di tempat lain di negara itu. Ini menjadi taktik Iran tuk membantu melawan sanksi Barat terhadapnya
Sahabatku... tatkala memasuki kota Qom, kita disambut beberapa bendara di atas menara masjid bertulis: Ya latharathil Hussein (wahai para penuntut balas Hussein). Tegas sekali bendara merah berkibar di masjid besar Qom, Masjid Jamkaran. Api perjuangan melawan dan menyerang sesegara mungkin terhadap kebiadaban zionis Israel sangat kental nuansanya. Sahabatku.. kota Qom adalah sebuah kota di Iran yg menjadi mendapat julukan Kota Sejuta Ulama. Kota ini berjarak 135 km dari Teheran. Secara administratif, Qom adalah ibu kota provinsi Qom. Qom terletak di kawasan sahara tengah Iran. Posisinya yang berada di tengah padang yang gersang dan jauh dari laut, iklim Qom sangat kering. Sebagian besarnya tanahnya tidak bisa dimanfaatkan untuk pertanian.
Saya teringat nama kota Qom, pada awal2 1980an, diberitkan tentang gerakan Revolusi Islam Iran, 1979. Pergerakan melawan pemerintah Shah Reza Pahlevi sang diktator & despotik, apinya mulai menjalar di kota mullah ini. Ayatolah Imam Khomeini, yang sejak muda belajar dan mendalami hukum syariah, ilmu fiqih, juga filsafat Yunani, etika, dan filsafat politik menjadi penggagas dan leader dalam mengelola revolusi. Getaran revolusi itu menjalar dan menjangkit secara global, tidak semata di bumi Persia. Di Indonesia sendiri, api revolusi dan kebangkitan atau revivalisme Islam cukup meggema. Para intelektual muslim di Tanah Air bangkit menggelorakan semangat gerakan intelektualisme Islam. Sayang gelora itu sedikit redup dekade-dekade belakangan ini di Indonesia.(Mukhaer Pakkanna, Participant Arbaeen Walk 2024/Rektor ITB Ahmad Dahlan)
(lam)