LANGIT7.ID-, Jakarta- - Merespon gelombang penolakan terhadap rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025, Kementerian Keuangan memberikan klarifikasi untuk meredam kekhawatiran publik. Penjelasan ini muncul seiring dengan maraknya gerakan 'Garuda Biru' yang menentang kebijakan tersebut.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan menggarisbawahi bahwa keputusan penyesuaian tarif PPN telah melewati serangkaian tahapan kajian yang melibatkan berbagai elemen masyarakat.
"Pada dasarnya kebijakan penyesuaian tarif PPN 1% tersebut telah melalui pembahasan yang mendalam antara pemerintah dengan DPR dan pastinya telah mempertimbangkan berbagai aspek antara lain aspek ekonomi, sosial dan fiskal bahkan juga memperhatikan kajian ilmiah yang melibatkan para akademisi dan para praktisi," ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjanto.
Data dari PWC Worldwide Tax Summaries menunjukkan bahwa Indonesia saat ini menempati posisi kedua tertinggi di ASEAN dengan tarif PPN 11%. Rencana kenaikan ini akan menempatkan Indonesia sejajar dengan Filipina yang telah lebih dulu menerapkan tarif 12%.
Sementara itu, negara-negara ASEAN lainnya masih mempertahankan tarif yang lebih rendah. Laos dan Kamboja menerapkan tarif 10%, Malaysia menggunakan sistem ganda dengan sales tax 10% dan service tax 8%. Singapura dan Thailand sama-sama memberlakukan tarif 7%.
Vietnam memilih sistem dua tingkat dengan tarif 5% dan 10%, sedangkan Myanmar menerapkan tarif dasar 5% dengan fleksibilitas hingga 100% untuk produk tertentu. Brunei Darussalam belum menerapkan PPN, sementara Timor Leste memberlakukan tarif 0% untuk transaksi domestik dan 2,5% untuk barang impor. (disway)
(lam)