LANGIT7.ID-Iraq; Sahabatku... Saya menapak jejak kaki ke kota Karbala, Irak, sejak Sabtu (24/5) tuk menyaksikan puncak prosesi Arbain, peristiwa kolosal ritual bagi penganut mashab syiah dunia. Sebelumnya, saya menapaki kota Najaf, tempat peristirahatan terakhir khalifah Ali bin Abi Thalib.
Jarak kota Karbala ke kota Najaf ibarat "sepelemparan batu", kisaran 80 km atau 3 hari jika berjalan kaki dalam ritual masif Arbain Walk. Saya sendiri menikmati perjalanan itu, karena memiliki makna spritual, fenomenologis-sosiologis dan antropologis.
Sementara jarak dari negeri 1001 malam Baghdad kisaran 100 km. Kota Najaf dan Karbala adalah 2 kota suci bagi penganut mashab Syiah. Kota Karbala adalah kota destinasi religi dengan magnet utamanya adalah Maosoleum (pemakaman) imam Hussein ibn Ali, cucu tersayang Rasulullah, putera Ali Ibn Abi Thalib & Fatimah Az zahra putri tersayang Rasulullah.
Megnet makam keluarga dan sahabat khalifah Ali, bermakna historik dan heroik ini kemudian dikapitalisasi menjadi obyek destinasi yang mendatangkan devisa dan getaran denyut kehidupan ekonomi bagi rakyat terutama usaha kecil di Karbala. Pun produk pangan dan peternakan yang surplus mampu mensuplai kehidupan masyarakat. Keberadaan sungai Eufrat yang ikonik dalam jejak sejarah pernah dikuasai Alexander Agung. Sungai ini justru menyuplai air yang tak pernah kering sehingga ratusan spesies flora dan fauna tetap survive. Inilah menjadi sumber devisa yg sangat menakjubkan.
Dan, tidak kalah dahsyat, sumber minyak yang surplus dan mampu mendongkrak gemerincing dinar masyarakat Karbala. Sekadar catatan, Irak berobsesi pada 2030 akan mampu meningkatkan produksi minyak sebesar 6 juta barel per hari. Kontradiksi dengan ihwal itu, surplus devisa belum optimal berkorelasi dengan penataan ruang wilayah dan sketsa kota yang baik. Di beberapa sudut kota masih dijumpai enclave kumuh, bahkan pengemis masih ada berserak.
Sahabatku... Saya kurang tahu, apa daerah ini masuk dalam kategori kawasan yang oleh Richard Auty disebut sebagai "kutukan sumberdaya alam" (
resource curse) atau paradox plenty? Terserah publik menilainya.
Sahabatku.... Secara administratif, Karbala terbagi menjadi dua distrik, yaitu "Karbala Tua", yang dikenal sebagai pusat agama (destinasi wisata religi) dan "Karbala Baru", yaitu daerah perumahan di mana terdapat pusat pendidikan, universitas yang bereputasi, dan bangunan-bangunan pemerintah serta industri.
Di pusat kota tua itulah, tidak pernah sepi kunjungan (ziarah) terutama memasuki perayaan mengenang pertempuran Hari Asyura. Saya sendiri menyaksikan ritual kolosal Arbain yang dihadiri sekitar 20 juta umat manusia, bahkan berlintas agama dan mashab. Sekadar catatan pinggir, ternyata banyak peziarah lansia mengunjungi makam itu semata-semata untuk menunggu ajal, karena makam itu dipercaya sebagai salah satu gerbang menuju surga. Wallahu a'lam.(*)
(lam)