LANGIT7.ID-, Jakarta- - Pertumbuhan signifikan sektor keuangan syariah Indonesia terus berlanjut hingga pertengahan 2024, dengan total aset mencapai Rp2.756 triliun. Namun, di balik pencapaian ini, masih terdapat kesenjangan besar dalam pemahaman dan penggunaan layanan keuangan berbasis syariah di masyarakat.
Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif OJK bidang Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen, mengungkapkan data terkini dalam webinar ISEI Urgensi Produk Halal untuk Ekonomi Indonesia Berkelanjutan. Ia menyoroti peningkatan substansial dalam penyaluran pembiayaan syariah yang kini mencapai Rp14.682 triliun, dengan pangsa pasar 47,31 persen.
Kontribusi sektor ini terhadap PDB juga menunjukkan tren positif, mencapai 45,66 persen per Juni 2024. Selain itu, potensi dana sosial berbasis syariah seperti wakaf, zakat, infak, dan sedekah telah terkumpul hingga Rp33,03 triliun, menambah daya dorong pertumbuhan ekonomi berbasis syariah.
Untuk mengakselerasi perkembangan ini, OJK telah membentuk 531 Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) dan 32 Komite Daerah Ekonomi Keuangan Syariah (KDEKS) di tingkat provinsi. Inisiatif ini bertujuan memperluas jangkauan dan memajukan ekonomi syariah di berbagai daerah Indonesia.
Meski demikian, tantangan utama masih menghadang. Survei terbaru OJK dan BPS mengungkap bahwa indeks literasi keuangan syariah baru mencapai 39,11 persen, sementara indeks inklusinya hanya 12,88 persen. Angka ini jauh tertinggal dibandingkan indeks keuangan konvensional yang mencapai 65,43 persen untuk literasi dan 75,02 persen untuk inklusi.
Friderica, yang akrab disapa Kiki, mengakui adanya peningkatan pemahaman masyarakat terhadap produk dan jasa keuangan syariah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Namun, ia menekankan bahwa penggunaan aktual layanan keuangan syariah masih perlu ditingkatkan secara signifikan.
"Meskipun pemahaman masyarakat sudah meningkat pesat dari angka 9 persen sebelumnya, penggunaan aktual produk keuangan syariah masih terpaku di angka 12 persen. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua," ujar Kiki.
Dengan pertumbuhan yang menjanjikan namun masih terkendala literasi dan inklusi, industri keuangan syariah Indonesia berada di persimpangan kritis. Diperlukan upaya kolaboratif dari berbagai pihak untuk menjembatani kesenjangan ini dan mengoptimalkan potensi ekonomi syariah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.
(lam)