LANGIT7.ID-Telaga Murni; Dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1446 H di Masjid Raudhatul Jannah, Telagamurni, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, KH. Faiz Syukron Makmun menyampaikan ceramah yang mencerahkan tentang pentingnya memahami agama dalam konteks modern. Beliau menekankan bahwa umat Islam perlu memahami esensi ajaran agama, bukan hanya terpaku pada bentuk lahiriah semata.
KH. Faiz yang juga putra KH Syukron Makmun, pengasuh Ponpes Daarul Rahman memulai ceramahnya dengan mengutarakan keprihatinannya terhadap pemahaman agama yang cenderung kaku dan tekstual di masyarakat. Beliau menjelaskan bahwa banyak umat Islam yang terjebak dalam pemahaman sempit, hanya melihat apakah suatu praktik pernah dilakukan oleh Nabi atau tidak, tanpa memahami konteks dan tujuan di baliknya.
Untuk mengilustrasikan pointnya, KH. Faiz yang juga Ketua MUI DKI Jakarta ini, memberikan contoh tentang penggunaan siwak dan sikat gigi modern. Beliau menjelaskan bahwa pada zaman Nabi, siwak digunakan untuk membersihkan gigi karena itulah alat yang tersedia saat itu. Namun, tujuan utamanya adalah kebersihan mulut, bukan penggunaan siwak itu sendiri.
"Tujuan Nabi, siwaknya apa bersihnya? Bersih. Semakin bersih berarti semakin meniru Nabi. Semakin tidak bersih berarti tidak meniru Nabi," ujar KH. Faiz, menekankan bahwa esensi dari praktik tersebut adalah kebersihan, bukan alatnya.
KH. Faiz yang juga alumni Al Azhar Mesir, kemudian mengajak jamaah untuk berpikir: jika Nabi hidup di zaman sekarang, akankah beliau tetap menggunakan siwak atau beralih ke sikat gigi modern yang lebih efektif? Beliau menegaskan bahwa yang terpenting adalah mencapai tujuan dari praktik tersebut, yaitu kebersihan mulut, bukan terpaku pada alat yang digunakan.
Lebih lanjut, KH. Faiz membahas tentang pemahaman sunnah yang sering disalahartikan. Beliau menjelaskan bahwa sunnah memiliki berbagai makna dalam konteks yang berbeda. Ada sunnah dalam konteks hukum yang berkaitan dengan wajib, mubah, makruh, dan haram. Ada pula sunnah yang berarti kebiasaan atau tradisi.
KH. Faiz menyoroti kecenderungan sebagian umat Islam yang menyempitkan makna sunnah hanya pada hal-hal yang pernah dilakukan Nabi secara harfiah. Beliau mengingatkan bahwa pemahaman seperti ini dapat membatasi umat Islam dalam menghadapi perkembangan zaman.
Untuk memperjelas pointnya, KH. Faiz memberikan contoh tentang perjalanan haji. Beliau menggambarkan bagaimana dulu Nabi melakukan perjalanan haji dengan menggunakan unta, sementara sekarang umat Islam menggunakan pesawat terbang. Beliau bertanya kepada jamaah, apakah menggunakan pesawat berarti tidak mengikuti sunnah Nabi? Tentu saja tidak, karena esensi dari perjalanan haji bukan pada moda transportasinya, melainkan pada pelaksanaan ibadah haji itu sendiri.
KH. Faiz juga membahas tentang konsep bid'ah yang sering disalahpahami. Beliau menjelaskan bahwa tidak semua hal baru dalam agama itu terlarang. Ada bid'ah yang baik (bid'ah hasanah) dan ada bid'ah yang buruk (bid'ah sayyi'ah). Yang menjadi tolok ukur adalah apakah hal baru tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Islam dan membawa manfaat bagi umat.
Dalam konteks ini, KH. Faiz menyinggung tentang perayaan Maulid Nabi. Beliau menjelaskan bahwa meskipun bentuk perayaan seperti yang dilakukan saat ini tidak ada pada zaman Nabi, namun esensinya, yaitu mengenang dan meneladani Nabi, sejalan dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, mayoritas ulama memandang perayaan Maulid Nabi bukan sebagai bid'ah yang terlarang.
"Maka kata mayoritas ulama, Itu bukan termasuk bitah yang dilarang oleh agama," jelas KH. Faiz, menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi yang bertujuan untuk mengenang dan meneladani Nabi adalah praktik yang diperbolehkan.
KH. Faiz menekankan pentingnya belajar agama secara mendalam dan tidak hanya mengandalkan pemahaman tekstual atau terjemahan harfiah. Beliau mengajak jamaah untuk belajar dari ulama yang memahami konteks dan mampu menginterpretasikan ajaran agama sesuai dengan perkembangan zaman.
Lebih lanjut, KH. Faiz mengingatkan bahwa Islam adalah agama yang fleksibel dan mampu beradaptasi dengan berbagai kondisi dan zaman. Beliau mengajak umat Islam untuk tidak terjebak dalam formalitas dan ritual semata, tetapi lebih fokus pada esensi dan tujuan dari ajaran Islam.
KH. Faiz juga menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara mempertahankan nilai-nilai fundamental Islam dan beradaptasi dengan perkembangan zaman. Beliau mengingatkan bahwa sikap ekstrem, baik terlalu kaku dalam beragama maupun terlalu longgar, sama-sama berbahaya dan dapat menjauhkan umat dari esensi ajaran Islam.
Di akhir ceramahnya, KH. Faiz mengajak jamaah untuk terus memperdalam pemahaman agama mereka. Beliau mendorong umat Islam untuk tidak puas hanya dengan pengetahuan dangkal, tetapi terus menggali dan memahami ajaran Islam secara komprehensif.
Ceramah KH. Faiz Syukron Makmun dalam peringatan Maulid Nabi ini memberikan perspektif yang menyegarkan tentang bagaimana umat Islam dapat memahami dan menjalankan ajaran agama dalam konteks modern. Melalui contoh-contoh praktis dan penjelasan yang mudah dipahami, beliau berhasil menggambarkan pentingnya memahami esensi ajaran Islam tanpa terjebak dalam formalitas semata.
Pesan-pesan tentang fleksibilitas Islam dan pentingnya memahami konteks yang disampaikan oleh KH. Faiz sangat relevan dengan kondisi umat Islam saat ini. Di tengah arus globalisasi dan modernisasi, kemampuan untuk memahami dan menjalankan ajaran Islam secara kontekstual menjadi sangat penting.
Peringatan Maulid Nabi yang digagas Ketua DKM Masjid Raudhatul Jannah, H.Tasirun yang diisi dengan ceramah seperti ini tidak hanya menjadi momen untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, tetapi juga menjadi kesempatan berharga untuk merefleksikan pemahaman keagamaan kita. Melalui pemahaman yang lebih mendalam dan kontekstual tentang ajaran Islam, diharapkan umat Islam dapat menjalankan agamanya dengan lebih bijaksana dan relevan dengan kehidupan modern, tanpa kehilangan nilai-nilai fundamental Islam.(*)
(lam)