LANGIT7.ID-, Jakarta- - Dalam era yang penuh dengan perubahan dan ketidakpastian, konsep kepemimpinan terus berkembang. Namun, prinsip-prinsip dasar kepemimpinan yang efektif tetap relevan, bahkan semakin penting. Dalam sebuah pemaparan yang inspiratif, Prof. Dr. Arif Satria, Rektor Institut Pertanian Bogor, mengungkapkan bagaimana sifat-sifat kepemimpinan Rasulullah dapat menjadi panduan bagi pemimpin masa kini dan masa depan.
"Rasulullah memiliki sifat sidik, fatonah, amanah, dan tablig. Keempat sifat ini sekarang melekat dan kita semua sudah hafal, namun kita coba untuk kontekstualisasi dalam konteks hari ini," ujar Prof. Arif Satria dalam YouTube Muhammadiyah Channel, dikutip Sabtu (14/9/2024).
Baca juga:
Kegelisahan Akademisi: Prof. Jamhari Ma'ruf Soroti Tantangan Memajukan Peradaban Islam di Era ModernMenurut Prof. Arif, sifat sidik (kejujuran) menjadi dasar bagi penguatan integritas. Dalam konteks modern, kejujuran tetap menjadi faktor utama kesuksesan, baik dalam pekerjaan maupun kehidupan. Sementara itu, fatonah (kecerdasan) tidak hanya mencakup IQ, tetapi juga EQ, SQ, dan berbagai soft skill yang diperlukan di era digital.
Kombinasi dari sidik dan fatonah menghasilkan amanah, atau kredibilitas. "Integritas ditambah dengan kapabilitas sama dengan kredibilitas," jelasnya. Kredibilitas ini menjadi modal penting bagi seorang pemimpin dalam menjalankan fungsi tablig, yang tidak hanya berarti menyampaikan, tetapi juga mentransformasi.
Prof. Arif menekankan pentingnya membangun kepercayaan (trust) dalam masyarakat. Ia mengutip teori Fukuyama yang menyatakan bahwa kemajuan ekonomi sebuah bangsa sangat ditentukan oleh modal sosial, dengan trust sebagai komponen utamanya. "Masyarakat dengan ekonomi yang maju biasanya dicirikan dengan high trust society," tambahnya.
Lebih lanjut, Prof. Arif menjelaskan bahwa kepercayaan yang tinggi dalam masyarakat dapat mendorong kreativitas dan kolaborasi. Hal ini pada gilirannya akan menghasilkan inovasi, yang menjadi kunci dalam ekonomi berbasis pengetahuan. "Negara yang menguasai tingkat inovasi yang baik, maka ekonominya akan baik," tegasnya.
Dalam konteks kepemimpinan modern, Prof. Arif merujuk pada teori Five Levels of Leadership dari John Maxwell. Ia menjelaskan bahwa tingkat tertinggi kepemimpinan adalah ketika orang mengikuti pemimpin karena rasa hormat dan cinta, bukan karena posisi atau keuntungan pribadi.
"Nabi berada di puncak kepemimpinan itu, sehingga orang mengikuti Nabi karena cintanya, karena respectnya, karena Nabi memiliki layanan-layanan yang memberikan added value kepada umatnya," jelasnya.
Prof. Arif juga menekankan pentingnya servant leadership atau kepemimpinan yang melayani. Menurutnya, seorang pemimpin yang melayani mampu menginspirasi, memotivasi, dan memberdayakan pengikutnya, berbeda dengan kepemimpinan tradisional yang lebih bersifat command and control.
Menatap masa depan, Prof. Arif menggarisbawahi pentingnya kemampuan untuk memimpin perubahan (lead change) dan bahkan memimpin masa depan (lead the future). "Ke depan lagi kita perlukan lead the future, bagaimana memimpin masa depan. Inilah leadership untuk masa depan," ujarnya.
Untuk memimpin masa depan, Prof. Arif menekankan pentingnya kreativitas, imajinasi, dan kemampuan belajar yang cepat (learning agility). Ia juga menyoroti pentingnya mengubah fokus dari "best practice" menjadi "future practice".
"Selama ini kita ini selalu berpikir best practice yang membuat kita ini akan menjadi follower. Tapi kalau kita fokus pada future practice, kita akan menjadi leader," tegasnya.
Prof. Arif menutup pemaparan dengan mengutip kata-kata Gajah Mada, "Apabila pemimpin-pemimpin negara dan para ulama itu baik, maka baiklah alam. Dan apabila pemimpin-pemimpin negara dan para ulama itu rusak, maka rusaklah alam dan negara."
Pemaparan Prof. Arif Satria ini memberikan perspektif baru tentang bagaimana nilai-nilai kepemimpinan yang dicontohkan oleh Rasulullah dapat diterapkan dalam konteks modern. Di tengah era disrupsi dan perubahan cepat, prinsip-prinsip seperti integritas, kapabilitas, dan kemampuan untuk menginspirasi tetap menjadi fondasi penting bagi kepemimpinan yang efektif.
Tantangan bagi para pemimpin masa kini dan masa depan adalah bagaimana mengintegrasikan nilai-nilai ini dengan tuntutan era digital dan ekonomi berbasis pengetahuan. Kemampuan untuk membangun kepercayaan, mendorong inovasi, dan memimpin perubahan akan menjadi kunci keberhasilan dalam membangun masyarakat dan ekonomi yang maju.
Lebih dari sekadar menyampaikan teori, Prof. Arif menekankan pentingnya aksi nyata. "Sekarang inspirasi tidak hanya cukup dengan kata-kata, tapi segera saatnya menginspirasi dengan karya," tegasnya. Ini menjadi panggilan bagi para pemimpin untuk tidak hanya berbicara tentang perubahan, tetapi menjadi agen perubahan itu sendiri.
Dalam konteks Indonesia yang sedang berjuang untuk meningkatkan daya saing global dan menghadapi berbagai tantangan pembangunan, pemahaman dan penerapan prinsip-prinsip kepemimpinan yang disampaikan oleh Prof. Arif Satria ini menjadi semakin relevan. Membangun masyarakat dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, mendorong inovasi, dan mempersiapkan generasi pemimpin yang mampu memimpin masa depan menjadi agenda penting yang perlu diperhatikan oleh berbagai pihak, mulai dari pemerintah, sektor swasta, hingga lembaga pendidikan.
(lam)