LANGIT7.ID-, Jakarta- - Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas mengemukakan pandangan kritisnya terhadap penanganan kasus Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 yang dinilai bertentangan dengan sistem ekonomi Pancasila yang diusung Presiden Prabowo Subianto. Kritik ini disampaikan menyusul terbitnya buku Prabowo berjudul "Strategi Transformasi Bangsa, Menuju Indonesia Emas 2045" yang menekankan pentingnya implementasi ekonomi Pancasila dalam pembangunan nasional.
"Di dalam usaha melaksanakan perintah konstitusi tersebut pemerintah tidak boleh hanya memikirkan kepentingan dari kelompok tertentu saja dan mengabaikan yang lainnya tetapi haruslah dilakukan untuk terciptanya sebesar-besar kemakmuran rakyat," ungkap Abbas, Jumat (15/11/2024).
Dalam artikelnya, Abbas menguraikan berbagai permasalahan dalam penanganan PIK 2 yang mencerminkan ketidaksesuaian dengan nilai-nilai Pancasila. Salah satu isu krusial yang disoroti adalah keberpihakan pemerintah yang lebih condong kepada kepentingan pengusaha dibandingkan masyarakat luas. Hal ini terlihat dari beberapa aspek seperti pemberian ganti rugi yang tidak layak kepada warga terdampak, persoalan relokasi yang belum terselesaikan bagi puluhan ribu warga yang tergusur, serta pola komunikasi yang lebih mengedepankan pendekatan kekuasaan daripada dialog konstruktif.
Presiden Prabowo sebelumnya telah dengan tegas menyatakan pentingnya penerapan sistem ekonomi Pancasila sebagai alternatif dari sistem ekonomi liberal-kapitalisme yang semakin mendominasi. Dalam bukunya, Prabowo menggarisbawahi prinsip-prinsip ekonomi Pancasila yang harus ditegakkan, meliputi aspek religius yang mendukung terwujudnya persatuan nasional, penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, keberpihakan pada kepentingan nasional, sifat egaliter dan kerakyatan, serta perwujudan keadilan sosial.
"Pertanyaannya, apakah kita akan membela falsafah bangsa kita atau akan membela kepentingan dari sang pengusaha," tulis Abbas dalam artikelnya.
Dalam pandangannya, Abbas mengingatkan bahwa konstitusi telah mengamanatkan tugas negara untuk melindungi, mencerdaskan, dan mensejahterakan rakyat. Pelaksanaan amanat ini tidak boleh terbatas pada kepentingan kelompok tertentu, melainkan harus diarahkan untuk menciptakan kemakmuran yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah dituntut untuk tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga memastikan terciptanya pemerataan kesejahteraan.
Lebih lanjut, Abbas menggarisbawahi pentingnya keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan penegakan nilai-nilai Pancasila. Menurutnya, cara-cara penanganan masalah seperti yang terjadi di PIK 2 sangat jauh dari semangat Pancasila dan UUD 1945. Padahal, Pancasila telah terbukti menjadi pemersatu bangsa selama ini dan harus tetap dijunjung tinggi dalam setiap aspek pembangunan, termasuk pembangunan ekonomi.
Kritik Abbas terhadap penanganan PIK 2 juga menyoroti aspek komunikasi antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat yang dinilai kurang memperhatikan aspek dialog dan musyawarah. Penggunaan pendekatan kekuasaan dalam penyelesaian masalah dianggap tidak mencerminkan semangat kerakyatan yang menjadi salah satu pilar Pancasila.
Dalam penutup artikelnya, Abbas menyampaikan harapan agar pemerintahan Prabowo dapat menemukan solusi yang mengakomodasi kepentingan semua pihak. Solusi tersebut diharapkan tidak hanya menyelesaikan permasalahan PIK 2 secara spesifik, tetapi juga menjadi preseden positif dalam penerapan ekonomi Pancasila untuk pembangunan nasional ke depan.
Abbas menekankan bahwa keberhasilan dalam menangani kasus PIK 2 akan menjadi indikator penting bagi komitmen pemerintahan Prabowo dalam mewujudkan Indonesia yang maju, kuat, dan berkeadilan berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Penyelesaian yang adil dan bermartabat dalam kasus ini akan mencerminkan kesungguhan pemerintah dalam mengimplementasikan sistem ekonomi Pancasila sebagaimana yang telah dicanangkan Presiden Prabowo dalam buku strateginya.
(lam)