LANGIT7.ID-Jakarta; Merek fashion mewah terkemuka dunia menghadapi dilema besar. Tahun lalu, mereka dihadapkan pada tumpukan barang tak terjual senilai miliaran dolar. Lantas, ke mana perginya semua barang mewah ini?
Dua raksasa industri fashion luxury, LVMH dan Kering, diperkirakan memiliki barang tak terjual senilai €4,7 miliar (sekitar Rp 79 triliun). Angka fantastis ini cukup mengejutkan bahkan bagi para pecinta fashion sekalipun.
Apa yang sebenarnya terjadi? Berdasarkan analisis Business of Fashion yang dirangkum La Conceria, jumlah persediaan tak terjual LVMH dan Kering melonjak dua kali lipat antara 2014 hingga 2023. Tahun lalu saja, LVMH melaporkan barang tak terjual senilai €3,2 miliar (Rp 54 triliun), sementara Kering mencatat €1,5 miliar (Rp 25 triliun). Bayangkan berapa banyak tas dan sepatu hak tinggi yang kini hanya menjadi pajangan!
Mengapa inventori berlebih ini sangat mengkhawatirkan? Selain merugikan bisnis, fenomena ini juga berdampak buruk bagi lingkungan. Industri fashion sudah menjadi penyumbang besar pemanasan global, dan produksi berlebih hanya memperparah masalah ini.
Pikirkan sumber daya yang terbuang sia-sia: air untuk menanam kapas, energi untuk produksi, dan bahan bakar untuk pengiriman. Ketika produk tidak laku, semua sumber daya itu seolah menguap begitu saja.
Belum lagi masalah pembuangan. Dulu, beberapa merek mewah dikabarkan menghancurkan barang tak terjual demi menjaga citra. Meski praktik ini mulai ditinggalkan (bahkan dilarang di Prancis), mencari solusi ramah lingkungan untuk jutaan produk yang tak terpakai tetap menjadi tantangan besar.
Lalu, apa yang dilakukan brand-brand mewah ini? LVMH dan Kering sadar akan masalah ini, namun solusi mereka masih dalam tahap pengembangan. Saat laporan dirilis Maret lalu, LVMH menyatakan berharap dapat menjual sebagian besar inventori berlebihnya pada 2024.
Sementara itu, Kering mengklaim telah menerapkan praktik produksi berkelanjutan di berbagai mereknya. Ini termasuk pewarnaan tanpa air dan dukungan terhadap pertanian regeneratif yang mendukung keanekaragaman hayati dengan memprioritaskan kesehatan tanah dan menghindari pupuk kimia beracun.
Perlu diingat, bukan hanya brand mewah yang menghadapi masalah ini. Seluruh industri fashion berjuang menyeimbangkan pasokan dan permintaan, terutama mengingat tren yang cepat berubah. Sektor fast fashion bahkan menjadi pelaku terburuk dalam hal ini.
Bagaimana industri fashion mengatasi kelebihan stok secara umum? Sementara sektor luxury masih berkutat dengan solusi, bagian lain dari dunia fashion sudah memimpin perubahan. Beberapa brand mulai menerapkan model made-to-order, hanya memproduksi barang saat pelanggan membelinya. Cara ini mengurangi limbah dan bisa menghemat biaya dalam jangka panjang.
Platform penyewaan dan penjualan kembali juga semakin populer, memberikan kesempatan kedua bagi barang-barang mewah bekas. Dengan memperpanjang masa pakai produk, kebutuhan akan barang baru pun berkurang.
Teknologi daur ulang inovatif juga mulai bermunculan. Mereka mampu mengubah tekstil dan pakaian tak terjual menjadi produk baru, menciptakan ekonomi sirkular yang lebih baik bagi industri fashion.
(lam)