LANGIT7.ID-, Jakarta- - Tradisi tahlilan, yang sering dilakukan oleh umat Muslim di Indonesia saat ada orang meninggal, ternyata memiliki dukungan dari ulama-ulama besar. Hal ini diungkapkan oleh KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau yang lebih dikenal sebagai Gus Baha, seorang ulama terkenal dari Rembang, Jawa Tengah.
Tahlilan sendiri adalah kegiatan berkumpul untuk membaca doa-doa dan ayat Al-Qur'an untuk orang yang telah meninggal. Biasanya dilakukan pada hari-hari tertentu setelah kematian, seperti hari ke-3, ke-7, dan ke-40. Banyak orang yang menganggap tahlilan hanya sebagai tradisi lokal Indonesia. Namun, Gus Baha menegaskan bahwa praktik ini sebenarnya memiliki dasar yang kuat dalam ajaran Islam.
"Yang membolehkan hadiah Yasin, Fatihah, Tahlil ke mayit itu adalah orang sekaliber Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim," jelas Gus Baha dalam ceramahnya. Ia menyebutkan dua nama ulama terkenal yang mendukung praktik tahlilan: Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Kedua ulama ini dikenal sebagai tokoh yang berpengaruh dalam sejarah Islam.
Pernyataan Gus Baha ini penting karena memberikan legitimasi terhadap praktik tahlilan yang sudah lama dilakukan di Indonesia. Ini juga menunjukkan bahwa tradisi lokal bisa sejalan dengan pemikiran Islam global. Lebih lanjut, hal ini membuka wawasan bahwa ulama-ulama besar pun mendukung praktik yang sering dianggap hanya sebagai "tradisi lokal".
Gus Baha mengajak masyarakat untuk tidak terburu-buru menilai suatu tradisi sebagai "hanya tradisi lokal". Ia menekankan pentingnya memahami akar historis dan teologis dari praktik-praktik keagamaan yang ada di masyarakat. Dengan pemahaman ini, diharapkan masyarakat dapat lebih menghargai tradisi yang telah lama ada, sambil tetap kritis dalam memahami dasar-dasar agamanya.
(lam)