Paradigma baru dalam penetapan upah minimum akan segera diterapkan tahun 2025 mendatang. Hal ini terungkap dalam dialog strategis antara jajaran pemerintah dan komunitas bisnis yang berlangsung di Jakarta, Rabu (30/10).
Pertemuan yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian ini menghasilkan sejumlah terobosan penting terkait mekanisme pengupahan. Para pelaku usaha yang tergabung dalam berbagai asosiasi industri menyampaikan gagasan transformatif mengenai sistem penggajian yang lebih dinamis.
Dialog konstruktif ini melibatkan perwakilan dari berbagai sektor strategis, termasuk manufaktur otomotif, pengelola kawasan industri, bisnis ritel, hingga industri tekstil. Mereka menyoroti pentingnya menyelaraskan kebijakan upah dengan kondisi ekonomi kontemporer.
"Berdasarkan hasil dialog dengan perwakilan Apindo dari berbagai sektor industri utama, mulai dari manufaktur otomotif, pengelola kawasan industri, hingga pelaku usaha retail dan tekstil, terlihat adanya kebutuhan mendesak untuk menyelaraskan mekanisme pengupahan dengan dinamika perekonomian," ujar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dikutip Kamis (31/10/2024).
Dalam pembahasan tersebut, teridentifikasi tiga aspek krusial yang perlu dipertimbangkan dalam formula pengupahan baru. Pertama, penyesuaian dengan dinamika ekonomi terkini. Kedua, kepatuhan terhadap kerangka regulasi yang berlaku. Ketiga, integrasi faktor produktivitas dalam penentuan upah.
"Para pengusaha berkomitmen untuk tidak hanya membahas UMP, tetapi juga mempertimbangkan skala upah, struktur pengupahan, dan yang terpenting, menjadikan produktivitas sebagai faktor penentu," ujar dia.
Ketua Umum Apindo, Shinta W Kamdani, mengonfirmasi bahwa penetapan UMP 2025 akan diumumkan pada pertengahan November mendatang, tepatnya tanggal 21. Dia memaparkan konsep baru yang mengakomodasi keberagaman kondisi bisnis melalui mekanisme bipartit.
"Untuk upah di atas UMP, kami mengusulkan agar keputusannya diserahkan kepada masing-masing perusahaan melalui mekanisme dialog bipartit, mengingat setiap industri memiliki kondisi yang berbeda," ujar dia.
Pendekatan ini membuka ruang fleksibilitas bagi perusahaan untuk menentukan struktur upah di atas UMP berdasarkan kinerja dan produktivitas karyawan. Sistem ini juga mendorong terciptanya dialog sosial yang lebih intensif antara manajemen dan pekerja.
Dengan mekanisme baru ini, perusahaan memiliki keleluasaan untuk mengembangkan sistem remunerasi yang sesuai dengan kapasitas dan kondisi bisnisnya. Namun, tetap dalam koridor regulasi yang menjamin kesejahteraan pekerja.
(lam)